"Miru!"
Oh Allah apa dia tau namaku? Apa dia ingat aku yang berbicara tidak sopan denganya tadi pagi? Aaaahh apa yang harus aku lakukan sekarang?
Miru bergelut dengan pikirannya berbarengan dengan langkah kaki yang terhenti namun sulit meski sekedar menolehkan kepalanya. Kenapa harus terjebak di hari pertama sih? Kenapa rasanya menyebalkan terjebak di situasi yang sangat absurd begini?
"Hei, nama kamu Miru 'kan?"
"Hah? I-iya, kamu siapa ya?" tanyanya pada seseorang yang sudah berdiri di sebelahnya saat ini.
"Apa kamu lupa, aku teman satu kelompokmu saat OSPEK, oh iya aku hanya ingin mengembalikan bulpoin yang aku pinjam hari itu. Nih!" jelasnya pada Miru.
Setelah mengembalikan bulpoin, Pria itu berpamitan pergi. Ia bernapas lega saat tau ternyata yang memanggilnya adalah teman yang dikenalnya saat pelaksanaan OSPEK. Ia benar-benar tidak paham kenapa belum satu hari penuh dilalui, namun sudah menguras isi pikirannya. Terlalu banyak berpikir membuat ia merasa lapar.
Ting!
@Anin : ke kantin sekarang juga, aku sendirian nih.
Tiba-tiba sebuah pesan masuk membangkitkan semangatnya lagi. Anin memang yang terbaik seperti ada hubungan telepati. Pas sekali saat ia merasa lapar karena terlalu banyak berpikir, Anin mengajaknya ke kantin. Inilah alasan kenapa ia memilih berkuliah di sini, yakni ia berada satu kampus dengan sahabat-sahabatnya. Sahabat dari saat ia di pesantren kemudian masuk ke SMA yang sama dan kini satu kampus juga, meskipun berbeda jurusan.
Rasa antusias Miru setelah mendapat pesan dari Anin membuatnya segera bergegas menuju ke kantin.
Wah rame banget tempat ini. Aku jadi malu kalau jalan sendirian begini, dimana sih Anin? Batinnya seraya berjalan perlahan mencari keadaan Anin.
"Miru!"
Ia tersenyum ketika melihat Anin yang melambaikan tangannya. Miru segera menghampiri Anin dan duduk di hadapan sahabatnya yang masih sibuk dengan ponselnya. Ia beberapa kali menggelengkang kepala yang suka tiba-tiba teringat lagi dengan dosen itu.
"Nin! Aniiiinnn...."Miru memanggil-manggil nama Anin dengan nada lemas dan memangku kepala dengan kedua tangan.
"Ada apa sih Miru sayang? Eh tunggu! Itu muka kenapa kusut banget seperti pakaian yang belum disetrika?" ujar Anin yang mengalihkan pandangannya dari ponsel kini fokus dengan kerutan di dahinya menunggu jawaban sahabatnya.
"Hari ini ada sesuatu yang terjadi, tapi tunggu Meira dan Ulfa ya biar aku bisa cerita semuanya. Eh iya? Mereka kemana sih kok belum sampai?" balasnya dan teringat kedua sahabatnya yang belum datang.
"Oke deh. Oh iya aku lupa bilang kalau mereka masih ada kuliah pas aku kirim pesan tadi. Nah sambil nunggu mereka, kita pesan mie ayam dulu aja yuk. Aku udah kirim pesan ke mereka dan mereka bilang sebentar lagi ke sini, jadi langsung pesenin makanan biasa aja," ujar Anin.
"Ooohh gitu, ya sudah, aku pesenin mie ayam aja ya kaya biasa dan jangan lupa es tehnya juga," ucap Miru yang langsung bersemangat mendengar kata mie ayam.
"Dih kalau udah denger mie ayam aja langsung tuh senyum lebar bener," protes Anin yang melihat Miru berbinar jika sudah berkaitan dengan mie ayam.
Miru hanya tersenyum menampilkan deretan giginya, karena memang mie ayam adalah makanan favoritnya dari dulu.
Tidak berselang lama, dua gadis yang sedari tadi ditunggu akhirnya muncul dengan muka masam, padahal mahasiswa baru yang seharusnya ceria-tapi sama seperti Miru juga sih. Meira, Ulfa dan Anin adalah sahabat terdekat dari Miru, bisa dibilang tempat curhat dan selalu ada. Meira orang yang cuek dan asal ceplos sekaligus mudah bergaul dengan orang lain. Ulfa, anaknya pintar, namun suka mendramatisir keadaan-sebelas dua belas dengan Meira. Kalau Anin adalah teman yang bisa dibilang tau banyak hal tentang Miru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Long Time & Distance
EspiritualSequel "Turkish Airline-67" Baca dulu ya, kalo suka masukkan ke list bacaan kalian dan jangan lupa vote + komen 😁 Kamu itu bagaikan angan semu yang sulit untukku gapai Kamu itu bagai bulan yang jauh untuk ku raih Aku hanya bisa diam dan tidak ta...