ehem2 workout biar lebih kliatan macho di matanya frau jihan ya om?
Apri POV
"Dengar-dengar, elu suka sama perempuan yang umurnya lebih tua juga, Pri?"
"Uhuk-uhukkk!!"
Hampir saja nasi goreng yang ada di dalam mulutku keluar bersamaan dengan batuk yang tiba-tiba datang setelah mendengar perkataan Dennis."Ngomong apa lu barusan?" Tanyaku setelah beberapa saat meredakan batuk dengan meneguk air putih banyak-banyak.
"Dengar-dengar, elu suka sama perempuan yang umurnya lebih tua juga" Dennis mengulang perkataannya dengan wajah tenang, kakak iparku ini tersenyum sambil mengunyah nasi goreng buatan ibu.
"Pendengaran elu salah tuh" Kataku cepat sambil mengelap mulut dengan punggung tanganku.
Hari ini hari Minggu, kami berdua sedang berada di ruang makan. Berdua saja karena ibu, kak Febi dan Okta sedang jogging di taman perumahan.
"Kita memang teman, tapi gak harus juga elu ngikutin jejak gue, Pri" Dennis tidak menghiraukan perkataanku barusan.
Kakak iparku itu menepuk-nepuk pungungku karena aku lanjut terbatuk-batuk.
"Siapa yang ngikutin jejak elu sih?" Tanyaku sewot lalu menepis tangannya yang masih menepuk punggungku.
"Gak usah menyangkal" Dennis mengerling padaku, lagi-lagi Dennis tersenyum.
"Semalam sebelum tidur, Febi cerita ke gue..."
"Gila ya kalian, pillow talk kalian tuh malah ngomongin orang rumah" Potongku lalu menyuapkan nasi goreng ke dalam mulut.
"Dan yang kalian omongin itu gue" Lanjutku tidak terima menjadi bahan obrolan sebelum tidur mereka.
"Sudahlah Pri, gue rasa kalian cocok satu sama lain, Jihan memang terlihat tegas tapi bisa terlihat rapuh dalam waktu bersamaan"
"Sifatnya beda dengan Febi tapi ada sedikit kesamaan" Lanjut Dennis.
"Gue sama Jihan cocok?" Tanyaku dengan mata melebar.
Dennis mengangguk pasti, tidak ada keraguan yang terlihat di matanya.
"Sejauh apa kalian berdua ngomongin gue?" Tanyaku lagi.
"Well, gue gak masalah elu ngikutin jejak gue karena suka sama perempuan yang umurnya lebih tua"
"Siapa yang suka sama perempuan yang umurnya lebih tua sih? Kak Febi ngomong apa aja ke elu sampe elu punya kesimpulan kaya begitu?" Tanyaku dengan tangan menggaruk-garuk rambut belakang yang tidak gatal.
"Gak salah Pri, cinta itu memang buta dan tidak mengenal umur"
"Bisa diam gak lu Den?" Isi gelas yang baru saja isinya aku habiskan, gelasnya aku gebrak membentur meja dengan keras, untung gak pecah, kalau pecah bisa-bisa aku kena omelan ibu karena memecahkan salah satu gelas dural*x yang katanya sudah susah di temukan di pasaran.
Aku bangkit dari bangku dengan membawa piring dan gelas kosong ke dapur, mencucinya cepat lalu membuat kopi dan berjalan ke arah teras rumah, malas bergabung kembali dengan Dennis.
Malas menanggapi omongan Dennis yang tidak berdasarkan apa-apa. Entah apa yang dia dengar dari kak Febi.
"Hahaha... kenapa reaksi elu begini?"
Aku tidak perlu menoleh ke asal suara, mendengus kesal, di tinggal ke teras dia malah ngikutin ke sini, batinku sewot.
"Okta itu, dia kalau suka sama orang akan selalu di omongin setiap saat" Dennis meneguk isi dari gelas yang sedari tadi dia pegang.
Aku tidak menunjukkan reaksi apa-apa mendengar perkataan Dennis. Omongannya random, tidak bisa aku tebak kemana ujung dan apa intinya.
"Dari cerita Okta, dia bilang tidak suka Jihan, tapi gue bisa liat hal lain dari mata dan gerak-gerik Okta sepanjang dia bercerita soal Jihan" Lanjut Dennis.
"Tumben banget elu ngomong panjang lebar begini, batere elu full charge ya?" Tanyaku menyindirnya.
Dennis itu pendiam, selama berteman jarang sekali kami menghabiskan waktu mengobrol sampai berjam-jam. Kami lebih sering menghabiskan waktu dengan bermain game.
"Yang seharusnya full charge itu Febi, semalam dia habis gue colok sampai umm... berapa ronde ya? Hahaha..." Dennis tertawa ketika melirikku.
"Kalian itu..." Aku tidak melanjut perkataanku karena tidak bisa berkata-kata lagi.
Gak kak Febi, gak Dennis, sejak menikah, mereka berdua tidak segan-segan memperlihatkan kemesraannya kepadaku."What?" Tanya Dennis masih tertawa.
Aku menggelengkan kepala pelan lebih karena tidak bisa mengeluarkan kata-kata.
"Long night we had, and crazy" Lanjut Dennis tanpa ku minta dengan wajah memerah.
"Gue gak ngerti sama alur omongan elu dari tadi Den, jadi bisa diem aja gak?" Tanyaku dengan wajah memohon padanya.
Tanganku mengulur mengambil gelas kopi yang tadi aku letakkan ke atas meja kopi.
"Intinya adalah, Okta tidak ingin om tersayangnya diambil orang, Jihan suka elu dan..." Perkataan Dennis menggantung.
"Kalian berdua, elu sama kak Febi kenapa pada sok tahu semua sih? Tahu dari mana Jihan suka sama gue?" Tanyaku dengan lagi-lagi menggaruk rambut belakangku.
"Gue bisa liat cara Jihan liatin elu selama di kantor" Dennis tersenyum dengan kedua alisnya bergerak naik-turun.
"Gue bisa liat dia mengagumi elu Pri" Lanjutnya.
"Sok tahu!" Ucapku cepat.
"Pertanyaannya sekarang adalah, apakah elu punya perasaan ke dia? Jangan bilang kalian beda keyakinan" Dennis menepuk lengan atasku.
"Beda keyakinan?" Ulangku bingung.
"Jihan yakin suka elu, tapi elu nya gak yakin suka dia" Jawab Dennis lalu terkekeh.
Aku menatapnya bingung, temanku dari masa sekolah ini sangat terlihat berbeda.
Jarang-jarang Dennis tersenyum atau mengoceh dalam sehari lebih dari sepuluh kata."Coba elu kasih dia sinyal-sinyal, apakah dia ada rasa ke elu dengan permainan kata-kata elu ngerayu atau memuji dia" Dennis kembali berkata-kata.
"Gak usah bingung, untuk meyakinkan diri apakah Jihan benar suka sama elu, ada cara yang lebih jitu, cium dia"
"Ini pengalaman pribadi gue sama Febi dan sudah terbukti keakuratannya"
"Jawabannya cuma ada dua, kalau dia suka elu, dia pasti nyambut ciuman elu, kalau dia gak suka elu, ya pasti kena gampar" Dennis berdiri lalu meninggal aku sendirian dalam keheningan.
Aku benar-benar tidak bisa berkata-kata di buatnya.
Tbc
coba ikuti sarannya dennis om, tante janji gak bikin om beb kena gampar frau jihan, ok om?
16/10/22
KAMU SEDANG MEMBACA
Restu
HumorWarning for +21 only Penulis hanya menuangkan ide cerita, tidak menganjurkan untuk dipraktekkan, harap bijak dalam membaca Happy reading 20/5/22 - 2/1/23