3. Terjebak

129 13 0
                                    


__________________________
Tau soal matematika?
Ya, situasi saat ini seperti soal matematika
yang tidak tertebak jawabannya

__________________________

Gadis berusia delapan belas tahun ini benar-benar tidak mengerti apa yang sedang terjadi dalam hidupnya. Hari pertama ia masuk kuliah sudah banyak hal yang tidak terduga yang telah terjadi. Mungkin serangkaian kejadian ini adalah takdir yang telah Allah gariskan dan ia tidak mampu menghindar. Ia sama sekali tidak membencinya, tapi bukan berarti ia juga menyukainya. Ia hanya tidak suka berada di situasi yang rumit, itu saja.

"Sebelum memulai kegiatan pembelajaran, perkenalkan terlebih dahulu nama saya M. Farzan Wijaya selaku dosen mata Kuliah Kalkulus Lanjutan. Kalian akan bertemu saya lagi kemungkinan di semester 4 atau 5 jika tidak ada perubahan." Pria itu berdiri dengan tegap di depan kelas memperkenalkan dirinya, "Apakah ada yang ingin kalian tanyakan?" lanjutnya.

"Pak, kira-kira bapak masih single atau sudah menikah?" tanya salah satu mahasiswa yang cukup berani menanyakan hal tersebut.

"Alhamdulillah saya belum menikah, ada hal lain lagi? Jika tidak ada, sekarang saya ingin kalian memperkenalkan diri kalian," ujarnya dengan tersenyum ramah.

Deg! Astaghfirullah, kenapa harus pakai acara perkenalan diri segala sih, tinggal absen satu-satu aja beres 'kan? Gerutu Miru dalam hati yang sangat tidak suka jika harus berbicara di depan umum. Berbeda sekali dengan teman-teman sekelasnya yang terlihat antusias.

Waktu seakan berjalan dengan sangat cepat, kini mereka semua sudah selesai memperkenalkan dirinya masing-masing, kecuali Miru dan Arnaf yang kebetulan duduk di belakang.

"Miru, berdiri dan kenalin diri kamu sekarang!" suara Arnaf membuyarkan lamunan Miru yang sedang bertengkar dengan pikirannya sendiri.

"Astaghfirullahaladzim, iya Naf!"

"Yang di belakang pakai jilbal Biru? Kenapa masih mengobrol dengan teman sebelahnya?" suara yang lembut namun penuh penekanan itu membuat Miru terkejut bersamaan dengan semua pasang mata yang mengarah ke dirinya dan Arnaf.

Miru menelan ludah dengan susah payah, aura muka Farzan sangat berbeda pada saat ia bertemu di ruang dosen tadi siang. Suaranya lembut namun penuh penekanan membuatnya semakin gugup. ya Allah, Abi, Umi, Miru mau pulang aja deh. Miru malu jadi pusat perhatian sekarang, Ia terus merapalkan keluh kesahnya dalam hati.

"Bismillah, Assalamu'alaikum, perkenalkan nama saya Mihrimah Hanindira, teman-teman bisa panggil saya dengan nama Miru," Ia memperkenalkan diri dengan membangkitkan sisa-sisa keberanian yang ada.

"Oke, salam kenal Miru, sekarang lanjut ke sebelahnya ya," ucap Pak Farzan dengan merendahkan suaranya.

Arnaf bangkit dari tempatnya duduk dan memperkenalkan dirinya dengan sangat percaya diri. Setelah aksi perkenalan itu selesai, Farzan meminta salah satu mahasiswa untuk membaca kalam Allah sebelum pembelajarannya dimulai. Miru yang sedari tadi menggerutu tiba-tiba saja tertegun, di Universitas umum jarang sekali ada dosen yang masih menerapkan hal itu.

Selama dua jam perkuliahan berlangsung dengan sangat damai dan bisa dibilang penuh keseriusan. Kini semua mahasiswa telah keluar kelas, berbeda Miru yang masih menyelesaikan catatannya.

"Ru, mau di tungguin nggak?" tanya Arnaf dan Putra yang masih duduk dibangku mereka.

"Nggak usah, Naf, Put. Kalian duluan saja nggak apa-apa kok," jawabnya yang masih serius mencatat tanpa menoleh ke arah mereka.

"Serius?" tanya Arnaf meyakinkan Miru.

"Iya seriusan, udah sana kalian duluan aja." Ia menggerakkan tangan mengusir mereka berdua.

"Oke deh, ya sudah kami duluan. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam,"

Setelah mereka pergi meninggalkan dirinya, kini ia kembali fokus menyelsaikan catatannya. Ia tidak menyadari bahwa ia tidak sendirian di kelasnya saat ini. Sampai dimana ia telah usai menyelesaikan catatannya, ia segera memasukkan semua buku dan alat tulisnya ke dalam tas. Ketika ia hendak bangkit dari kursi, ia baru menyadari bahwa Farzan masih berada di kelas dengan wajah seriusnya di depan laptop. Miru mencoba menggeser kursi dengan perlahan berusaha tanpa adanya suara, namun semuanya nihil.

"Ekhem! Bisa tunggu sebentar?" ucap Farzan yang sedari sudah mengetahui bahwa dirinya tidak sendirian di kelas.

"Maaf, pak. Saya?" bodohnya Miru malah bertanya seraya mengarahkan jari telunjuk kea rah wajahnya sendiri.

"Lihat sekitarmu! Apa ada orang lain di sekitar sini selain kamu?" sarkas Farzan dan tepat mengenai sasaran.

"Iya, Pak. Maaf," ucapnya dan melangkah ke arah kursi yang dekat dengan pintu kelas.

Miru menghela napas gusar, rasanya kenapa tidak enak begini ya? Tunggu sebentar, sepertinya ini salah? Bukannya laki-laki dan wanita tidak boleh berada dalam satu ruangan yang sama ya secara berdua saja? Ia terus berpikir dengan macam-macam pemikiran ang rumit.

Kreek

Ia yang tengah asik bergelut pada pikirannya tiba-tiba terkejut dengan suara kursi yang bergeser. Lebih terkejutnya lagi, kini Farzan sudah berdiri di hadapannya.

"Kamu, Miru 'kan?" tanyanya dengan kedua tangan yang dia masukkan ke dalam saku celananya.

"iii...iiya Pak, maaf sebelumnya ada apa ya, pak? Apa saya sudah buat kesalahan? Apa karena saat perkenalan tadi saya kurang fokus jadi bapak tersinggung? Saya benar-benar minta maaf, pak," ucap Miru dengan kalimat yang cukup panjang dengan satu tarikan napas.

"Pfft, kenapa kamu minta maaf? Nih, pakai ini ya!" ujar Farzan menahan diri agar tidak tertawa melihat tingkah konyol gadis di hadapannya.

"Apa ini Pak?" tanyanya yang bingung.

"Sudah pakai saja!"

What? Itu orang baik-baik aja 'kan? Trus ini apaan? Memangnya aku kenapa? Benar-benar dosen aneh.

Miru semakin menggerutu dalam hatinya melihat tingkah Farzan yang menurutnya sangat absurd. "Dasar dosen absurd, cocok emang jadi dosen matematika."

°°°

Terima kasih sudah mau menunggu cerita "LTD" 🥰

Mohon agar ke sukarelaannya vote dan komen ya 😁
Maaf keterlambatan UP nya 🙏🙏🙏

Long Time & Distance Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang