17. Tidak Suka

74 13 1
                                    

"Miru!" teriak sosok manusia yang baru saja keluar dari ruang dosen dan membuat Miru maupun Jia sama-sama terkejut.

"Astaghfirullah Arnaf, ada apa sih teriak-teriak segala?" protes Jia.

"Temen-temen, akhirnya proposal aku di ACC sama pak Farzan, sekarang lanjut buat ke pembimbing satu dan bisa segera mengurus pendaftaran untuk ikut seminar bulan ini." Arnaf menunjukkan bubuhan tanda tangan Farzan yang ada pada proposalnya.

"Alhamdulillah..." sahut Miru dan Jia yang merasa ikut senang mendengar kabar soal Arnaf.

Ting!

Bu Citra : Mir, masuk ke ruangan ya. Bawa proposal yang sudah kamu revisi.

Miru mengangkat kedua sudut bibirnya setelah mendapat notif pesan dari dosen pembimbing keduanya. Dosen yang dimana sikapnya sangat keibuan. Berbicara dengan dosennya satu ini terkadang membuat Miru seperti sedang berhadapan dengan Uminya.

"Guys, aku masuk dulu ya. Bu Citra minta aku buat masuk ke ruangan sekarang juga."

"Bismillah, semangat Miru. Aku tunggu kamu di sini sampai bimbingan kamu selesai." Arnaf memberi semangat untuk Miru.

"Iya Mir, semangat ya. Maaf ya kalau nanti misalnya aku nggak bisa nunggu kamu selesai bimbingan karena setelah ini aku harus ke dekanat." Sesal Jia karena tidak bisa menemani Miru.

"Iya nggak apa-apa kok Jia, yaudah aku masuk dulu ya."

Miru memasuki ruangan dosen, ia sangat gugup setiap kali menemui Citra karena khawatir kali ini proposalnya akan di coret-coret lagi seperti biasanya. Citra memang baik tapi beliau sangat tegas dan teliti sekaligus professional. Banyak mahasiswa yang segan jika bertemu dengannya.

Miru melangkah dimana Citra sudah melihat ia dan menyambutnya dengan senyuman. Tapi, Miru sedikit merasa sebal karena selalu saja ada Farzan di sebelah bu Citra. Walaupun memang tempat duduk Farzan di sana, tapi ia berpikir kenapa Farzan tidak pergi dulu kemana gitu ketika dirinya akakn bimbingan. Namun setelah di pikir-pikir, memangnya dia siapa. Lucu sekali dirinya ini seolah sedang berpikir mengatur-ngatur posisi duduk dosennya sendiri.

"Assalamu'alaikum, Bu," ucap Miru seraya menyalami tangan Citra.

"Wa'alaikumsalam, sehat Mir?" tanya Citra membalas ucapan salam Miru.

"Alhamdulillah, Bu. Oh iya ini proposal Miru yang sudah di revisi sekaligus sudah Miru tandain beberapa yang menjadi revisian minggu lalu."

"Oke, saya lihat dulu ya, oh iya hari ini kamu datang ke kampus sama Arnaf lagi?" tanya Citra dengan tangan yang membuka lembaran proposal milik mahasiswinya ini.

"Iya Bu, tadi ketemu di depan kampus. Kenapa bu?"

"Nggak apa-apa, saya hanya heran saja melihat kalian kemana-mana bareng. Dimana saya lihat kamu pasti ada Arnaf juga di situ."

"Ibu ini kaya Jia, selalu bilangnya gitu. Namanya juga temen jadi wajar bareng-bareng kan bu, kami juga hanya mengurus skripsi bareng-bareng biar bisa sama-sama lulus cepet," jelas Miru ke Citra.

"Oohh gitu, bukan karena ada apa-apa? Awas jadi jodoh kalian," Citra mencoba meledek Miru.

Ucapan Citra sontak membuat orang yang duduk meja sebelahnya menoleh. Ia sebenarnya dari tadi mendengarkan obrolan antara mahasiswa dan dosen pembimbingnya ini. ia sudah menduga arah pembicaraan Citra tidak masuk akal. Wajar dong teman saling support untuk skripsian bareng, kenapa disangkut pautkan dengan jodoh segala.

"InsyaAllah nggak ada apa-apa kok bu, kami memang berteman dan saling support aja di semester akhir."

Insya Allah? Artinya ada kemungkinan akan ada apa-apa dong nantinya. Haduh Farzan kenapa kamu jadi berasa lagi nguping pembicaraan mereka sih?

Farzan terus bermonolog dalam hatinya seolah ia ikut dalam perbincangan itu namun tidak bersuara. Ia mencoba mengotak-atik laptopnya seakan-akan ia sedang sibuk. Tidak ada yang tau bahwa pikirannya ini mengacau kemana-mana.

"Oohh gitu, oke deh ini sudah bagus. Proposal kamu saya Acc, setelah ini langsung temuin Pak Handi untuk diperiksa. Jika beliau Acc hari ini juga, maka kamu bisa segera persiapkan berkas untuk daftar seminar secepatnya." Citra memberikan proposalnya ke Miru.

"Alhamdulillah, terima kasih banyak bu. Sekarang juga Miru akan menemui pak Handi untuk proses lanjutannya. Sekali lagi terima kasih banyak ya, Bu. Assalamu'alaikum." Miru bangkit dan menyalami tangan Citra sebelum akhirnya ia pamit keluar ruangan dengan mata yang berbinar-binar.

"Wa'alaikumsalam, setelah keluar panggil anak bimbingan ibu yang lainnya ya nanti Mir," ucap Bu citra sebelum Miru membuka pintu ruang dosen untuk keluar.

Miru mengangguk dan keluar ruangan dengan perasaan yang mendebarkan. Yah bagi seorang Mahasiswa tingkat akhir ketika proposalnya di tanda tangani itu adalah kabar yang membahagiakan. Ia keluar dan ternyata masih ada Arnaf yang menunggunya. Ia menunjukkan tanda Acc di sepan cover proposalnya dengan sangat bahagia. Mereka berdua pun akhirnya lanjut menemui dosen pembimbing pertamnya masing-masing.

"Mir, kalau kamu sudah selesai lebih dulu tungguin aku ya nanti," ucap Arnaf.

"Siap, yaudah aku duluan ya, Naf. Kita ketemu lagi aja nanti di sini. Bye." Miru melangkah dengan cepat menuju gedung Jurusan lain.

Pembimbing mereka berdua berada di gedung jurusan yang berbeda. Kegigihan mereka untuk bisa lulus cepat dari kampus ini tidak bisa dibandingkan dengan apapun.

***

Farzan yang sedari tadi menahan rasa sebalnya terhadap Citra, kini hanya diam saja.

"Hei, tumben sekali kakak kita yang satu ini diam saja dari tadi? Biasanya kalo Citra datang langsung nyerbu tugas ini dan itu," seru Citra yang memperhatikan Farzan hanya diam dan tak bergeming.

"Lagi badmood aja, btw kenapa kok tadi pagi Citra nanya-nanya gitu ke Miru?" tanya Farzan mencoba cari tahu.

"Nggak apa-apa, Citra cuma nanya aja kak. Habisnya mereka berdua itu kemana-mana bareng terus. Tapi, kalau di lihat-lihat mereka berdua itu cocok deh kayanya." Citra mencoba menerka-nerka.

"Cocok? Darimananya? Miru yang notabennya mahasiswi cerdas, kalem, punya semangat yang tinggi. Kalo Arnaf, harus di dorong dulu semangatnya baru deh dia gerak." Farzan menanggapi dengan perasaan kesal yang ditahan.

"Yah justru karena mereka beda kan jadi cocok, keduanya bisa saling melengkapi."

"Oohhh I see, ya sudah saya keluar dulu karena mau menyerahkan beberapa berkas mahasiswa yang mau sidang untuk di data ke dekanat, duluan ya Cit." Farzan berdiri dan meninggalkan Citra.

Farzan menutup pembicaraan dengan pikiran-pikiran rumitnya sendiri. Ia terus berpikir, cocok dari mana sih? Miru dengan Arnaf itu bertolak belakang. Arnaf itu justru seperti penguntitnya Miru. Kemanapun Miru pergi pasti Arnaf mengikuti dan jelas saja orang-orang selalu salah paham. Farzan terus bergeming dalam hatinya mengenai Miru dan Arnaf menurut penilaiannya sendiri.

Terlalu banyak berpikir membuat Farzan terus berjalan dan tanpa sadar dirinya sudah sampai di dekanat.

"Hei brother, Kenapa muka kamu kaya orang bingung?" tanya Reza yang memang sejak pagi sudah ada di dekanat dengan beberapa staf kampus.

"Saya itu bingung, kok tiba-tiba saya sudah ada di sini," Jawabnya seraya kebingungan.

"Farzan... Farzan, antum ini aneh ya. tiba-tiba datang dengan raut muka bingung dan sekarang bikin banyak orang ikut bingung juga." Salah satu staff bernama Jery menyahuti perkataan Farzan dan sontak mengundang gelak tawa orang-orang yang ada di ruangan tersebut.

"Kamu baik-baik aja, Zan?" tanya Reza menepuk pelan bahu sahabatnya ini.

"Alhamdulillah baik, cuma tadi lagi gak bersemangat aja." Jawabnya dan ia segera menghampiri Jery, "Jer, ini data para mahasiswa dari jurusan kami yang akan mengikuti sidang tugas akhir di minggu depan." Ia menyerahkan berkasnya ke Jery.

"Oke, thanks ya Zan."

Setelah dirasa urusannya selesai, ia keluar ruangan dan melihat seseorang yang tersenyum dengan bahagianya. Namun sangat di sayangkan, senyuman itu tidak untuk dirinya meskipun Farzan tau bahwa itu ekspresi kebahagiannya.

Andaikan saja kamu bisa membagi kebahagiaanmu itu ke saya juga...

🍁🍁🍁

Long Time & Distance Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang