2. Siapa Dalta?

69 20 2
                                    

Seorang lelaki memandang tajam kearah lelaki lain yang sedang berjalan santai tanpa merasa bersalah. Ia kemudian menghela.

"Gue bingung, kenapa bisa punya temen kaya lo,"keluhnya. Memandang sinis sang sahabat yang sudah ia anggap saudaranya. Farka.

Farka menoleh kearah Svarga yang menggerutu tak jelas. Lelaki berkulit putih itu memutar bola matanya, "Gue nggak pernah minta lo jadi temen gue."

Svarga mendecih, "Gue bilang kalo mobil gue mogok jadi gue mau nebeng tapi lo malah ninggalin gue!"

"Gue nggak suka ditumpangin orang, " jawab Farka enteng. Membuat Svarga mendecih, "Gue sumpahin lo ditumpang sama demit!"

Farka tak menghiraukan Svarga yang terus meracau, cowok yang kini menyugar rambut itu berjalan dengan langkah pelan menuju kearah kantin.

Langkahnya terhenti begitu mendapati Cilla, gadis beruntung yang Farka anggap sebagai sahabatnya itu kini sedang berbicara dengan Gara.

Memang, hubungan keduanya sedang menjadi desas-desus satu sekolah.

Tak lama, Cilla menampar pipi Gara membuat murid yang berada di kantin mengarahkan pandang kearah mereka berdua.

"BANGSAT!"teriak gadis itu.

Kemudian Cilla berlalu, dengan mata memerah. Membuat Farka mau tak mau mengikutinya.

Cilla berhenti tepat dibelakang sekolah, Farka memandang gadis itu sendu. Gadis sekuat Cilla juga ternyata rapuh hanya karena cinta.

Kakinya melangkah mendekat, tangannya ia simpan diatas kepala Cilla, membuat gadis itu terkejut.

"Farka!"kesalnya. Setelah berhasil melihat siapa si pelaku.

Farka terkekeh seraya mengusap pelan pucuk kepala gadis itu, "Lo ngagetin gue aja! Untung nggak gue tonjok!"

Suaranya serak, Farka mengerti gadis itu.

"Ada masalah sama cowok lo?"tanya Farka seraya duduk disamping Cilla. Ia bertanya supaya nanti dengan mudah memberikan lelaki itu pelajaran.

"Ada, tapi gue nggak bisa cerita sama lo kali ini." Farka mengernyit, tak biasanya Cilla seperti ini. Namun, Farka mencoba memahami.

"Cinta tuh ribet Cil, kenapa lo harus terjun ke dunia itu?" Cilla terkekeh mendengar penuturan Farka. Dia menoleh, memandang wajah Farka yang tegas.

"Lo juga kalo udah jadi bucin, gaakan sungkan buat diribetin sama urusan percintaan,"jelas Cilla seraya meraih tangan Farka.

Digenggamnya tangan kekar milik Farka,tatapannya tiba-tiba memudar, "Makasih udah jagain gue selama ini."

Cilla menunduk, genggaman ditangan Farka kian menguat, "Lo baik-baik aja 'kan Cil?"

Farka khawatir, Cilla mengangguk, "Gue cewek kuat 'Kan Ka?"tanyanya dengan suara getir,setetes airmata jatuh. Farka mengangguk pasti, "Lo Cewek paling kuat yang pernah gue temuin."

Farka tak berbohong, ia tak pernah menemukan gadis sekuat dan semandiri Cilla sampai sampai ini. Kehidupan gadis itu... semuanya, jika gadis lain yang mengalami mungkin saja mereka akan memilih untuk mengakhiri hidupnya.

Cilla bangkit, merentangkan tangannya. Farka menatapnya lamat.

"Boleh peluk gue Ka?" Farka tak mengerti, namun beberapa menit kemudian gadis itu mendapatkan apa yang ia pinta. Farka memeluknya, sangat nyaman. Cilla bersyukur memiliki sahabat sebaik Farka. Walaupun ia terkenal dingin namun ia sangat amat pengertian.

"Gue sayang sama lo Farka, gue udah nganggep lo Kakak gue."

Farka tersenyum miris, ia kembali mengelus surai gadis itu. Matanya memejam, "kalau dikehidupan kita selanjutnya... tolong jangan anggap gue kaya gini lagi."

***

Farka menghembuskan napas lega saat kakinya melangkah memasuki rumahnya. Entah kenapa rasanya begitu nyaman saat dirumah sendirian.

Terdudu lesu, Farka memilih untuk beristirahat di sofa. Tatapannya kosong memikirkan Cilla yang tak seperti biasanya.

Cinta itu ribet menurut Farka, dan kenapa Cilla mau-mau saja berpacaran dengan Gara?

Sebuah dering ponsel masuk ke indra pendengaran Farka, membuat lelaki itu mengernyit.

"Cilla?"

Dengan segera Farka mengangkat panggilan tersebut. Tak biasanya Cilla menelponnya seperti ini.

"Halo Cil? Lo kenapa?"

Terdengar suara isakan disana, alis Farka menukik tajam.

"Cil?"

"Gue hamil."

Mata Farka membulat, tak pernah ia duga sebelumnya gadis yang begitu ia jaga kehormatannya kini telah kehilangan hal paling berharga untuknya.

"H-Hah?"

"Gue hamil dan Gara gamau tanggung jawab, dia... Cuma jadiin gue pelampiasan."

Farka tak paham, apa maksud dari ucapan Cilla.

"Gue nggak ngerti, sekarang posisi lo dimana?"

Farka bangkit, bersiap untuk pergi.

"Jangan cari gue Ka, Gara udah nggak mau liat gue, yang dia mau cuma Dalta."

"Lo nggak boleh kaya gitu, gimanapun Gara harus tanggung jawab!"sentak Farka menahan emosi. Terdengar kekehan Cilla yang terdengar amat sangat menyakitkan.

"Buat apa? Gue udah nggak diharapin siapapun, gue cuma sampah Ka, gue nelpon lo karena gue mau pamit."

Terdengar isakan kencang yang semakin membuat Farka kebingungan.

"Pamit kemana? Rumah lo itu disini, lo nggak punya sodara jauh atau temen selain gue sama Svarga."

"Ke neraka mungkin?"

"CILLA!"

Napas Farka semakin memburu, terdengar tawa yang menggelegar menjauh dari ponselnya.

"CILLA LO DIMANA SEKARANG?!"

Airmata Farka perlahan turun, saat tawa itu semakin redup. Ia bergegas keluar dari dalam rumahnya berniat untuk menemui gadis yang sangat begitu ia jaga selama ini.

"Non Cilla tidak ada dirumah Den Farka,"jelas pembantu dirumah gadis itu.

"Apa sebelumnya Cilla bilang sesuatu sama Bibi?"tanya Farka. Bibi mengangguk, "Non Cilla bilang kalo Bibi harus jaga diri Bibi baik-baik."

Farka memundurkan tubuhnya, lalu ia teringat Svarga. Lalu tiba-tiba ponselnya bergetar menunjukan nama lelaki yang baru saja terlintas di otaknya.

"Ka, gue dapet telpon dari Cilla ngomongnya jadi ngelantur gajelas gitu, gue nanya ada apa dia cuma diem terus bilang kalo dia mau pamit."

Farka mengusap wajahnya, "Lo kesini sekarang rumah Cilla, bantu gue cari dia."

"Oke."

Farka menajamkan matanya, napasnya memburu begitu mengingat wajah Gara dan...

"Dalta? Siapa Dalta?"

Dalta & FarkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang