Lynch tertekan.
Ia menatap punggung Preticia yang berjalan di depannya dengan perasaan cemas. Dirinya takut jika ini adalah keputusan yang salah.
Tak pernah Lynch sangka sebelumnya bahwa hatinya akan jatuh pada seorang putri bangsawan yang seharusnya ia benci. Namun saat ia bertemu dengan Preticia, alih-alih membencinya, ia justru malah merasakan getaran asing yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Lynch sadar, ada yang aneh dengan dirinya sejak pertama kali ia bertemu dengan Preticia. Namun Lynch berusaha menepis itu, apalagi semenjak ia tahu siapa Preticia sebenarnya.
Sejak awal Lynch berusaha mendorong gadis itu menjauh, mengusirnya agar pergi dari hidupnya. Tapi entah mengapa tidak pernah berhasil, seakan ada hal magis yang berusaha mendekatkan mereka.
Konyolnya Lynch membuat cerita bohong hanya agar gadis itu terlihdungi, padahal ia bisa saja jujur agar Preticia pergi dari lingkungannya. Tapi Lynch tidak melakukan itu.
Lambat laun Lynch pun mulai menikmati kebersamaan mereka. Lynch menyadari itu saat ia bersama dengan Preticia mengantre untuk mengambil air. Tatapan penasarannya juga raut wajah kesalnya terlihat lucu di mata Lynch. Jantungnya jadi berdebar kencang kala Preticia menatap dirinya seintens itu. Karena tak ingin Preticia menjadi tahu kegugupannya, Lynch pun berujar.
"Jangan terus menatapku. Aku risih jika ditatap seperti itu!"
Percakapannya ringan, namun entah mengapa begitu berarti bagi Lynch. Ia gugup kala melihat senyum itu, senyum yang seperti mengajak orang-orang di sekitarnya untuk tersenyum, Lynch menyukai semua hal yang ada dalam diri Preticia.
Entah apa yang gadis itu lakukan kepadanya, namun berada di dekatnya seperti ada aura magis yang membuat Lynch jadi ingin terus melindungi gadis itu dari panasnya terik matahari. Namun sebelum bisa melakukan itu, Alice datang dan mengajaknya untuk makan siang.
Awalnya Lynch tak ingin peduli pada Preticia dan meninggalkannya, namun lagi-lagi ia dikalahkan oleh egonya yang ingin melindungi gadis itu. Ia pun mengajak Preticia untuk pergi bersama mereka.
Bahkan meskipun banyak orang yang mengelilinginya, Lynch hanya ingin terus menatap Preticia.
Secara diam-diam ia memperhatikan apa yang tengah dilakukan gadis itu, pasti sulit baginya untuk berinteraksi. Apa dia menyukai makanannya? Itulah yang ada dipikiran Lynch tentang Preticia.
Ada perasaan kesal saat Preticia mau-mau saja disuruh oleh Viana untuk mengantre air sendirian. Dalam hati, Lynch terus saja merutuki kebodohan Preticia.
Dia ini bodoh atau apa?
"Kau mau ke mana Lynch?" tanya Viana kala itu.
"Aku harus menyusulnya. Kau tahu 'kan untuk mengambil air harus ada tanda pengenal?" ujarnya dengan nada dingin. Tanpa menghiraukan mereka lagi, Lynch berjalan menjauh dari sana dan menyusul Preticia.
Semula ia tak menyangka, Preticia benar-benar berdiri di tengah terik matahari panas selama berjam-jam hanya untuk mengambil air yang tak seberapa. Hal itu membuat Lynch menungguinya dari kejauhan sambil terus menatap Preticia.
Hingga tibalah giliran Preticia. Lynch terkekeh pelan saat melihat raut wajah yang pucat dari gadis itu, rasanya Lynch ingin tertawa dengan sangat kencang sekarang.
Di mana keberaniannya tadi?
Tak ingin membiarkan Preticia terluka, Lynch menghampirinya dan berujar pada penjaga itu.
"Dia bersamaku!"
Lynch berusaha mati-matian menahan senyumnya kala ia mendapati Preticia memandanginya dengan intens. Lagi-lagi jantungnya berdebar tanpa bisa ia tahan.

KAMU SEDANG MEMBACA
I Want To Be With You [The End]
Romance[Cerita ini hanyalah karya fiksi semata baik nama, tempat, penokohan, serta nama organisasi. Semua tidak terjadi di dunia nyata dan hanya bersifat khayalan. Mohon bijaklah dalam membaca. Terima kasih!] #mari vote dan komen, wahai kalian yang membaca...