43. AKHIR

2.4K 141 15
                                    

___________________

Mata sembab yang sangat jelas itu, terlihat dikedua netra seorang lelaki yang tengah duduk termenung dikursi rumah sakit.

Ingin rasanya ia membalas semua yang telah dilakukan oleh ayahnya. Jean sangat-sangat menyayangi Naren, mereka berdua telah berjanji untuk tidak meninggalkan satu sama lain. Ikatan persaudaraan yang mendarah daging, terasa jelas diantara keduanya.

Dan kini, salah satu dari mereka harus pergi karena tidak sanggup menahan rasa sakit yang dideritanya. Entah apa yang telah dilakukan oleh Bima, sehingga mampu membuat Naren, adik kesayangannya, memilih untuk menyerah.

Suara langkah kaki yang terdengar terburu-buru, mampu masuk kedalam indera pendengar Jean. Namun, ia memilih untuk tetap diam ditempat, enggan untuk melihat siapa pemilik langkah kaki itu.

"Jean,"

Seseorang memanggilnya, namun ia tetap dalam pendiriannya. Pemuda itu masih memilih untuk diam ditempat tanpa menengok sedikitpun kearah suara yang memanggilnya.

Bisa pria itu lihat, bagaimana terlihat berbeda putranya saat ini. Tidak ingin membuang waktu lama, segeralah pria itu berjalan masuk menuju kesebuah ruangan yang bagi Jean itu adalah ruangan mengerikan.

Disini, bisa Bima lihat, sebuah brankar pasien dengan seseorang diatasnya yang telah ditutupi dengan sebuah kain. Tubuh yang terlihat sudah kaku, tidak ada lagi tanda kehidupan disana.

"Na...ren..."

Dengan hati-hati, ia membuka sebuah kain penutup diatas tubuh yang pucat itu. Rasanya ingin menangis kala melihat seorang pemuda yang penuh dengan luka lebam ditubuhnya.

Kalah, Bima akhirnya menitikkan air matanya sekarang. Sungguh, ia tidak pernah berniat untuk menghabisi putranya sendiri. Tidak ada satu pun rasa dihatinya untuk melakukan hal itu.

Pria itu tidak tahu seberapa rapuhnya Naren ketika tidak bersamanya.

"Telat."

Suara seseorang yang berasal dari arah pintu, mampu membuat Bima langsung menoleh kearah pemuda yang tengah berdiri, dengan kedua mata yang masih terlihat sembab.

"Kemana aja ayah waktu Naren butuh ayah?"

Pria itu terdiam, ia memandang wajah yang sudah pucat disebelahnya. Dan, pada akhirnya ia gagal untuk menjadi seorang ayah.

"Yah, cukup Jean aja yang dipukulin dulu, jangan Naren..." Mata sembab itu kembali mengeluarkan cairannya.

"Ayah gak tau, kan? Naren selalu nangis waktu ayah buang kita berdua dirumah nenek!" Jean meninggikan nadanya diakhir kalimatnya.

"Naren pengen bisa tinggal bareng ayah, bisa makan bareng ayah lagi kaya dulu, bisa serumah sama ayah. Tapi," Jean mengusap kasar matanya. "Kenapa ayah ngancurin harapannya Naren, yah? Naren anak ayah apa bukan?"

"Dari dulu ayah gak pernah berubah! Waktu emosi selalu ngelampiasin ke anaknya!" Dengan sengaja Jean meninggikan nada bicaranya.

Semua yang dilakukan Bima saat ini sudah terlambat. Mau semenyesal apapun, mau semenangis apapun, itu semua tidak akan bisa mengembalikan adiknya lagi.

Harapan Kecil || Jaemin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang