34. [BEGITU JELAS]

885 98 1
                                    





_________________________





"Udah ya? Kita sekolah, keburu siang. " Ajak Jean yang kemudian melepas pelukan antara keduanya. Naren mengangguk, ia juga tidak ingin mengulur waktu hanya untuk menangis pagi ini. Belum lagi wajahnya yang terlihat kacau dan sembab karena air mata yang sejak tadi tak kunjung berhenti.

Naren mengusap kasar kedua matanya, mencoba untuk menghilangkan air mata yang tersisa disana. Bisa Jean lihat, betapa rapuhnya Naren ketika mendengar fakta itu.

Sejujurnya ia juga tidak ingin mengatakannya, hanya saja, jujur dari awal lebih baik daripada menyembunyikan terus menerus yang akan membuat hati adiknya bahkan semakin sakit.

Jean merapikan kerah bajunya yang sedikit berantakan karena tadi mereka berpelukan saling menguatkan. Semoga saja tidak terjadi sesuatu yang buruk kedepannya kepada Naren, ia sangat menyayangi sosok adiknya itu.

Wajah yang memerah karena menangis itu, kini terukir jelas sebuah senyuman yang sangat Jean senangi. Bukan hanya Naren, wajah keduanya bahkan telah basah karena air mata yang turun dari manik mereka masing-masing.

"Naren keatas dulu, kak. Mau nyiapin buku. "

Jean hanya mengangguk. Naren lantas segera berjalan meninggalkan dapur yang hanya tersisa Jean disini. Lelaki itu menata dua piring kotor yang terdapat disana. Ia tahu jika Naren tidak menghabiskan makannya pagi ini. Jean paham, sudah pasti adiknya kehilangan mood makan karena hal yang ia katakan.

Sepagi ini, dan Naren telah banyak mengeluarkan air matanya. Banyak sekali hal yang membuatnya pening di pagi hari ini.

Dengan sedikit segukan yang masih terdapat disela-sela aktifitas nya, Naren mencoba untuk memasukkan buku pelajaran sesuai dengan jadwalnya hari ini. Masih pagi, pemuda itu tidak ingin mengingat-ingat lebih apa yang dikatakan oleh kakaknya. Mungkin ia akan kembali sedih ketika mengingat semua yang Jean ceritakan.

Pantas saja sambungan antaranya dengan sang bunda putus begitu saja. Ia benar-benar tidak tahu dan tidak pernah menyangka. Dirinya pikir, wanita itu masih hidup dan tengah berada di negara tetangga.

Pemuda itu mengusap hidungnya yang terasa sembab. Dipikir-pikir, malu juga menangis dihadapan kakaknya disaat usianya telah remaja.

Naren mengambil ponselnya kemudian menaruhnya kedalam saku celana. Mood nya pagi ini benar-benar telah hancur, suasana didapur saja bahkan berubah 180° setelah Jean mengatakan sebuah fakta yang mampu membuat semangat hidupnya hancur.

Semula mereka berdua yang tengah bercanda sambil mengobrol sesuatu yang akan direncakan, namun setelahnya hati Naren berhasil dibuat patah dengan kalimat yang terucap dari bibir Jean.

Naren paham, disini bukan hanya dirinya saja yang merasakan kehilangan. Bahkan kakaknya mungkin lebih merasa sakit ketika mendengarkan kabar itu. Ia yakin, Jean baru saja mengucapkan hari ini karena sebelumnya lelaki itu telah berpikir takutnya jika terjadi sesuatu kepada dirinya. Ia yakin kakaknya menginginkan hal yang terbaik dan melihat keadaan yang baik pula untuk mengatakannya.

Dilain sisi, Jean juga sama halnya tengah menyiapkan apa yang akan ia bawa untuk hari ini. Mulai dari buku, tas dan juga uang yang akan ia gunakan untuk kekurangan kemarin. Bodoh sekali teman Naren, hanya karena sebuah benda yang sama sekali tidak ada gunanya itu, harus membuatnya mengeluarkan uang untuk membayarnya.

Harapan Kecil || Jaemin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang