BAB XIV : Aku Lapar

183 33 3
                                    

Suara kicauan burung membangunkan Preticia yang sedang terlelap. Ia mengucek matanya dan menatap sekitarnya. Tak dapat ia sangka sebelumnya bahwa ia berhasil tertidur dengan nyenyak di tengah hutan sepanjang malam.

"Kau sudah bangun?" tanya Lynch yang ternyata juga sudah bangun.

"Ya," jawab Preticia dengan suara khas bangun tidur.

"Aku juga baru bangun," jawab Lynch yang dibalas anggukan oleh Preticia.

"Mau langsung pulang?"

"Boleh cari makan dulu tidak? Aku lapar!"

Lynch menyetujui hal itu. Ia bangkit berdiri dan berjalan ke sembarang arah sambil melihat-lihat pohon di sekitarnya, diikuti oleh Preticia.

Cukup lama mereka berjalan tapi tak kunjung mendapatkan makanan. Hingga tanpa bisa dicegah, perut Preticia berbunyi di tengah perjalanan.

"Maaf! Aku benar-benar sangat lapar." Preticia malu. Benar-benar sangat malu. Bahkan selama Preticia tinggal diistana Duke, ia tak pernah merasa kelaparan seperti ini. Rasa lapar ini membuatnya jadi sedikit lemas.

"Kautunggu saja di sini. Biar aku yang mencari makanan!"

"Aku tidak mau!"

Di hutan, baik siang maupun malam, itu sangat menyeramkan.

Mereka lanjut berjalan dengan tenang. Tak ada percakapan apapun lagi di antara mereka sampai mereka mendengar suara air yang mengalir.

"Aaa Lynch ... ada sungai!" serunya heboh.

Mendengar suara air Preticia tak bisa menyembunyikan perasaan gembiranya. Ia melompat kecil karena saking senangnya dan ingin berlari ke arah depan.

"Hei ... hei ... kau mau ke mana? Arahnya ke sini!" Lynch menarik lengan Preticia yang ingin berlari ke arah utara, padahal sumber airnya terdengar dari arah timur.

"Oh sana ya? Yaudah ayo cepat Lynch!" Berganti Preticia yang menarik tangan Lynch untuk cepat-cepat menghampiri suara air tersebut.

"Kau senang sekali mendengar air?" tanya Lynch di tengah perjalanan mereka.

"Aku sangat haus sekali. Rasanya seperti menemukan harta karun!" Preticia tak bercanda mengucapkan hal itu. Selama sembilan belas tahun hidupnya, ia tak pernah merasa kelaparan dan kehausan seperti ini. Jika ia lapar, tinggal meminta pelayan. Begitu pun saat ia haus. Tak pernah sekalipun ia mencari makan dan minum terlebih dahulu untuk bisa mendapatkannya.

"Kenapa jauh sekali sih? Kapan sampainya?"

"Hei ... tenanglah! Sebentar lagi akan sampai," jawab Lynch saat Preticia semakin terburu-buru.

"Aaa ... Lynch itu sungainya!" Kembali. Preticia kembali memekik girang sambil melompat-lompat kecil. Rasanya ia ingin segera berlari menuju sungai kalau lagi-lagi Lynch tidak kembali mencegahnya.

"Lihat ada tanah miring, hati-hati! Biar aku duluan yang turun."

Lynch turun terlebih dahulu, lalu disusul oleh Preticia.

Saat kakinya menapaki tanah selanjutnya yang sangat miring, Preticia terpeleset dan hampir saja terjungkal ke depan jika saja Lynch tidak menangkap tubuhnya lebih cepat.

Preticia panik bukan main, ia seperti merasa nyawanya hampir melayang namun tertahan begitu saja. Juga semakin terkejut kala ia berada dalam dekapan Lynch.

Preticia tak bisa menentukan apa arti dari detak jantungnya saat ini. Karena kedekatannya dengan Lynch atau karena ia hampir saja terjatuh?

"Kau tak apa?" Lynch bertanya dan Preticia hanya mampu menganggukkan kepalanya saja.

I Want To Be With You [The End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang