26. Mimpi Yang Sama

60 13 2
                                    

Assalamualaikum guys 🤗
Apa kabar nih?
...
Aku kembali lagi loh 🤭
Oke deh
Happy Reading ya ...
Warning banyak typonya ...
.
.
_______________________________

Waktu bergulir dimana Miru kini sudah bisa beraktifitas seperti dulu lagi. Ia menjalani hari-harinya dengan meneruskan bimbingan skripsi mengejar ketertinggalan. Meskipun terlihat baik-baik saja, Miru masih harus menjalani konsultasi dengan psikiaternya dan meminum obat sebelum pergi keluar rumah. Ia tetap harus menjaga perasaannya agar tetap tenang dan tidak merasa cemas yang berlebih.

Kepolisian yang terus memantau kasus dari Alzam melihat perkembangan kesehatan Miru dan meminta agar Miru siap menjadi saksi di persidangan Alzam. Ia memang tidak keberatan, namun rasanya sangat sulit untuk melihat wajah dari orang yang hampir menghancurkan kehidupannya. Tapi walupun begitu, dia harus berjuang dan mencoba menetralkan dirinya. Satu hal yang harus ia lakukan untuk kebaikan dirinya ialah memaafkan Alzam. Yah hatinya memang memaafkan dan mengikhlaskan apa yang sudah terjadi dengannya, namun hukum tetap berjalan.

Berbeda dengan Miru yang fokus dengan banyak hal, Farzan sudah menjalani kegiatan perkuliahannya di negri kincir angin ini. Meskipun disibukkan dengan banyak tugas perkuliahan dan seminar yang mengharuskan ia bepergian, Farzan tidak pernah absen untuk memantau kabar Miru dari Ali. Tanpa Miru ketahui bahwa Farzan selalu berkabar dengan Ali mencari informasi mengenai perkembangan Miru. Ali tidak keberatan untuk mengabari Farzan mengenai Miru yang sudah kembali sehat dan baik-baik saja.

"Aku tau waktuku tidak sebentar, namun jika memang ada orang yang lebih baik dariku kelak dan bisa menjagamu sebaik mungkin maka aku ikhlas. Semoga kamu selalu bahagia dan dalam lindungan Allah ya mahasiswa bawel," monolognya seraya tersenyum memandang layar ponselnya karena dirinya kini tengah melihat foto wisuda Miru yang baru saja dikirim oleh Ali.

***

"Miru!" teriak seseorang pria yang berlari ke arah gadis yang sudah tergulai lemas setengah sadar.

"Miru, kamu akan baik-baik saja, please jangan pergi. Aku mohon Miru!" pria itu terus berteriak menyebut nama sang gadis seolah-olah gadisnya akan pergi.

Wajah sang pria tidak terekam dengan jelas pada ingatan memori sang gadis. Gadis yang akrab dipanggil dengan nama Miru hanya berpikir bahwa saat itu yang memeluk dan meneriaki namanya adalah Abinya.

Miru benar-benar tidak dapat mengingat apa yang terjadi setelahnya, namun rangkaian peristiwa masa lalu datang lagi secara tiba-tiba. Seorang pria dengan langkah kaki menuju ke arahnya dengan teriakan yang terdengar cemas. Ia tidak bisa melihatnya, akan tetapi beberapa kalimat terekam begitu jelas.

"Andaikan waktu bisa terulang kembali, mungkin semua ini tidak akan terjadi denganmu. Aku tau kalau aku ini hanya pengecut yang tidak berani mendekatimu karena memang keadaan yang tidak mendukung."

"Jaga dirimu baik-baik dan segeralah bangun karena semua orang-orang yang menyangimu menunggumu. Jika takdir berpihak, semoga saja aku masih ada kesempatan suatu saat nanti. Selamat tinggal Mihrimah Hanindira, Assalamu'alaikum."

Dia akan pergi? Hei kamu mau pergi kemana? Siapa kamu? Kenapa pergi begitu saja?" Hei tunggu!

Pip pip pip piiiiiiiiiiiiiiipppppppppp

"Huft, suara alarm lagi, menyebalkan! Selalu terbangun di mimpi yang sama. MasyaAllah sudah jam dua pagi, aku harus cepat-cepat ambil wudhu." Miru segera mematikan alarm seperti biasanya dan mengomel sendirian karena merasa mimpinya belum selesai.

Long Time & Distance Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang