⁰⁵¤ Fünf Kapitel ¤

74 38 9
                                    

Hi readers!
Update a new chapter
Dont forget to coment and vote!

"Sampai kapan kita harus disini?" ujar Reva memecah keheningan setelah lebih dari 3 jam mereka terdiam di ruangan tersebut tanpa mengucapkan sepatah kata pun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sampai kapan kita harus disini?" ujar Reva memecah keheningan setelah lebih dari 3 jam mereka terdiam di ruangan tersebut tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

"Entah lah, gue ga tau juga rev. Pusing kepala gue, semua ini terlalu tiba-tiba." balas Anaya menyembunyikan wajah nya diantara kaki nya.

"Gue cape! Bisa ga kita keluar dari sini sekarang?" Reva kembali duduk dan mengambil tongkat bisbol yang tergeletak di sudut ruangan itu,"Kara dan Kania udah jadi korban, satu persatu dari kita juga akan berakhir seperti mereka."antara pasrah dengan malas Anaya berkata seperti itu secara tiba-tiba.

Semua hening, setelah kata-kata itu keluar. Pada situasi saat ini mereka tidak mengetahui apa yang harus mereka lakukan, keluar tanpa strategi yang tepat sama saja dengan bunuh diri.

"Bisa ga lo jangan cuma diam?, mikirin kek cara kita kedepannya!" suara bentakkan itu kembali menggelegar di seisi ruangan, Reva berteriak kearah Via yang sedari tadi hanya sibuk menundukkan wajah nya.

Aya yang paham jika Via itu orang yang tak bisa dibentak sama sekali berusaha menenangkan Reva yang masih tersulut emosi, "Udah jangan kebawa emosi."

"Jangan salahin orang, kalo lo belum sempurna!" kali ini Putri yang angkat bicara, bahkan disetiap kata nya masih tercetus perasaan tak suka terhadap Reva

"Bisa ga kalian jangan pada nyimpan dendam? Kita harus kerja sama sekarang! Gimana caranya kita kerja sama kalo kalian terus ribut?" muak! Anaya sangat muak dengan keadaan saat ini, kenapa pada saat seperti ini mereka malah saling menyalahkan satu sama lain? Bukan nya bekerja sama agar bisa bertahan hidup.

"Lu ungkit-ungkit masalah tau ga?" perdebatan antara Reva dan Putri terjadi begitu cepat, "Lu ga sadar diri?"

"Sudah cukup, maafkan aku! Biarkan aku pergi." Via melangkah kearah pintu berniat ingin keluar dari ruangan itu.

Namun belum sampai ia di pintu lengan nya ditahan oleh seseorang dari arah belakang lalu menarik nya agar kembali duduk,"vi, udah ya tetap disini, kita udah kehilangan kara sama kania. Haruskah kita kehilangan lo juga?" ucap Aya lembut sambil mengelus tangan Via yang di iringi dengan senyuman manis nya.

"Kalo dia mau mati biarin aja kali ay, ga guna nahan orang egois kayak dia," ucapan itu tiba-tiba saja keluar dari mulut Reva tanpa memikirkan perasaan orang yang ia maksud.

Tidak! Via tidak bisa lagi membendung air mata nya lagi. Air mata itu mengalir deras dari mata indah nya, tak tertahan! Rasa takut, trauma, penyesalan, rasa bersalah bersatu padu menusuk hingga ke ulu hati nya.

"REVA! JAGA UCAPAN LO ANJ," ujar Putri berteriak kearah Reva yang masih santai memejamkan mata nya, tanpa peduli kepada perasaan Via.

Apa Reva segampang itu melupakan kebaikan orang lain? Tidak! Dia bukan orang yang seperti itu, tapi mereka juga tidak bisa menyalahkan dia terus-terusan karena disini Via juga memiliki kesalahan.

Hav Av Blod ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang