1. Hari Pertama

278 22 4
                                    

Hari ini adalah hari terbaik bagi seorang gadis berparas ayu satu ini, ia terus tersenyum menyapa semua orang yang ditemuinya pertama kali di rumahnya. Oh tidak! Lebih tepatnya rumah Abi dan Uminya. Rumah seorang pengacara yang namanya sedang membumbung tinggi, yakni Deris Anselino Atmadja. Hari ini adalah hari pertama bagi seorang Miru berkuliah di Universitas terbaik di Indonesia jurusan pendidikan Matematika. Jika bertanya kenapa ia memilih jurusan pendidikan? Maka ia akan jawab kalau dia sangat suka menjadi guru yang membawa pengaruh besar bagi banyak orang.

"Awas jadi nggak waras senyum-senyum terus dari tadi!"

Miru yang mendengar suara ledekan dari laki-laki remaja berusia 12 tahun itu sontak menoleh. Ya, itu adalah adiknya, Fahri Purnama A. atau akrab dipanggil Fahri. Bagi Miru, Fahri ini sikapnya sangat menyebalkan tapi tetap adik terbaik sepanjang hidupnya.

"Hei kamu! Iri aja deh orang lagi bahagia. Udah sana balik lagi ke pesantren!" balasnya dengan sinis.

"Umi! Abi! Lihat aku di usir sama kak Miru!" Fahri sontak berteriak mencari pembelaan dari kedua orang tuanya.

"Sudah, kalian ini masih pagi ribut aja, adek habisin sarapannya dan Miru semangat ya kuliah pertamanya. Jangan terlambat lagi kaya ospek minggu kemarin, oke?" ucap Ansel kepada kedua anaknya yang selalu ramai setiap pagi.

"Siap Abi!" ucap kedua kakak beradik ini.

Arsyila yang melihat tingkah kedua putra putrinya hanya tersenyum. Baginya sudah sangat biasa melihat tingkah kedua anaknya yang bagaikan Tom and Jery jika sudah bertemu, tetapi akan sangat akrab kalau pergi keluar rumah berdua saja. Fahri meskipun menyebalkan, dia adalah teman main terbaik bagi sang kakak.

Mihrimah Hanindira .A. atau akrab dipanggil Miru. Huruf A di belakang namanya dan juga adiknya adalah Atmadja. Ansel sengaja tidak memperjelas nama kedua anaknya agar tidak ada yang tau bahwa mereka adalah anak dari Deris Anselino Atmadja. Ansel hanya tidak ingin kejadian yang pernah menimpa istrinya harus terulang kembali kepada anak-anaknya.

Miru, seorang gadis yang terkenal paling berisik dan aktif di antara keluarganya, sebenarnya adalah gadis yang cukup pendiam ketika di luar. Miru suka mengusik dan bersikap usil jika bersama keluarganya, tapi tidak ketika bersama orang-orang yang tidak terlalu akrab dengannya. Ia sedari tadi memperhatikan uminya yang sibuk mempersiapkan sarapan dan abinya yang mencuri-curi pandang ke istri tercintanya.

Dia sangat suka melihat keharmonisan kedua orang tuanya, apalagi setelah mendengar kisah perjuangan cinta abi dan uminya yang selalu ia dengar dari bundanya, Anggi. Ada satu hal yang masih belum dipahaminya sampai saat ini. Bagaimana mungkin Abinya jatuh cinta hanya karena melihat senyuman uminya? Hal itu membuat ia seperti tidak percaya tapi jika melihat abinya yang tidak melepas pandangannya ke uminya, sudah tentu kisah itu benar terjadi.

"Ekhem! Miru kok senyum-senyum sendiri? Hayooo.... Senyumin apa?" tanya Arsyila padanya yang terus mengangkat kedua sudut bibirnya dan hanyut dalam lamunan.

"Hm... bukan apa-apa kok Mi. Umi, hari ini Miru bawa motor sendiri ya?" jawab Miru dan meminta izin agar diperbolehkan mengendarai motor kesayangannya.

"Tanya sama Abi, kan kunci motornya di Abi." Arsyila melirik ke arah Ansel.

Miru mengikuti ekor mata uminya yang melirik ke arah Abinya dan ia mencoba tersenyum sebaik mungkin guna merayu abi tercintanya.

"Huft.... Oke, tapi janji hati-hati bawanya," ucap Ansel tersenyum pasrah jika sudah melihat putri kesayangannya tersenyum begitu menggemaskannya.

Mereka menghabiskan sarapan pagi dengan keadaan yang tenang. Setelah menghabiskan sarapan dengan penuh semangat, Miru beranjak dari kursi dan segera berpamitan pada kedua orang tuanya untuk berangkat ke kampus.

Long Time & Distance Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang