nah cakep dah nyender di dinding om beb, drpd nyender di bahu jalan kaya yg disuruh okta 😆🤭
Jihan POV
Aku mengamati Apri dari kejauhan, mata ini masih tidak percaya dengan apa yang aku lihat.
Jariku mengusap lemari loker di ruang cctv yang melesak penyok ke dalam akibat tinjuan Apri.
Dari mana datangnya tenaga yang di hasilkan oleh Apri padahal tubuhnya tidak atletis tetapi bisa membuat lemari loker yang terbuat dari besi menjadi rusak seperti ini.
Mencengangkan!
Belum lagi sumpah serapah yang keluar dari mulut Apri, sangat jomplang dengan wajah manis yang dia miliki.
Walaupun sumpah serapahnya sedikit aneh karena selalu menyebutkan sebuah nama merk dagang makanan, tetapi raut wajah, ekspresi yang terpancar sangat garang dan bengis.
Mencengangkan kedua!
Aku melirik petugas yang sedang shift menjaga cctv hari ini, yang aku tahu petugas ini adalah salah satu petugas yang terkenal paling gahar tetapi bisa ciut di buat oleh Apri.
Siapa yang tidak ciut? Apri sedang emosi dan luapan emosinya mampu membuat lemari loker rusak, coba bayangkan kalau tinjuan itu bersarang di perut atau mendarat di rahang.
Aku rasa tulang-tulang iga atau gigi-gigi bisa copot di buatnya.
Mencengangkan ketiga!
Sekarang Apri sedang berdiri berhadapan dengan Lilis, yang bisa aku lihat sepertinya Lilis sedang menenangkan om dari Okta itu.
Teddy sudah keterlaluan. Bisa-bisanya dia menculik anak emas dari agensiku ini.
Entah apa motif Teddy menculik Okta, apakah memang Teddy mengetahui Okta adalah model yang menghasilkan banyak uang untuk perusahaan yang sudah aku rintis sejak lama.Ataukah ada motif lain?
Aku menghampiri Apri dan Lilis, mereka berdua menoleh ke arahku secara bersamaan.
"Udah ada kabar dari pak Teddy, bu?" Tanya Lilis begitu aku sampai di antara mereka.
Kepalaku menggeleng lemah.
"Udah lewat dari tiga puluh menit dari batas yang saya bilang, telepon saya juga gak di angkat sama kuntet itu!" Rahang Apri lagi-lagi terlihat mengeras setiap kali menyebutkan nama Teddy walaupun dia ganti menjadi kuntet.
Jawaban Apri tidak memuaskan ketika aku bertanya kenapa dia memanggilnya kuntet.
Dan aku masih penasaran dengan kasus yang melibatkan kakak nya Apri dengan Teddy.
"Eung... saya boleh bertanya?" Aku berdeham setelah berkata.
"Tanya ke saya?" Apri balik bertanya sambil menunjuk dadanya.
"Iya" Jawabku cepat dengan mengangguk.
Apri bergerak dengan memposisikan tubuhnya mengarah padaku, wajahnya terlihat serius.
"Kalau boleh tau, kasus apa yang melibatkan kakak kamu sama Teddy? Maaf, pertanyaan saya mungkin terlalu pribadi, kalau gak di jawab juga gak apa-apa" Kataku canggung.
Apri terdiam lama dan tampak berpikir.
"Bu Jihan kenal Teddy dari mana?" Tanya Apri.
"Oh" Ucapku pelan.
"Di... dia kakak tiri saya" Lanjutku.
Apri tampak terkejut.
"Kakak tiri?" Ucapnya tidak percaya.
"Sejak kapan?" Tanyanya lagi.
"Dari sepuluh tahun yang lalu, ayah dia nikah sama ibu saya, masing-masing orang tua membawa satu anak" Jawabku lalu berdeham.
Rada canggung karena menceritakan hal pribadi kepada karyawan sendiri, sedangkan aku memang tidak pernah bercerita soal kehidupan pribadi pada siapa pun.
Lilis tidak terlihat terkejut atau menunjukkan reaksi yang berlebihan, sekretaris ku itu tampak tenang.
Lain dengan Apri yang kembali terlihat emosi.
"Berarti kejadian dengan kakak saya itu dia udah jadi saudara nya bu Jihan ya" Ucap Apri dengan tangan mengepal.
Seketika aku melangkah mundur, takut emosi Apri meledak lagi dan tiba-tiba dia memukulku untuk membalas dendam Teddy.
"Walaupun dia saudara tiri, tapi kami gak begitu akrab, kami tinggal pun berpisah tidak serumah" Aku kembali mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak perlu aku ucapkan.
"Saya rasa Teddy menculik Okta karena masih dendam karena ayahnya memberikan modal besar kepada saya untuk mendirikan agensi ini" Lanjutku kemudian dengan berasumsi sendiri.
Karena aku sendiri bingung kenapa Teddy muncul dan menerorku dengan telepon.Apri menatapku lama.
"Me... memang, saya dengar enam atau tujuh tahun yang lalu Teddy berhenti bekerja, saya tidak tahu alasannya apa, mungkin sampai sekarang dia belum bekerja dan meneror saya untuk mendapatkan bagian"
"Ayahnya, maksud saya ayah kami meninggal dunia enam bulan lalu, mungkin Teddy sekarang menuntut warisan yang seharusnya dia terima dari modal mendirikan agensi ini" Lanjutku lagi.
Mungkin itu motif Teddy menculik Okta, tetapi kenapa harus melibatkan anak orang lain? Kenapa dia tidak langsung membicarakan keinginannya secara langsung padaku?
Apri masih mengepal tangannya dengan wajah terlihat merah menahan marah.
"Saya tidak tau apa yang pernah terjadi antara Teddy dengan kakak kamu, saya tidak bisa bertanggung jawab untuk hal itu"
"Tapi untuk kejadian sekarang, saya akan bertanggung jawab, saya bisa jamin Okta akan kembali secara utuh" Janjiku, walaupun tidak yakin.
Semoga saja Teddy tidak melakukan hal-hal yang aku pikirkan.
Perkataanku sepertinya tidak mampu meredakan amarah Apri yang masih terlihat emosi.
"Kenapa dia ngebawa Okta?" Suara Apri terdengar menahan marah.
"Itu juga yang saya pikirkan" Sahutku cepat.
"Coba saya hubungi Teddy lagi" Lanjutku kemudian.
Sambungan telepon berbunyi tetapi tidak ada jawaban dari Teddy.
"Saya harus lapor polisi" Putusku setelah melesakkan handphone ke dalam kantung celana.
"Jangan dulu" Cegah Apri cepat.
"Kenapa? Jujur saya takut Okta kenapa-kenapa" Kataku khawatir.
"Kita tunggu sepuluh menit lagi" Jawab Apri.
"Gak kelamaan mas? Lebih baik kita lapor polisi, bukti cctv juga ada, bu Jihan gak masalah ngelaporin pak Teddy?" Tanya Lilis.
"Masalah kenapa?" Tanyaku bingung.
"Um... pak Teddy kan saudara ibu" Jawab Lilis takut.
"Justru saya lebih lega kalau dia berurusan dengan polisi" Kataku.
Aku bersedekap dan berpikir, semoga Teddy tidak melukai Okta.
Tbc
chap kali ini ga sreg bgt, tante lagi ga enak badan, ga bakat jadi org kaya, tidur di kostan kena ac lsg mancer ke badan, alhasil masup angin 😅
kalian semua jaga kesehatan yaaa 😘😘3/9/22
KAMU SEDANG MEMBACA
Restu
HumorWarning for +21 only Penulis hanya menuangkan ide cerita, tidak menganjurkan untuk dipraktekkan, harap bijak dalam membaca Happy reading 20/5/22 - 2/1/23