5. [RASA BERAT]

1.4K 145 2
                                    

______

Naren melangkahkan kakinya menuju kedalam rumah yang sudah bertahun-tahun ini sudah menjadi tempatnya berlindung dari berbagai macam cuaca dari luar. Pemuda itu melepas kedua sepatunya kemudian disusul dengan melepas kedua kaus kakinya.

Ia lantas segera berjalan menuju kedalam rumah, tak lupa juga ucapan salam ia lantunkan ketika kedua kakinya sudah menginjak kedalam ruang tamu.

Namun kali ini sepertinya ada yang sedikit berbeda. Tak ada sama sekali jawaban yang diberikan oleh sang nenek untuknya. karena tak tahu apa yang tengah terjadi, pemuda itu kemudian berjalan masuk mencari keberadaan wanita itu.

"Nenek? " Suaranya menggema diseluruh ruangan. Tak lupa juga ia periksa disegala penjuru rumah. Ruang keluarga, semua kamar dan juga dapur.

Tak lama kemudian matanya mendapati sebuah surat kecil yang terdapat diatas meja makan. Pemuda itu lantas segera membaca deretan huruf-huruf yang terdapat disana.

Nenek lagi belanja. Habis pulang kalian berdua langsung makan telur goreng diatas meja.

Pemuda itu menghela napas pelan. Ia sudah tak perlu lagi khawatir akan keberadaan neneknya saat ini. Pemuda itu kemudian berjalan menuju kedalam kamar untuk mengganti semula seragam yang ia gunakan hari ini.

Hanya makan ketika pagi tadi tentu saja membuat perutnya kembali keroncongan. Lebih baik ia menunggu sang kakak pulang saja untuk makan bersama. Jujur saja, Naren tidak begitu nafsu jika harus sendirian berada diatas meja makan seperti pagi tadi.

Moodnya kadang naik dan juga sebaliknya. Pagi tadi saja ia mencoba untuk tidak memakan satu suapan sama sekali. Namun karena sang kakak yang menyuruhnya maka Naren hanya menurut saja.

Pemuda itu saat ini berada didalam kamarnya. Setelah selesai dengan kegiatan mengganti pakaian, ia langsung merebahkan dirinya diatas ranjang yang sudah bertahun-tahun digunakan.

Ranjangnya dekat dengan jendela. Tentu saja hal itu memudahkannya untuk melihat kedunia luar. Seperti sore ini cahaya Surya masuk menerangi kamarnya yang sama sekali tak ia nyalakan sebuah lampu. Masih terlihat cukup terang untuk penglihatannya.

Pemuda itu menatap kearah plafon kamar yang hanya berwarnakan putih. Saat ini dirinya benar-benar bosan dan bingung. Ingin bermain ponsel saja rasanya begitu berat. Lebih baik ia cas sambil menunggu benda pipih itu penuh.

Sejak kecil hidup bersama kedua kakek neneknya tentu saja masih kurang baginya. Walaupun mereka memberikan kasih sayang layaknya anak sendiri, namun rasanya tentu saja kurang memuaskan.

Naren memiringkan posisi tidurnya menghadap kearah tembok yang terdapat jendela disana. Ia melihat ranting-ranting pohon dari bawah jendelanya yang terdapat beberapa burung tengah bertengger disana.

Rasa ingin bertemu dengan ayah begitu melekat dihatinya. Suatu hal yang sangat mustahil ia lakukan. Ayahnya bahkan sudah memiliki keluarga baru yang mampu membuat kebahagiaan itu muncul kembali.

Secepat itu mereka melupakan kedua putranya. Rasa sakit dihati tentu saja sangat melekat. Dirinya sangat sulit untuk menghilangkan kenangan-kenangan manis yang telah lama terjadi diantara keluarga mereka.

Tapi bagi Naren, sebuah harapan kecil masih tetap ada dihatinya. Suatu saat pasti dirinya akan bertemu dengan kedua orang tuanya, berkumpul bersama keempat keluarga mereka. Entah itu didunia ataupun di alam keabadian nanti.


Harapan Kecil || Jaemin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang