Preticia membuka matanya dengan perlahan, menatap sekitar yang tampak begitu asing baginya. Setelahnya menutup kembali matanya, lalu membukanya lagi, menatap sekitar yang masih terlihat begitu asing untuknya. Terus seperti itu sampai beberapa menit ke depan untuk memastikan apakah ini mimpi atau kenyataan.
Setelah yakin bahwa ia telah tersadar dari tidur panjangnya, Preticia terbangun dari tidurnya, berusaha untuk duduk di kasur yang layak untuk ditiduri.
Preticia sadar bahwa ia sedang berada di kamar yang asing, bukan kamar Lynch maupun kamarnya. Kamar ini terkesan mewah dengan bunga penghias sebagai dekorasinya. Kain selembut sutra membalut tempat tidurnya disertai dengan kasur yang empuk dan nyaman untuk ditiduri. Juga terdapat kaca besar yang memantulkan bayangan dirinya.
Dari semua detail itu, Preticia sadar bahwa ia sedang berada di istana Kerajaan Vantopia. Meskipun Preticia tidak pernah kemari, tapi kemewahannya sudah membuktikan bahwa ia berada di istana Kerajaan Vantopia. Entah bagaimana Preticia bisa sampai kemari, yang ia ingat hanyalah ucapan Pangeran Eldrick yang mengajaknya untuk menikah, setelah itu Preticia tak ingat apapun lagi. Sepertinya ia tidak sadarkan diri setelahnya.
"Tuan Putri, kau sudah bangun?" tanya seorang pelayan yang memasuki kamar. Tak hanya satu melainkan banyak.
"Aku ada di mana?" tanya Preticia dengan suara yang serak. Tenggorokannya terasa kering, ia butuh minum sekarang.
"Tuan Putri sedang berada di istana Raja," jawabnya. "Mari kami bantu Tuan Putri!" lanjutnya. Ia membantu Preticia yang ingin bersandar pada kepala ranjang.
"Aku haus," ucap Preticia dengan suara yang lirih. Salah seorang pelayan memberikannya gelas yang sudah terisi air dan Preticia pun menegak air itu hingga habis.
"Tuan Putri, Pangeran menyuruh kami untuk menjagamu. Kau dilarang untuk banyak bergerak sebab kakimu masih bengkak." Preticia menatap kakinya yang dibalut perban.
"Kakiku ..." Preticia terdiam, tak jadi melanjutkan ucapannya.
"Kaki Tuan Putri tidak apa-apa, hanya sedikit terkilir. Beberapa hari kemudian pasti akan sembuh," jawab salah seorang pelayan yang berdiri paling depan.
Preticia mengangguk sambil memejamkan matanya, memijit pelipisnya untuk meredakan rasa pusing yang menghantam kepalanya.
"Apa Tuan Putri butuh sesuatu?"
"Tidak!" jawabnya. "Hmm ... sudah berapa lama aku tertidur?" lanjutnya.
"Dua hari Tuan Putri," Preticia terkejut mendengarnya. Selama itukah ia tertidur?
"Apa ada lagi yang Tuan Putri butuhkan?"
"Tidak! Kalian bisa pergi," namun tak ada pergerakan apapun dari mereka.
"Ada apa? Apa kalian ingin menyampaikan sesuatu?"
"Tidak Tuan Putri! Tapi kami diperintahkan Pangeran untuk tidak meninggalkan Tuan Putri sendirian walaupun hanya sebentar. Kami disuruh memantau Tuan Putri selama 24 jam penuh," Preticia tercengang mendengarnya. Oh ayolah, bukankah ini sudah keterlaluan?
Bahkan meskipun Preticia marah-marah terhadap mereka, itu juga tidak akan ada gunanya. Sebab mereka hanya menjalankan tugas. Itu sebabnya Preticia memilih untuk berdiam diri lalu kemudian tidur.
Namun baru beberapa menit memejamkan mata, tiba-tiba ia mendengar suara pintu yang terbuka cukup kencang. Preticia berjengkit kaget dan melihat Pangeran Eldrick berjalan ke arahnya sambil tersenyum.
"Tinggalkan kami berdua!" titah Eldrick yang langsung dituruti oleh mereka.
Selepas memberi salam hormat pada Pangeran Eldrick, mereka berjalan pergi keluar kamar lalu menutup pintu.

KAMU SEDANG MEMBACA
I Want To Be With You [The End]
Romance[Cerita ini hanyalah karya fiksi semata baik nama, tempat, penokohan, serta nama organisasi. Semua tidak terjadi di dunia nyata dan hanya bersifat khayalan. Mohon bijaklah dalam membaca. Terima kasih!] #mari vote dan komen, wahai kalian yang membaca...