om beb lagi ngapain? wawancara? wawancara di tanya2 mau jadi suaminya frau ya? 🙄😆
aduh eta dagu meni kebelah gitu kek abis kena di kampak 😅Apri POV
"Nanti om jemput Okta jam 12 kurang ya" Kataku sambil berjongkok di depan kursi khusus milik Okta.
Keponakanku itu menguap lebar, matanya tampak sayu, tangannya perlahan naik dan Okta hampir mengusap mata memakai punggung tangannya.
"Jangan di usap matanya, nanti make-up nya berantakan, Okta ngantuk ya?" Tanyaku sambil menarik tangan Okta.
Untung tangannya masih sempat aku pegang, kalau tidak, riasan wajah terutama di bagian matanya bakalan rusak dan Okta harus di rias ulang padahal waktu pemotretan hampir tiba.
"Okta semalam tidur jam berapa? Malam ya? Nonton bunda Cor*a lagi?" Cecarku karena Okta tidak menanggapi perkataan yang keluar dari mulutku.
Sejak sebulan lalu, Okta mulai tidur di kamar sendiri, sebenarnya kamar Okta itu sudah tersedia sejak lama tetapi Okta masih belum berani untuk tidur sendiri.
Sejak saat itu pula aku mengamati kalau Okta susah di bangunkan dari tidurnya ketika pagi tiba.
Kak Febi sudah sering aku ingatkan agar sering-sering mengecek Okta di malam hari.
Aku rasa kakak ku itu tidak mengindahkan peringatanku tetapi malah asik bergumul dengan Dennis karena sudah tidak ada Okta di kamar mereka.Padahal mereka bukan pengantin baru, tetapi mereka masih sangat giat melakukan olahraga malam.
Sangat aneh di mana Dennis pernah menyuruh aku untuk memberikan Okta sepupu, padahal mereka sangat giat bemesraan. Kenapa bukan mereka saja yang memberikan Okta adik?"Nggak" Jawaban Okta menyadarkan aku.
"Kalau nggak nonton live nya bunda kenapa sekarang Okta ngantuk?" Tanyaku kemudian.
Okta tidak langsung menjawab, keponakanku ini malah merengut.
"Ya ngantuk aja, memangnya orang nggak boleh ngantuk?" Okta balik bertanya sambil bersedekap.
"Pasti ada sebabnya kenapa Okta sekarang ngantuk" Aku menatap Okta lurus-lurus dengan pandangan mengamati.
Kalau memang kak Febi tidak mengecek jam tidurnya Okta, sepertinya aku juga yang harus turun tangan.
Sebenarnya siapa sih orang tua Okta?"Nggak mau jawab?" Tanyaku.
Kepala Okta menggeleng cepat dengan wajah masih merengut.
"Kalau Okta ngantuk begini nanti pemotretannya gimana?" Tanyaku lagi.
"Gimana kenapa? Cuma di photo aja kan?" Okta kembali menguap.
Aku menghela nafas panjang, cemas.
Rasanya tidak bisa meninggalkan Okta seperti ini padahal aku ingin berbicara dengan Jihan sementara Okta melakukan pemotretan.
Kalau bukan sekarang saatnya aku tidak tahu kapan lagi mempunyai kesempatan untuk bertanya kepada Jihan perihal status hubungan kami."Kalau Okta ngantuk, om minta sama bu Jihan aja pemotretannya di undur, gimana?" Tawarku agar dapat segera ke ruangan Jihan sekalian bertanya padanya.
"Okta gak ngantuk om, liat nih mata Okta gak merem, kan?" Okta memajukan wajahnya ke depan wajahku dengan mata melebar seakan memberitahukan aku kalau dirinya tidak mengantuk seperti yang aku cemaskan.
Aku meringis, bingung juga, masalahnya pemotretan kali ini adalah iklan penting.
Kalau di undur, Okta bisa di gantikan model lain, sedangkan yang aku tahu, perusahaan besar ini akan meneken kontrak panjang dengan berbagai produk-produk terkenal andalan perusahaan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Restu
HumorWarning for +21 only Penulis hanya menuangkan ide cerita, tidak menganjurkan untuk dipraktekkan, harap bijak dalam membaca Happy reading 20/5/22 - 2/1/23