Setelah Shasa di pindahkan ke ruang rawat inap VVIP. Reza dan Rezi pun bergantian menjaga gadis cantik yang kini sedang terbaring lemah diatas brankar tersebut. Bahkan Isha, gadis polos itu mengerahkan Bodyguard terbaik di kediamannya untuk menjaga ruang inap yang Shasa tempati.
Sewaktu ditanya oleh si kembar kenapa ia sampai melakukan hal tersebut, Isha hanya memberikan jawaban yang tak terduga membuat mereka terdiam.
"Aku lakuin ini, semata-mata biar Shasa aman. Shasa itu sahabat pertama dan cahaya dihidup Isha, cuma Shasa yang berani maju saat Isha dipermalukan di kantin waktu itu. Jadi, sebisa mungkin Isha bakal lindungin Shasa dari bahaya apapun, bahkan kalau itu harus ngorbanin nyawa Isha. Bakal Isha lakuin demi Shasa."
Jawaban penuh kesungguhan dan ketulusan itu Isha lontarkan dengan penuh rasa sadar, Shasa telah ia anggap seperti saudaranya sendiri. Shasa itu bagaikan sosok kakak dan ibu untuk Isha. Jadi apapun akan Isha lakukan hanya untuk keamanan serta kebahagiaan Shasa.
Kembali kemasa sekarang, Kini giliran Rezi yang menjaga Shasa. Gadis itu masih menutup matanya dalam 3 hari terakhir. Entah apa yang membuat adik mereka betah berlama-lama untuk tertidur, tapi mereka harap adik mereka dapat bangun dalam waktu dekat.
"Adek, ayo bangun banyak yang nungguin adek lho. Abang Ezi kangen banget sama adek, kangen cerewetnya adek, kangen manjanya adek, kangen protesan adek waktu abang jailin. Pokoknya abang kangen sama semua yang ada didiri adek, jadi ayo bangun demi abang Ezi dan bang Eza." Ucapan lirih Ezi ditelinga Shasa hanya dibalas oleh keheningan. Pemuda itu kembali menitikkan air matanya. Entah sudah berapa kali ia menangisi kondisi sang adik yang tak kunjung bangun.
"Shasa, sayangnya bang Ezi. Ayo bangun, kalau Shasa bangun abang bakal kabulin apapun yang adek mau. Abang janji, jadi ayo bangun! Jangan hukum abang kaya gini, abang ga sanggup, dek. Hiks... Abang ga sanggup... Hiks... Bangun Sha, kamu kuat! Adek abang kuat... Hiks... maafin abang yang ga becus jagain kamu... Hiks... Abang bodoh... Hiks... Ga becus, maaf... Hiks... Maafin abang." Ucap Rezi ditelinga Shasa, ia selalu seperti ini sejak 3 hari yang lalu.
Ia selalu membisikan kata maaf dan menyuruh adiknya untuk cepat bangun. Rasa bersalah terus menyeruak di dalam hati pemuda tampan itu. Ia bahkan menyalahkan dan mulai menghukum dirinya sendiri dengan tidak mengkonsumsi apapun sejak Shasa di dipindahkan.
"Zi, lo mending makan dulu. Muka lo pucet banget. Biar gue gantiin lo buat jaga Shasa." Ucap Reza sambil menepuk pelan bahu kembarannya. Hatinya sakit melihat kedua adiknya dalam kondisi yang seperti ini, yang satu seperti mayat hidup dan yang satunya lagi tertidur entah sampai kapan.
"Enggak, Za. Gue harus jagain Shasa, gue takut dia bakalan nyariin gue nanti. Gue ga akan makan kalau adek gue sendiri aja cuma dikasih cairan infus buat ngasih nutrisi yang ga seberapa ini, Za. Gue ga mau lalai lagi jagain dia, dia permata gue Za. Cukup 2x gue lalai jagain dia, kali ini jangan lagi." Racau Rezi sambil menatap kosong wajah cantik nan pucat milik adiknya. Sedangkan Reza yang mendengar hal itu memejamkan matanya, untuk menghalau air mata yang akan keluar dari pelupuk matanya.
'Cobaan apalagi ini, Tuhan? Tak cukupkah engkau memberikan kami cobaan yang begitu menyakitkan beberapa hari yang lalu dengan berita kecelakaan adik kecil kami? Lalu sekarang, engkau memberikan cobaan yang lebih berat seperti ini. Hamba mohon Tuhan, jangan renggut kebahagiaan adik kecil hamba. Ia tak salah apapun, hamba mohon.' Batin Reza terus memohon kepada Tuhan. Ia benar-benar tak sanggup melihat pemandangan didepannya, dimana kembarannya terus menatap kosong kearah adik bungsunya yang sedang terbaring lemah.
"Tapi, Zi. Lo harus makan walaupun sedikit, apa lo mau kalau nanti Shasa bangun malah sedih ngeliat kondisi lo yang kaya gini? Nggak, kan? Jadi ayo makan dulu, walaupun sesuap atau dua suapan." Bujuk Reza tanpa kata menyerah, ia harus menjaga adik kembarnya agar tidak ikut jatuh sakit. Hanya Rezi, Shasa dan janji kepada kedua orang tuanya lah yang membuat Reza menjadi pemuda yang tegar dan kuat seperti ini.
"Apa Shasa bakal marah sama gue kalau dia tau gue ga makan, Za?" Tanya Rezi sambil menatap kearah kembarannya itu.
"Iya, dia bakal marah banget sama lo. Jadi, lo harus makan biar dia ga marah sama lo." Ucap Reza sambil menahan air matanya. Hatinya kembali teriris mendengar perkataan Rezi.
"Gue bakalan makan. Tapi gue ga bisa ninggalin Shasa, Za. Dia bakalan takut kalau tau semuanya gelap, gue harus jadi mata buat dia." Ucap Rezi sambil mengusap punggung tangan Shasa yang tidak diinfus.
"Yaudah, biar gue yang ambilin makanan buat lo ya. Tunggu sebentar." Ucap Reza lalu keluar dari ruang inap adiknya.
Saat sudah berada diluar, ia langsung jatuh terduduk dengan air mata yang sudah tak kuasa ia bendung.
"Kamu harus bangun, dek. Cahaya abang harus bangun, kalau kamu ga bangun dunia abang bakalan gelap gulita lagi. Abang mohon, kembali dari mimpi indah kamu. Abang mohon, demi abang dan Rezi." Ucap Reza sambil memejamkan matanya, isakan kecil pun keluar dari bibir pemuda jangkung tersebut.
Ia pun mengusap kasar air matanya lalu bangkit setelah itu ia pun pergi membelikan makanan untuk kembarannya.
BERSAMBUNG...
KAMU SEDANG MEMBACA
Natya's Second Life [ END ]
Fantasía[ Transmigration Series #1 ] Bercerita tentang seorang gadis yang ber-transmigrasi ke raga seorang figuran cantik yang namanya saja tidak pernah disebutkan dalam novel. Bingung? Sudah pasti, siapa yang tidak bingung saat ia seharusnya sudah mati...