25. Baper

40 10 0
                                    

"Kita putus."

Kalimat pertama yang terlontar dari mulut Dalta membuat Farka terdiam.

"Lo sebenernya udah tau semuanya 'kan?"tanya Dalta. Saat ini keduanya berada di taman. Farka mengangguk kaku, "iya, gue tau semuanya."

"Tapi gue gamau kita pisah,"lanjut Farka dengan mata menatap lurus iris hitam milik Dalta.

"Sinting." Dalta tertawa dengan suara serak, ia menahan sekuat tenaga agar tidak menangis.

"Bodohnya gue,"lirih Dalta. Ia berbalik, "kita selesai disini. Jangan pernah muncul di hadapan gue lagi."

Dalta meninggalkan Farka yang kini mematung, menatap punggung Dalta yang semakin menjauh.

Farka mengusap kasar wajahnya,"kenapa jadi kaya gini?"

Lelaki itu berjalan lunglai, memasuki kelasnya. Wajahnya yang datar kini semakin datar.

Svarga yang sedang duduk ditempatnya mengernyit bingung.

"Lu kenapa nyet?"

Farka hanya menoleh,tanpa memberikan jawaban apapun.

"Dih bangsat." Svarga menggerutu, kemudian lelaki berhidung mancung itu kembali pada kegiatannya.

"Cilla udah ketemu."

"HAH?!" Svarga berteriak, hampir saja ia melempar ponsel yang berada di tangannya.

"Dia ada sama Gean,"tambah Farka dengan mata layu. Svarga hendak bangkit untuk bertemu dengan Gean, ia ingin memarahi rekan pacarnya itu karena telah berani menyembunyikan sahabatnya.

"Kakaknya Dalta."

Svarga mengerutkan kening,"Kakak Dalta?"ulang Svarga.

"Iya, Gean kakak Dalta."

"Oh kirain Gean osis,"lega Svarga hendak kembali duduk. Farka menoleh, "emang Gean osis,dia Kakak Dalta."

"APA?!" svarga terlonjak, ia terjungkal saking kagetnya dan itu terlihat lebay di mata Farka.

"Gitu aja terus, aneh gue Lula mau sama cowok kaya lo." Svarga membenarkan posisinya kemudian menahan kedua bahu Farka yang kini menyerong padanya.

"Gimana keadaan Cilla?dia baik-baik aja 'kan?"tanya Svarga khawatir sekaligus lega.

"Iya, dia baik,"jawab Farka.

"Tapi hubungan gue sama Dalta yang nggak baik,"lanjutnya. Svarga menyipitkan matanya.

"Dalta tau kalo dia cuma gue jadiin buat bales dendam ke Gara,"ujarnya dengan mata memejam, kepalanya kini bersender pada kepala kursi.

"Nahkan bego sih, udah dibilangin juga."

Svarga malas sebenarnya untuk ikut campur masalah percintaan Farka yang menurutnya enggak banget itu.

"Lo suka beneran sama Dalta?"tanya Svarga memastikan. Farka tanpa ragu mengangguk, "Iya, gue nggak sadar sebenernya dari awal gue tertarik beneran sama dia."

"Tapi Dalta nggak mungkin percaya sama gue, rasa percaya dia sama gue udah ilang." Farka memilih untuk tidur, sebenarnya dia tidak pernah ingin tertidur didalam kelas tapi... ya sudahlah.

"Kalo cinta, lo kejar, kalo nggak bisa lo gapai balik, puter arah, relain."

***

"Dalta, bisa buka pintunya?"

Gadis itu memilih untuk membisu, ia segera melompat keatas kasur. Kembali terisak.

Dalta izin setelah mengetahui kebenaran yang terungkap, gadis itu tidak habis pikir.

Gean yang berada di luar terus mengetuk pintu, berharap Dalta berbicara kepadanya.

Namun, gagal. Dalta malah semakin larut dalam kesedihannya.

"Dalta, ini Bunda. Buka pintunya, Bunda mau ngomong." Suara wanita paruh baya terdengar membuat tangisan Dalta terhenti.

Segera ia membuka pintu, pandangannya langsung terarah pada wanita yang telah melahirkannya.

"Bunda jahat..."

Airmata turun begitu saja di pipi Bunda, ia merentangkan tangannya.

"Sini sayang, Bunda jelasin." Dalta menghambur ke pelukan Sang Bunda.
Menangis sejadi-jadinya. Dadanya sesak, hatinya sakit teramat sakit.

"Maafin Bunda karena kamu lahir di rahim Bunda, bukan di rahim yang sama dengan Gean."

Gean yang berada di sana hanya menunduk, jujur awalnya Gean sangat membenci wanita yang menyakiti Ibunya. Sampai kecelakaan terjadi dan kedua orangtua Gean tiada dan Bunda menjadi orang pertama yang berada di sisinya.

Kemudian Gean melihat Dalta, perempuan cantik yang lugu saat itu. Gean bertekad untuk menjaga Dalta tanpa tahu bahwa ia adalah Kakak tiri gadis itu.

"Engga Bunda, Dalta nggak pernah nyesel lahir dari rahim Bunda." Dalta sesegukan, ia semakin mengeratkan pelukan.

"Dalta cuma kecewa kenapa Bunda nggak jujur yang sebenernya waktu Dalta sama Gean kenal."

Dalta menangis semakin keras, membuat Gean tak tega. Ia ingin sekali memeluk Dalta namun dirinya tak memiliki keberanian.

"Bunda takut, Bunda takut kamu benci sama Bunda." Dalta menggeleng kuat, "Nggak Bunda."

"Dalta sayang Bunda, sayang banget."

Bunda melepas pelukan, ia menghapus semua airmata yang jatuh. Menarik napas kemudian tersenyum, "Bunda sayang Dalta juga, sekarang kamu dengerin dulu Gean ya? dia mau ngomong. Bunda mau bikin donat dulu."

Bunda melenggang pergi, kini tinggal Gean dan Dalta yang berada di hadapan kamar gadis itu.

"Ta, gue--"

"Untung gue nggak baper sama semua kelakuan lo selama ini, kalo gue baper masa gue demen sama kakak sendiri?"

Dalta & FarkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang