__________________
Nsren salah, ia menyesal, sungguh. Seharusnya pemuda itu bisa lebih mengerti dengan apa yang dirasakan oleh kakaknya. Benar kata mereka, bahkan saja pemuda itu merasakan jika dirinya hanyalah beban untuk orang terdekatnya.
Ucapan yang keluar dari mulut kakaknya benar-benar membuat dirinya cukup sakit. Namun Naren juga bisa memahami. Hanya karena sebuah mood, mampu membuat semua perhatian yang Jean berikan hanya ia sia-sia kan saja.
Keras kepala, seharusnya dirinya lebih bisa berpikir dewasa. Mereka hanya berdua, siapa lagi kalau bukan kakaknya yang mengurusnya saat ini? Beberapa kali Naren merutuki dirinya bodoh.
Setelah kepergian Jean dari kamarnya, lelaki itu hanya mematung ditempat dengan pandangan kosong yang ia arahkan kebawah, menatap ubin keramik berwarna putih dibawah sana.
Masih pagi, dan ia sudah membuat kekacauan seperti ini? Sudah jelas kakaknya merasa sakit hati, Naren paham. Bodoh, bodoh sekali. Ia tidak bisa melakukan apa yang kakaknya ucapkan, bahkan saja hanya sekedar untuk makan sekalipun.
Jean yang sudah susah payah membuat semua itu, mungkin sudah tidak ada lagi gunanya. Naren merasa bersalah, ia bahkan sudah bisa mengklaim dirinya sebagai si pengundang amarah.
Naren bingung, untuk kesekian kalinya ia membuat kakaknya marah. Hal apa yang bisa ia lakukan untuk meminta maaf? Dengan kalimat pun sepertinya Jean sudah bosan.
Entahlah. Kini perlahan air yang turun dari langit mulai mereda, meninggalkan genangan air yang berada dipermukaan bumi.
Tidak ingin membuat celah dengan kakaknya semakin longgar, pemuda itu memutuskan untuk segera menemui kakaknya yang entah tengah melakukan hal apa. Cukup lama pemuda itu berada didalam kamarnya setelah kepergian Jean karena amarah.
Kini tepatnya pemuda itu berada didepan pintu yang terbuat dari kayu. Rasa ingin mengetuk, namun masih ragu. Bagaimana jika nanti ia dibiarkan begitu saja? Bagaimana jika nanti dirinya sama sekali tidak mendapatkan jawaban dari kakaknya? Ayolah, Naren hanya ingin meminta maaf. Hanya itu.
Tangan kanannya mencoba untuk mengetuk pintu putih tersebut, tentang kedepannya bagaimana, ia sama sekali tidak peduli. Entah nanti kakaknya akan marah lagi atau apa, Naren tidak mempedulikan semuanya. Ia hanya ingin Jean bisa cepat keluar dari sana, mendengarkan satu kali saja permintaan maaf yang keluar dari mulutnya.
Naren takut, ia tidak ingin lagi jika kakaknya kembali marah.
Sebelah tangannya ia gerakan untuk mengetuk pintu tersebut, tentu saja suara ketukan dari luar mampu didengar oleh Jean yang tengah mempersiapkan peralatan sekolahnya.
"Kak Jean... Maaf, "
Hening, masih sama sekali tidak ada sahutan yang ia dengar dari dalam. Sudah pasti kakaknya itu mencoba untuk membiarkannya.
Ayolah, jangan buat Naren menjadi semakin bersalah dengan apa yang dilakukan olehnya. Ia mengakui kesalahannya sekarang.
"Kak Jean mau makan apa? Biar aku buatin, "
Masih sama. Dari dalam sama sekali tidak ada jawaban yang diberikan oleh lelaki itu. Tidak apa dirinya harus mengulur waktu lama, bahkan saja saat ini lelaki itu sama sekali belum mengganti pakaiannya dengan seragam setelah mandi subuh tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harapan Kecil || Jaemin ✓
Teen FictionMenaruh kepercayaan kepada manusia adalah sebuah kesalahan. Sebuah harapan kecil yang ditaruh kepada seseorang yang sangat ia percayai, nyatanya itu semua hanyalah omong kosong belaka. Dengan begitu cepat, semuanya berubah. _______ Lokal ver Start...