18 ( 십팔 )

18.7K 1.7K 27
                                    

Setelah Shasa selesai makan siang dengan Reza yang menyuapinya, ia pun kini harus meminum obat yang ia sendiri tidak tau berapa jumlahnya.
Setelah meminum obat yang Reza sodorkan, Shasa pun kembali bersandar dikepala ranjang rumah sakit. Ia kembali menatap kosong kedepan, hanya kegelapan yang ia lihat tanpa adanya cahaya. Dan ia benci kelemahan barunya ini.

"Adek, kenapa? Kamu bosen di kamar terus? Mau ketaman buat hirup udara segar biar kamu lebih relax?" Tawar Reza sambil mengusap sayang punggung tangan milik adiknya. Pemuda itu menatap sendu wajah adiknya yang terlihat seperti tak memiliki semangat untuk hidup.

"Adek nggak apa-apa ko, bang. Cuma bosen sedikit, tapi it's okay bosennya bakal ilang sendiri nanti." Ucap Shasa sambil tersenyum kecil, entahlah ia tersenyum kearah yang tepat atau tidak.

"Yaudah, tapi kamu harus bilang ke abang ya kalau butuh sesuatu. Jangan dipendem ga baik, paham adik cantiknya bang Eza?" Ucap Reza sambil menjawil idung mungil milik Shasa.

"Paham abang gantengnya Shasa, aku bakalan bilang ke abang kalau butuh sesuatu. Abang jangan khawatir, okay?" Ucap Shasa setelahnya tertawa kecil, membuat hati Reza sakit kembali. Dimana pemuda itu melihat ekspresi milik sang adik yang mencoba seakan tidak terjadi hal yang buruk terhadapnya.

"Hu'um, adek abang emang kuat. Abang bangga sama Shasa, tetep semangat ya, dek? Abang janji dalam waktu dekat bakal dapetin donor mata yang cocok untuk adik abang yang cantik ini." Ucap Reza sambil mengelus sayang kepala Shasa. Tapi gadis itu menggeleng saat mendengar soal "pendonor mata", hal itu membuat Reza mengerutkan keningnya bingung.

"Shasa... Shasa ga mau ngambil cahaya orang lain, walaupun orang itu sedang sekarat atau udah meninggal. Shasa nggak apa-apa ko ga bisa liat kaya gini, mata Shasa tetep cantik kan walaupun ga bisa liat? Iyakan bang Eza?" Ucap Shasa sambil tersenyum lembut. Ya, gadis itu sudah menerima kenyataan bahwa ia tidak akan bisa melihat untuk beberapa waktu kedepan atau bahkan selamanya.

"Iya, adek abang akan tetap cantik apapun keadaannya." Ucap Reza yang matanya kembali berembun, entah kenapa beberapa hari ini ia terus menangis. Mungkin hal itu disebabkan oleh keadaan sang adik yang seperti ini.

"Abang Eza, kemana bang Ezi? Shasa dari tadi ga denger suaranya." Ucap Shasa ketika sadar tidak ada suara abang keduanya, Rezi. Tapi ia masih bisa mencium wangi parfum pemuda itu walaupun sedikit.

"Dia lagi tidur, Sha. Sebelum kamu bangun Rezi sama sekali nggak tidur, bahkan dia lewatin jam makannya. Jadi, karena kamu udah bangun sekarang giliran abang kedua kamu itu yang istirahat." Ucap Reza sedikit geli oleh tingkah kembarannya, sedangkan Shasa. Gadis itu merasa bersalah sudah membuat Rezi kerepotan.

"Shasa jadi ga enak sama bang Ezi, pasti bang Ezi kerepotan gara-gara nungguin Shasa." Ucap gadis itu sembari menunduk, sedangkan Reza hanya tersenyum tipis lalu mengusap surai hitam legam milik sang adik.

"Hei cantiknya abang, coba lihat sini! Kamu nggak salah, sayang. Ini semua kemauan dia buat jagain kamu sampe siuman. Nahh, kalo gitu kamu harus ceria lagi buat bales semua perjuangan dia, gimana?" Ucap Reza lalu dibalas anggukan oleh sang adik. Mereka pun tertawa kembali. Apalagi Shasa, gadis itu dapat menerima kekurangan yang ada di dirinya dengan lapang dada.

"Abang aku mau ketaman, apa boleh?" Tanya Shasa sambil memilin selimut rumah sakitnya.

"Boleh dong, kamu tunggu bentar ya. Abang mau ambil kursi roda nya dulu." Ucap Reza lalu mulai keluar ruangan untuk meminta kursi roda kepada pihak Rumah Sakit, padahal Rumah Sakit ini milik keluarganya jadi untuk apa ia meminta? Ah! Entahlah.

Beberapa saat kemudian pemuda itu pun kembali, ia membawakan kursi roda yang nanti akan dipakai oleh Shasa. Setelah itu, ia pun megendong tubuh Shasa lalu mendudukan tubuh itu di kursi roda.

"Abang, nanti pas sampe taman rumah sakit adek mau minta tolong abang buat kasih gambarin pemandangan disana, bolehkan?" Ucap Shasa sambil memasang raut menggemaskan. Walaupun ia tidak bisa melihat tapi ia tetap gadis yang ceria dan hangat.

"Umm... Boleh dong! Apa sih yang nggak abang lakuin buat adek kesayangan abang ini, hm?" Ucap Reza sambil terus mendorong kursi roda tersebut, Sedangkan Shasa hanya tertawa dengan lucunya mendengar jawaban alay dari abangnya itu, tetapi iya suka ko! Abangnya itu lucu dan Shasa menyayangi kedua abangnya.

Percakapan itu terus berlanjut dengan semua orang yang terus menatap kearah kakak beradik yang terus menyebarkan aura manis penuh kasih sayang tersebut. Sampai Reza dan Shasa tak menyadari bahwa mereka sudah sampai ditaman yang sedikit ramai karena suara anak-anak.
"Shasa mau tau, disini banyak banget anak-anak yang lagi main. Ada juga anak-anak yang dirawat karena penyakit tertentu, nahh terus taman disini indah dan luas. Ada kebun kecil khusus buat tanaman bunga, terus ada ayunan yang menggantung di pohon besar nan sejuk. Ter-"

"Pasti seru ya bang? Adek suka sama tamannya, adek juga udah bayangin sebesar dan senyaman apa taman ini." Ucap Shasa memotong perkataan Reza, tapi pemuda itu tidak marah sama sekali. Reza malah tersenyum melihat keantusiasan sang adik.

"Pasti, soalnya taman ini dirancang sama Daddy buat Mommy waktu hamil kamu. Katanya biar nanti Mommy relax pas diem ditaman ini dan ga terlalu memikirkan waktu persalinan." Ucap Reza dan dari situlah dapat Shasa simpulkan bahwa ayah kandungnya sangat menyayangi sang ibu dengan penuh cinta.

Bruk!

Tiba-tiba entah dari mana ada sebuah bola yang mengenai kaki Shasa, gadis itu pun berusaha untuk mengambil bola tersebut. Ia hanya mengandalkan indra pendengarannya untuk tau dimana letak bola yang mengenai kakinya itu.

"Maaf ya, kakak cantik. Leno ndak sengaja lempal bola ke kakak cantik." Ucap seorang anak kecil sambil menunduk, Shasa yang tidak tau dimana anak tersebut pun hanya menoleh kesegala arah.

"Nggak apa-apa ko, lain kali kamu harus hati-hati ya mainnya. Ini bola kamu, jaga baik-baik oke, anak baik?" Ucap Shasa sambil mengulurkan bola tersebut, tetapi agaknya ia salah arah membuat anak itu kebingungan.

"Umm... Kakak cantik, Leno ada di kanan bukan di depan kakak cantik."

Dan karena kalimat itu lah, membuat Shasa kembali menyadari kekurangannya tapi ia tetap terus tersenyum lalu memberikan bola tersebut.

BERSAMBUNG...

Natya's Second Life [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang