11. [PERGI LAGI]

1K 119 0
                                    



_____


Dengan berat hati, seorang pemuda yang baru saja memarkirkan sepedanya rapih di depan toko itupun segera berjalan masuk. Mungkin ayahnya sudah tidak akan mengenalnya lagi saat ini, setelah sekian lama tak bertemu, kemungkinan kecil Naren akan diingat oleh ayah kandungnya.

Namun pemuda itu masih tetap saja menaruh sebuah harapan. Ingin sekali jika memang hari ini ia ditakdirkan untuk bertemu kembali, Naren sangat ingin memeluk tubuh itu, mengucapkan ribuan kalimat rindu yang telah ia pendam sendirian didalam lubuk hatinya.

Entahlah hal itu mungkin tak akan pernah terjadi.

Naren mencoba untuk tidak peduli sama sekali dengan kehadiran ayahnya ditempat ini. Ia akan berbuat seakan-akan sama sekali tak pernah mengenal lelaki itu, walaupun kenyataannya hatinya menolak itu semua.

Pemuda itu mencari sebuah buku tulis berukuran sedang yang akan ia gunakan untuk sekolah. Bukan hanya itu, Naren juga membeli sebuah pena dan juga beberapa alat untuk menggambar seperti pensil warna, penggaris dan lain sebagainya.

Diambilnya benda-benda tersebut yang semula berada ditempatnya. Tunggu sebentar, sepertinya pensil warna miliknya dirumah masih layak digunakan, walaupun ukurannya bisa terbilang kecil.

Ia mengembalikan benda tersebut ketempatnya semula, yang Naren perlukan saat ini adalah mengambil satu pak buku yang berada di rak... Tepat sebelah ayah dan juga putra kecilnya.

Naren terdiam beberapa saat. Mungkin memang benar jika ayahnya sudah tidak mengenalinya saat ini. Pemuda itu memilih untuk tetap mengambil buku yang terdapat di rak tersebut, tidak peduli dengan keberadaan ayahnya yang kini benar-benar dekat disebelahnya.

Telah lama ia tidak berada di jarak seperti ini dengan orang tersayangnya. Rasanya begitu rindu, ingin memeluk tubuh itu dan mengatakan beribu-ribu kalimat rindu hingga ayahnya bosan untuk mendengarkan. Namun sepertinya takdir belum mengizinkan akan hal itu.

Naren berusaha untuk tidak salah fokus menatap ayah dan juga putranya yang kini masih terbilang kecil. Mungkin umurnya sekitar delapan tahun, terlihat lebih mirip dengan ayahnya dibanding dirinya.

Kedua tangan Naren bergerak untuk mengambil satu pak buku tulis dan juga satu pak sebuah pulpen yang berada dekat dengan tempat itu. Disana ia bisa melihat dengan jelas sang ayah yang tengah memilihkan sebuah kotak pensil kecil untuk putranya, adik tiri Naren.

Rasa kecemburuan tentu saja kini berhasil menguasai hatinya, namun Naren tetap berusaha untuk tidak mempedulikan rasa sakit itu. Bahkan disaat seperti ini saja, dirinya sama sekali bukan siapa-siapa nya ayah. Rasanya begitu sakit jika melihat keduanya tengah berbicara satu sama lain. Namun sebuah senyuman itu masih bisa ia ukuran indah di wajahnya.

Naren terus menatap kearah adik tirinya, dengan tatapan yang bisa terbilang bangga. Hanya putra kecil itulah yang dapat membuat luka masa lalu ayah kembali sembuh, tidak sepertinya yang hanya bisa menyusahkan saja sejak dahulu. Menangis dan terus menangis di setiap harinya, membuat ayah tentu saja merasa repot dengan tingkah kekanak-kanakan nya.

Pemuda itu tidak sadar jika saat ini, Bima, tengah menatapnya dengan sebuah tatapan yang sama sekali tidak bisa dijelaskan. Kerutan didahi pria itu terlihat jelas, ia sedari tadi tentu saja sadar akan kehadiran pemuda yang kini berada disebelahnya, pemuda yang sedari tadi terus menatap kearah putra kecilnya.

Harapan Kecil || Jaemin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang