"Kenapa... Semuanya gelap?" Ucap gadis tersebut sambil terus menatap sekitar, tapi tetap saja semuanya gelap gulita.
"Bang Ezi? Bang Eza? Kalian dimana? Bang? ABANGGG! KALIAN DIMANA? KENAPA SEMUANYA GELAP... HIKS... SHASA TAKUT BANG... HIKS..." Teriak Shasa sambil terus menangis, sungguh demi apapun ia sangat ketakutan.
BRAK!
"SHASA!!" Panggil Rezi yang baru kembali setelah membeli makanan ringan untuk Shasa ketika nanti gadis itu terbangun.
"B-bang? Abang dimana? Kenapa semuanya gelap? Mata Shasa kenapa?" Ucap Shasa sambil terus meraba sekitar, sedangkan Rezi hanya bisa memeluk tubuh mungil sang adik.
"Abang jawab! Mata Shasa kenapa? Kenapa semuanya gelap, nyalain lampunya bang! Shasa ga bisa liat... Hiks... Gelap... Hiks" Ucap Shasa kembali menangis, sedangkan Rezi ia terus memeluk tubuh Shasa sambil terus menggumamkan kata-kata penenang.
"Nggak sayang, semuanya bakalan baik-baik aja. Kamu bisa liat, abang cuma matiin lampu aja soalnya udah malem... I-iya udah malem... Jadi kamu harus tidur ya?" Ucap Rezi memberi alasan walaupun sedikit aneh, tetapi lain untuk Shasa. Gadis itu merasa ucapan Rezi adalah sebuah kejujuran, bahwa sekarang sudah malam dan lampu ruangannya dimatikan jadi ia tidak bisa melihat apapun dalam gelap.
"I-iya, Shasa tidur. Abang jangan kemana-mana ya? Disini gelap, pasti abang takut gelap kan kaya Shasa?" Ucap Shasa yang kini sudah sedikit tenang, lalu tak lama gadis cantik itu langsung tertidur pulas. Dengan Rezi yang masih setia menatap wajah adiknya dengan sendu.
Pemuda itu berbohong kalau hari sudah malam, padahal yang sebenarnya hari masihlah terang karena sinar Matahari.
"Maafin, abang. Maaf udah bohongin Shasa, abang cuma ga mau kamu terpukul, sayang." Ucap Rezi sembari mengelus surai hitam legam milik adiknya itu.
Ceklek!
"Rez, nih mak..."
"Shasa siuman" Dua kata yang mampu menghentikan pergerakan Reza, yap! Yang baru memasuki ruang inap Shasa adalah Reza, abang sulungnya.
"Syukurlah kalau begitu, gue panggil dokter dulu. Terus ini gue titip bunga buat Shasa." Ucap Reza yang hendak menaruh bouquet bunga itu pun terhenti kerena ucapan Rezi.
"Shasa, dia ga bisa ngeliat apa-apa. Dia buta, Za." Ucap Rezi sambil terus menatap kosong wajah cantik nan damai milik sang adik.
"Lo bercanda nih? Ga lucu anjir. Dahla gausah bikin prank kek gitu, Zi. Lo pasti cuma mau bikin gue panik, kan?" Ucap Reza sambil terkekeh geli mendengar ucapan dari kembarannya. Ia tak ingin percaya bahwa apa yang diucapkan oleh Rezi adalah sebuah kebenaran.
"Gue serius, Shasa ga bisa liat apapun. Dia buta, warna dihidupnya udah direnggut sama jal*ng sialan itu, Za." Ucap Rezi sembari mengepalkan tangannya, ia sangat emosi saat ini karena seseorang yang menyebabkan adiknya kehilangan penglihatan masih berkeliaran bebas penuh kebahagiaan.
"Gue ga percaya sama yang lo omongin, Zi. Shasa ga mungkin buta! Dia masih bisa liat, Zi!" Ucap Reza yang masih tak menerima kenyataan bahwa adik kesayangannya itu tidak bisa melihat kembali.
"GUE GA BERCANDA BERENGSEK! DIA BUTA, ZA! DAN ITU GARA-GARA SEANNA!" Bentak Rezi sambil memegang kerah baju milik Reza. Tak lama pemuda itu luruh kelantai, menangis kembali. Ia lemah karena Shasa, adiknya merupakan kelemahan terbesar bagi seorang Alfarezi Kavindra Kaiwan Demelza.
"G-gak! A-adek gue ga buta, L-lo bohong!" Ucap Reza sembari menatap kosong kearah depan. Ia masih belum percaya akan semua yang dikatakan oleh kembarannya.
Sedangkan Shasa yang merasa terganggu pun kembali membuka matanya, tapi semuanya tetap sama. Hanya ada kegelapan. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, berharap akan ada cahaya yang bisa ia lihat. Tapi semua nihil.
"Bang Ezi? Abang belum nyalain lampunya?" Ucap Shasa sambil berusaha untuk duduk. Berbeda saat ia dipeluk oleh Rezi saat berbaring. Kini ia sangat kesusahan untuk mendudukan dirinya sendiri.
"Bang? Ko kaki Shasa ga bisa gerak ya? Shasa juga ga bisa rasain apa-apa." Ucap Shasa sekali lagi dan itu menyadarkan lamunan kedua pemuda kembar tersebut.
"Adik abang ada apa, hm?" Ucap Reza dengan mata berkaca-kaca.
"Bang Eza, abang dimana? Shasa ga bisa liat soalnya disini gelap." Ucap Shasa membuat hati Reza teriris. Dengan pelan pemuda itu menuntun tangan mungil milik sang adik untuk menyentuh wajahnya.
"Abang, ko pipinya basah? Abang nangis?" Ucap Shasa sambil meraba wajah milik Reza dengan kedua tangannya.
"N-nggak, abang nggak nangis. A-abang cuma kelilipan, sayang." Ucap Reza dengan nada yang sedikit bergetar.
"Abang, bang Ezi mana? Abang harus cari bang Ezi, dia takut gelap apalagi disini gelap banget." Ucap Shasa sambil terus meraba sekitar, sedangkan Reza. Pemuda itu sudah terisak pelan melihat keadaan sang adik.
"Bang Ezi?" Ucap Shasa saat ia merasakan ada seseorang yang memeluknya. Dan ia hafal dengan aroma parfum yang melekat dibaju orang tersebut, orang itu adalah Rezi. Pemuda itu memeluk Shasa dengan erat sesekali mencium pucuk kepala sang adik.
"Abang pasti takut ya? Jadi peluk Shasa erat banget, abang jangan takut. Disini ada Shasa sama bang Eza, nanti Shasa bakal nyalain lampunya biar abang ga takut. Tunggu ya?" Ucap Shasa sembari melepaskan pelukan Rezi dengan pelan. Ia berusaha untuk menggerakan kakinya, tapi bukannya bergerak ia malah tidak bisa merasakan apapun pada kakinya.
"Nggak sayang. Gak usah, abang udah cukup ada Shasa. Jangan nyalain lampunya, Shasa baru aja bangun. Pasti badan Shasa sakit, kan?" Ucap Rezi mulai melantur, dan Shasa tanpa curiga sedikit pun hanya menganggukan kepalanya.
"Iya, bang. Oh iya! Isha sama Jessna mana? Ko ga jenguk Shasa?" Ucap Shasa sambil menatap sekitar. Walaupun semua itu percuma karena kegelapan sudah merenggut semua warna pada hidup dari gadis cantik tersebut.
"Aku sama Jessna di sini, Sha!"
BERSAMBUNG...
KAMU SEDANG MEMBACA
Natya's Second Life [ END ]
Fantasy[ Transmigration Series #1 ] Bercerita tentang seorang gadis yang ber-transmigrasi ke raga seorang figuran cantik yang namanya saja tidak pernah disebutkan dalam novel. Bingung? Sudah pasti, siapa yang tidak bingung saat ia seharusnya sudah mati...