Akhirnya cerita ini up juga ^^
Buat yang lupa alurnya bisa baca chapter sebelumnya yaa.___________________
Bukannya Naren menolak, pemuda itu tidak ingin lagi membuat orang sekitarnya kerepotan hanya karena ulahnya.
Baru satu hari ia berada ditempat ini, dan Naren mencoba untuk menjaga dirinya agar tidak menyusahkan orang lain.
Saat ini pemuda itu tengah berada di dalam kamarnya yang terletak dilantai bawah. Panas diperutnya sudah sedikit mereda, namun berbeda dengan sakit dikepala.
Pemuda itu memegang sebuah ponsel yang ia gunakan untuk menghubungi kakaknya. Naren menatap benda itu kecewa, bahkan saja Jean hanya membaca pesannya tanpa berniat untuk membalas sama sekali.
Sudah beberapa jam yang lalu, namun centang dua biru itu tak kunjung mendapatkan balasan. Ia tahu jika kakaknya memang benar-benar marah padanya.
Tidak ingin membuat hal seperti ini semakin rumit, Naren lebih memilih untuk menelpon nomor tersebut dan berbicara lewat sana. Ia tahu kakaknya tidak akan terus-terusan marah hanya karena masalah ini.
Suatu saat Naren yakin pasti dirinya bisa meyakinkan kakaknya. Mereka berdua akan membuat lembar baru ditempat ini, tempat yang telah lama tidak dihuni bersama.
Suara ponsel yang tengah menghubungi kini terdengar. Terbaca jelas tulisan 'berdering' disana, namun hal itu sama sekali belum mendapatkan jawaban dari sebrang.
"Angkat, kak..." Gumamnya sedikit menahan sebuah rasa takut dihatinya. Mau bagaimana pun, kakaknya tetap berperan penting didalam hidupnya.
Sudah banyak sekali hal yang telah dilakukan oleh lelaki itu. Naren tidak akan sanggup jika terus-menerus harus bertengkar seperti ini.
Lama ditunggu, namun tidak ada sama sekali jawaban dari sana. Panggilannya sama sekali tidak dijawab dari sebrang, membuat hatinya merasa bersalah karena telah kembali ketempat ini.
Ia tidak tahu pasti apa yang membuat kakaknya begitu tetap kekeuh tidak ingin kembali ketempat ini. Ia tidak tahu luka apa saja yang telah ayah berikan olehnya, yang telah membuat dirinya begitu merasa kecewa.
Suara ketukan pintu yang berasal dari luar kini terdengar ditelinganya. Ia bisa menangkap sebuah suara yang sudah dipastikan jika itu adalah suara ayahnya.
"Naren, "
Begitu suara panggilan itu terdengar, tidak memerlukan waktu lama untuk pemuda itu membuka sebuah pintu yang bahkan sama sekali tidak ia kunci.
"Ayah? "
"Ayah beliin kamu obat tadi dari apotik, jangan lupa diminum ya. Maafin ayah, ayah lupa..."
Naren menggeleng. Ia bisa mewajarkan hal ini, mereka sudah lama tidak tinggal bersama, tentu saja hal seperti ini akan mudah terlupakan.
Senyuman ia lukis diwajahnya. Ayah tidak pernah berubah sejak dahulu, masih tetap menjadi seorang ayah yang sangat Naren sayangi.
"Makasih ayah. Naren udah sedikit enakan tadi dibuatin teh sama mama,"
Terlihat jelas wajah hangat itu didepan matanya. Sungguh demi apapun Naren sangat bahagia bisa sedekat ini lagi dengan ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harapan Kecil || Jaemin ✓
Teen FictionMenaruh kepercayaan kepada manusia adalah sebuah kesalahan. Sebuah harapan kecil yang ditaruh kepada seseorang yang sangat ia percayai, nyatanya itu semua hanyalah omong kosong belaka. Dengan begitu cepat, semuanya berubah. _______ Lokal ver Start...