17 ( 열일곱 )

19.7K 1.8K 54
                                    

"Aku sama Jessna disini, Sha." Ucap Isha sambil melangkah mendekati sosok gadis cantik yang kini memakai baju khas pasien rumah sakit.

"Lho Isha mana? Ini kenapa sih lampunya nggak dinyalain! Shasa jadi susah buat liat kalo kaya gini." Ucap Shasa membuat langkah Isha terhenti, tubuh gadis itu mematung.

'Ga mungkin, aku pasti salah denger! Iya kamu salah denger, Isha. Ga mungkin Shasa kehilangan perlihatannya, ga mungkin!' Batin Isha berusaha meyakinkan dirinya sendiri kalau apa yang ia dengar bukanlah sebuah kenyataan.

"Aku ada disini, Sha. Ini masih siang, jadi mana mungkin kita nyalain lampunya." Perkataan Isha membuat si kembar mematung. Sedangkan Shasa, gadis itu merasa ada yang tidak beres ia mencoba meraba sekitar kembali. Dan ya, saat tangannya terkena sinar matahari ia dapat merasakan rasa hangat yang menjalar ditangannya.

"Ini siang? Tapi kenapa semuanya gelap? Bang! Jawab Shasa kenapa semuanya gelap? Shasa ga mungkin buta kan? ABANG JAWAB SHASA!" Ucap gadis cantik itu kembali histeris, ia bahkan terus memberontak saat Rezi memeluk tubuh mungilnya.

"K-kaki, Kaki Shasa kenapa ga bisa ngerasain apapun? Bang, Shasa ga mungkin lumpuh, kan? Iya kan, bang?" Ucap Shasa sambil meremat tangan Rezi dengan kuat. Air matanya menetes, ia tak mungkin buta dan lumpuh.

"Hiks... Shasa buta, hiks... Shasa ga bisa ngerasain apapun bahkan ngeliat pun Shasa ga bisa? Kenapa abang bohong waktu abang bilang sekarang udah malem? Hiks... Kenapa? Shasa cacat bang, Shasa ga bisa jalan sama liat lagi! ARRGHH SHASA CACAT! SHASA GA BERGUNA, GADIS CACAT! HIKS... Shasa cacat... Kembaliin penglihatan Shasa bang, hiks... Shasa pengen liat lagi... Kembaliin... Hiks..." Racau Shasa dengan mata yang penuh air mata. Sedangkan Isha, gadis itu hanya diam mematung dengan tangan terkepal. Gadis itu pun berbalik hendak keluar dari ruang inap yang penuh rasa sakit tersebut, sebelum langkahnya dihentikan oleh Jessna.

"Isha, lo mau kemana?" Tanya Jessna sambil mencekal lengan Isha. Gadis itu melepaskan dengan lembut cekalan tangan Jessna. Lalu tersenyum lembut kearah sahabat nya.

"Aku ada urusan sama seseorang, aku harus baresin sesuatu. Kalau Shasa tanyain aku, bilang sama dia kalau aku bakal 'kembaliin warna' dihidup dia dengan keadilan yang sepadan." Ucap Isha meninggalkan Jessna yang terdiam mencerna setiap kata yang mulut gadis lugu itu ucapkan.

Isha, gadis itu berjalan dilorong Rumah Sakit dengan aura yang amat pekat. Ditelinga kirinya terdapat earphones untuk menghubungi anggota miliknya.

"Perintahkan orang-orang bagian pelacak untuk melacak keberadaan seseorang. Bila sudah ditemukan, bawa orang itu keruang bawah tanah. Saya akan kirim data tentang orang tersebut lewat e-mail!" Ucap Isha setelah itu ia pun mematikan sambungan telfon tersebut.

'Kamu harus membayar semuanya, Seanna!' Batin Isha penuh kebencian, langkah apapun akan ia ambil untuk memberikan keadilan pada Shasa, Cahayanya.

✂-------------------------------------------

Saat Isha sudah sampai ditempat yang ia tuju, ia pun langsung keluar dan menutup pintu mobilnya dengan keras. Emosinya sudah tak terbendung sekarang, gadis sialan itu sudah membuat Isha kehilangan kesabarannya.

"Selamat datang, nona." Ucap seorang pria sembari membungkukan tubuhnya.

"Apakah kalian sudah menemukan seseorang yang aku perintahkan?"

"Sudah, nona. Para anggota sedang membawa target kemari, mungkin 10 menit dari sekarang mereka akan sampai." Ucap pria tersebut dengan nada tegasnya.

"Kerja bagus, Zero. Aku akan keruangan ku dulu, kalau orang itu sudah datang langsung bawa dan ikat dia di ruang bawah tanah!" Ucap Isha kepada Zero, lalu gadis itu pun melangkah meninggalkan pria itu sendiri.

'Orang gila mana lagi yang dengan bodohnya membangunkan Iblis yang tertidur itu?' Batin Zero meringis akan kebodohan dari orang yang sudah mengganggu ketenangan nona mudanya.

✂-------------------------------------------

Kembali ke tempat Shasa, kini gadis itu termenung sembari menunggu hasil dari pemeriksaan dokter. Ia hanya diam sedari tadi, sedangkan Rezi. Pemuda itu terus mengajak bicara sang adik.

"Shasa, kamu tau ga sih? Waktu itu abang pernah nginep dirumah Barra, dan kamu tau! Si Barra yang terkenal dingin disekolah malah ngerengek ke mamahnya biar dibuatin susu formula kesukaan dia hahhaa ada-ada aja kan dia." Ucap Rezi lalu menghela nafas karena perkataannya lagi-lagi tak digubris oleh sang adik.

"Bang, apa Shasa bisa liat sama jalan lagi ya?" Tanya Shasa sambil terus menatap kosong kearah depan.

"Kamu bakalan bisa liat sama jalan lagi ko, percaya sama abang! Kalau pun itu mustahil, masih ada abang yang bakalan jadi kaki dan mata buat kamu. Adik abang akan selalu cantik dan manis walaupun kamu punya banyak kekurangan. Jadi, ayo kasih abang senyuman manis punya Shasa." Ucap Rezi membuat hati Shasa menghangat dan tanpa sadar gadis itu tersenyum walaupun sedikit.

Tak lama Reza pun datang membawa nampan berisi makanan Rumah Sakit yang ia kresikan kembali agar adiknya tidak merasa hambar karena masakan Rumah Sakit sebelumnya.

"Nah! Adik cantiknya abang sekarang udah waktunya makan! Jadi ayo buka mulutnya, kalau Shasa ga makan nanti nasi sama sayurnya nangis lho." Ucap Reza dengan nada yang dibuat sesedih mungkin, membuat Shasa terkekeh. Lalu gadis itu pun membuka mulutnya untuk menerima suapan dari Reza.

Tak lama gadis itu pun kembali menitikkan air matanya. Shasa merasa bahwa kini ia menjadi beban untuk kedua laki-laki dihadapannya ini.

"Lho ko nangis? Makanannya ga enaknya? Mau abang bikinin menu yang lain?" Ucap Reza panik, ia pun langsung menyimpan makanan itu di meja kecil dekat ranjang rumah sakit adiknya. Lalu tangan pemuda itu pun menyeka air mata sang adik dengan lembut.

"M-maaf... Hiks..." Ucap Shasa sambil menangis.

"Maaf untuk apa, hm? Adek nggak salah, jadi ga perlu minta maaf." Ucap Reza sambil mengecup kening adiknya.

"M-maaf karena S-Shasa yang lumpuh dan buta jadi nyusahin abang kembar. Maaf... Kalau aja Sha-"

"Udah? Adek dengerin abang. Apapun yang terjadi, jangan anggap diri adek itu beban buat abang dan Rezi. Malah sebaliknya, adek itu kekuatan abang. Adek itu malaikat kecil yang Mommy dan Daddy titipin ke abang. Jadi stop buat anggap kalo diri adek itu beban, karena kehadiran adek itu anugerah buat kami yang Mommy dan Daddy titipin dari Tuhan." Ucap Reza sambil terus mengusap air mata sang adik.

Hati Shasa menghangat mendengarkan ucapan dari abang sulungnya itu. Ia tak henti mengucapkan rasa syukurnya kepada Tuhan karena telah memberikan abang seperti Reza dan Rezi dihidupnya.

BERSAMBUNG...

Natya's Second Life [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang