Jika boleh memilih, maka pilihannya tidak ingin berada di situasi seperti ini. Keinginkan orang tua adalah yang terkadang seorang anak tidak mampu menolaknya, namun hati sangat berat menjalaninya. Farzan yang telah menetapkan hatinya untuk tertarik pada satu gadis yang statusnya sebagai seorang mahasiswinya, kini harus berusaha melupakannya. Ia harus menuruti permintaan ayahnya untuk segera menikah dengan anak perempuan dari temannya.
"Istikharah dulu jika kamu belum ngerasa yakin," Reza menepuk pundak Farzan.
Mereka berdua kini berada di sebuah restaurant tempat biasa mereka bertemu di luar kepentingan kampus. Reza adalah tempat Farzan bercerita permasalahannya dan meminta solusi bagi hidupnya setelah ia mengeluhkan semuanya pada Rabb-nya. Pertemanan mereka terjalin cukup lama dari sama-sama berjuang di bangku perkuliahan hingga dunia pekerjaan.
"Saya benar-benar bingung Za, keputusan ayah saya tidak bisa diganggu apapun alasannya. Saya sudah mencoba istikharah berkali-kali tapi tetap yang ada di ingatan saya hanya dia saja," yakin Farzan dengan segala keputusasaan.
"Allah pasti akan menunjukkan jalan terbaik-Nya untukmu Zan, yakinkan dirimu dan jangan putus asa dari Rahmat-Nya. Belajar untuk ikhlas dan lepaskan perasaanmu untuk dia." Saran Reza pada Farzan.
"Aku mencintainya dari awal aku melihatnya dan bagaimana aku bisa melepaskan perasaan itu, Za? Bagaimana aku menikah dengan orang lain sedangkan hatiku masih mencintainya?" tanya Farzan meminta jawaban pada Reza dari kebingungannya sendiri.
"Aku tau ini sulit buatmu, tapi pasti ada jalan keluarnya. Saranku, ikuti saja dulu permintaan orang tuamu, mungkin memang gadis yang kamu cintai itu bukan jodohmu."
"Pernikahanku dua minggu lagi dan aku masih ragu, Za."
Farzan mengacak-acak rambutnya sendiri karena rasa frustasi yang tidak berkesudahan. Ia jatuh hati dengan mahasiswinya sendiri yakni Miru, tapi ia tidak berani mendekatinya. Dia mencintai Miru dari pertama kali ia melihat gadis tersebut menjalani OSPEK. Baginya, Miru adalah gadis yang berbeda dari kebanyakan anak perempuan pada umumnya. Miru terkesan orang yang cuek dan menjaga jarak dengan lawan jenis.
Melihatnya dan memperhatikannya dari jarak jauh adalah hal yang Farzan lakukan, namun keadaan jadi berbeda ketika ia tidak sengaja menabrak Miru pagi itu. Farzan tidak marah sama sekali ketika Miru menegurnya karena kecerobohan yang ia lakukan justru ia makin terkesan. Beberapa kali berinteraksi dengan Miru membuat perasaannya makin yakin, bahwa ia telah jatuh hati.
Semakin Farzan menyadari perasaannya, ia semakin menjaga jarak dari Miru. Ia beberapa kali ingin menyapa, namun ia mengurungkan niatnya.
🍁🍁🍁
"Zan, kamu sudah makan?" tanya seorang wanita paruh baya menghampiri Farzan yang sedang duduk di ujung tempat tidurnya.
"Alhamdulillah sudah bu, Ibu sama Ayah sudah makan?" tanya Farzan pada ibunya.
"Alhamdulillah sudah, kamu kok pulang terlambat hari ini?"
"Tadi Farzan ngobrol sama Reza dulu sepulang dari kerjaan, bu."
"Ooohh, ya sudah kalau gitu sekarang istirahat, Ibu mau ke kamar liat ayahmu dulu."
Farzan menganggukkan kepalanya menanggapi ucapan ibunya. Ia teringat obrolannya dengan Reza dan bagaimana perasaan orang tuanya jika ia menolak pernikahannya? Ingatan tentang Miru akhir-akhir ini memenuhi isi kepalanya. Bayangan senyuman Miru terus berputar di memori ingatannya.
"Mihrimah Hanindira, salahkah saya telah jatuh hati padamu? Detak jantung ini bahkan berdetak dua kali lebih cepat setiap kali aku berpapasan denganmu, andai waktu bisa di putar kembali mungkin perasaan ini tidak pernah ada sama sekali." ia bermonolog dengan dirinya sendiri.
Sudah dua bulan dirinya di sibukkan dengan berbagai persiapan pernikahan. Tidak ada yang tau soal ia akan menikah kecuali beberapa sahabatnya saja. Farzan benar-benar bingung, satu sisi wajah Miru terus muncul dalam ingatannya, namun di sisi lain ia harus melepaskan perasaannya pada Miru demi menjaga perasaan wanita yang akan menjadi istrinya nanti.
Berbeda dengan Farzan yang bingung bagaimana agar ia bisa melepas perasaannya ke Miru, Miru sendiri begitu terkejut mendengar kabar yang Arnaf sampaikan pada dirinya hari itu. Sudah beberapa hari yang lalu Arnaf menyampaikan kabar pernikahan Farzan, namun dirinya masih terus kepikiran. Apa mungkin ia cemburu? Tapi, ia juga tidak memungkiri bahwa dirinya sempat menaruh hati pada Farzan yang pada akhirnya menjadikan alasan bagi dirinya menjauhi Farzan sejauh mungkin dan fokus pada kuliahnya.
Miru tidak ingin kuliahnya jadi terganggu hanya karena perasaan yang belum tentu. Perasaan yang kini membawa ia pada titik kebingungan apakah ia tidak suka dengan kabar yang Arnaf sampaikan pada dirinya?
Tok tok tok
"Iya, masuk aja! Nggak di kunci kok pintunya," ucap Miru dari dalam kamar .
"Ru, kamu belum tidur toh? Umi ngetuk pintu dari tadi nggak ada sahutan trus umi lihat lampu kamar masih menyala jadi umi ketuk lagi deh pintunya," Arsyila bertanya pada Miru yang masih memasang wajah lesunya.
"Uuummm.... Belum sih Mi, Miru masih belum ngantuk soalnya," alibi Miru pada ibunya.
"Tapi mata kamu udah sayu gitu, kamu kenapa? Lagi mikirin apa sih anak umi ini?"
"Lagi mikirin judul skripsi aja kok, Mi. Soalnya semester ini udah mulai pengajuan judul. Oh iya Mi, Abi belum telfon ya?"
"Ooohh kirain apa, yaudah semangat buat pengajuan judulnya. Abi kamu belum telfon dari tadi, mungkin masih sibuk dengan pekerjaannya. Kamu kangen sama Abi ya?" tanya Arsyila merangkul pundak anak gadisnya.
"Iya, Miru kangen sama Abi. Abi tumben banget ke Jakartanya lama."
"Namanya juga lagi banyak pekerjaan, yaudah ini udah larut malam, ada baiknya kamu tidur gih. Mau umi temenin nggak?" tawar Arsyila.
"Boleh, yaudah Miru bersih-bersih dulu abis itu kita tidur. Yeee hari ini Miru tidur bareng umi, besok aku mau iriin Abi hehehe." Ia dengan girang melangkah ke kamar mandi.
Miru segera melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya sebelum tidur. Tanpa ia ketahui bahwa sebenarnya uminya tau bahwa ia bukan sedang memikirkan judul skripsi, melainkan hal lain. Arsyila tidak ingin bertanya lebih lanjut sampai Miru sendiri yang membuka diri untuk cerita nantinya.
____________________________
Terkadang yang kita kira baik
Ternyata pilihan Tuhan yang lebih baik
____________________________Bye bye see you next part 🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
Long Time & Distance
SpiritualSequel "Turkish Airline-67" Baca dulu ya, kalo suka masukkan ke list bacaan kalian dan jangan lupa vote + komen 😁 Kamu itu bagaikan angan semu yang sulit untukku gapai Kamu itu bagai bulan yang jauh untuk ku raih Aku hanya bisa diam dan tidak ta...