27. nanya dennis

802 211 70
                                    

Manissss 😍😍

Apri POV

"Den" Panggilku.

"Hmm..." Jawab Dennis dengan nada suara malas dan tidak menoleh padaku.

"Woii..." Ucapku kesal karena Dennis tidak memusatkan perhatiannya padaku.

"Apa sih?" Sahut Dennis tetapi wajahnya tetap tidak menoleh ke samping di mana aku berada.

Kami berdua sekarang sedang duduk di teras belakang rumah sore ini menikmati kopi sambil menjaga Okta yang sedang berenang.

"Liat sini dong" Kataku sambil menepuk lengannya.

"Ngomong aja, gue denger kok" Balas Dennis.

"Skagehdkdjydbdkavdbghagdnhdficheblclvuebfh" Ucapku pelan dan cepat.

"Ha?" Dennis menoleh ke arahku bingung.

"Barusan elu ngomong?" Tanyanya kemudian.

"Iyalah, masa kumur-kumur" Jawabku cepat.

"Suara elu gak jelas" Kata Dennis.

"Ngomongnya pake bahasa aja, jangan pake bahasa lain" Lanjutnya lalu kembali membaca koran. Gayanya sudah seperti eksekutif muda atau pemilik beberapa anak perusahaan.

Bahasa yang di maksud Dennis adalah bahasa Indonesia.

"Ya memangnya gue bisa ngomong pake bahasa apalagi selain Indonesia?" Gerutuku.

Aku menghela nafas panjang, mau mengulang pertanyaanku rasanya ragu, gak mungkin nanya begini ke Dennis, sama siapa lagi aku harus bertanya?

Kepalaku menoleh ke arah pintu, mencari sosok kak Febi.

Ah, gak mungkin juga nanya ke kak Febi, yang ada nanti dia ngadu ke ibu, sekarang tuh kak Febi apa-apa ngadu ke ibu.

Aku nggak ngomong apa-apa aja bisa di aduin ke ibu, apalagi kalau aku bertanya hal ini padanya, bisa-bisa nggak cuma di aduin tapi malah di ceramahin semingguan.

"Gak jadi ngomong?" Suara Dennis membuyarkan lamunanku.

Dennis melempar koran yang tadi dia baca ke atas meja di depan kami lalu memutar tubuhnya miring ke arahku sambil menopang keningnya.

"Gak jadi" Sahutku lalu memanjangkan tangan untuk mengambil mug berisikan kopi yang baru sedikit aku minum.

"Ragu banget mau ngomong, kayanya penting, udah ngomong aja, tapi yang jelas, jangan kaya tadi" Kata Dennis.

"Gue pikir elu ngomong bahasa Jerman, tapi kok dengernya aneh, itu bukan bahasa yang sering elu pake kalau lagi ngomong sama Febi, kan?" Lanjut Dennis panjang lebar.

Terkadang aku suka takjub dengan temanku ini, Dennis itu manusia paling irit ngomong tetapi sekalinya mengeluarkan suara, ya panjang lebar seperti barusan.

Tanganku memanjang lagi mengembalikan mug ke tempat semula sambil berpikir apakah sebaiknya aku mengajukan pertanyaan ini kepada Dennis.

Kepalaku menoleh ke sekeliling, takut ada yang mendengar selain Dennis.
Okta masih asik bermain dengan air mengenakan kostum mermaid yang aku belikan.
Kak Febi dan ibu mungkin sedang menonton TV di dalam.
Sepertinya aman.

Aku membersihkan kerongkongan, ingin bertanya kepada teman sendiri rasanya canggung juga.

Dennis menatapku lurus.

"Mau nanya apa sih?" Tanyanya karena aku belum mengeluarkan suara setelah beberapa saat lamanya terdiam.

Aku meringis sambil menggaruk-garuk rambut belakang.

RestuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang