BAB XLII : Kau Cemburu, Ya?

145 20 10
                                    

"Kisah kita rumit, ya?"

Ketika sampai di tempat yang Lynch katakan, Preticia duduk di sebelah Lynch yang tengah menatap genangan air yang ada di hadapannya. Lynch menoleh ke arah Preticia saat menyadari keberadaannya.

"Jadi cintamu lebih besar daripada ketakutanmu, ya?" tanya Lynch.

"Bahkan aku merasa, sampai hari ini cinta itu terus tumbuh setiap harinya," Preticia melihat ke atas, di mana langit sedang dihiasi dengan bintang yang bertabur indah. Akibat pencahayaan yang tak terlalu terang, bintang tampak jauh lebih bersinar dibandingkan dilihat dari istana.

Begitupun dengan Lynch, ia ikut menatap ke arah yang Preticia tatap. Mencari sesuatu yang menjadi daya tarik gadisnya. Ketika itu, Lynch merasakan bahu kanannya yang terasa memberat. Ia melirik sedikit ke arah Preticia dan melihat Preticia yang sedang bersandar di bahunya sembari melihat ke sembarang arah. Lynch pun tersenyum tipis karenanya.

"Aku pernah membaca, katanya semakin kita menolak perasaan cinta itu, semakin besar cinta itu terus tumbuh. Saat kita jatuh cinta, tidak akan ada jalan keluar, tidak akan ada jalan untuk pergi dan melupakan, yang harus kita lakukan adalah menerimanya untuk menjadi bagian dalam diri kita," Lynch terdiam, menunggu kelanjutan ucapannya. "Sejak kau menyelamatkanku waktu itu, aku memandangmu sebagai orang baik. Tak peduli apa kata orang lain, di mataku kau itu orang baik.

"Saat kau mulai bercerita tentang kisah kelammu, aku semakin tenggelam. Saat itu aku menyadari bahwa aku mencintaimu bukan karena kebaikanmu, tapi karena itu adalah dirimu. Bahkan saat aku tahu kau pernah membunuh Ibumu sekalipun, aku tidak membencimu. Dan itu berlaku sampai sekarang.

"Aku mulai merasa takut saat kekelaman itu ditunjukkan kepadaku secara nyata. Rasanya aku ..." bahkan untuk melanjutkan ucapannya saja pun Preticia merasa tidak sanggup.

"Lynch, bagaimana caramu untuk melewati semua ini? Mengapa kau begitu tegar?" tanya Preticia, suaranya mulai serak akibat menahan isak tangisnya.

"Hanya tidak perlu membayangkan betapa buruknya kesulitan itu," katanya sembari mengambil tangan Preticia untuk ia genggam.

"Terima kasih,"

"Untuk?"

"Karena kau telah memilih untuk tetap berada di sisiku. Itu sudah cukup buatku!"

"Maaf, Lynch, aku menyakitimu. Kau pasti sempat merasa kecewa saat aku bilang bahwa aku takut padamu."

"Itu bukan masalah besar, siapapun pasti akan merasa takut saat mengetahui kalau kekasihnya itu ternyata adalah seorang monster."

Entah mengapa perkataan yang terdengar ringan itu membuat Preticia tertawa di sela isak tangisnya.

"Kenapa kau selalu menangis saat bersamaku? Aku jadi merasa sedih karena aku selalu memberikanmu air mata bukan kebahagiaan."

"Aaa tidak ... yang pasti ini bukan karnamu. Akunya saja yang cengeng."

Alasan yang sebenarnya air mata Preticia sering keluar saat bersama dengan Lynch adalah karena ia begitu mencintainya. Kerumitan hubungan mereka disertai ketidakmungkinan mereka untuk bisa bersama membuat Preticia jadi merasa takut. Ketakutannya berubah menjadi kesedihan yang mendalam baginya.

"Kudengar Pangeran Eldrick mencintaimu, apa itu benar?"

"Ya. Dan dia memintaku untuk membuka hatiku untuknya,"

"Lalu kau menerimanya?"

"Iya. Aku mencobanya, tapi tidak bisa. Hatiku selalu merasa sakit saat menerima kehadiran orang lain. Aku selalu merasa bahwa aku telah mengkhianatimu, Lynch."

I Want To Be With You [The End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang