_____
Naren menutup buku yang baru saja ia gunakan untuk belajar. Pemuda itu menghela napas pelan lalu melihat kearah pergelangan tangannya yang terdapat sebuah arloji disana.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam, dan dirinya sama sekali belum merasakan kantuk untuk saat ini.
Mungkin karena tadi sore ia menghabiskan waktu untuk tidur sehingga ketika malam hari datang, ia yang biasanya sudah mengantuk kini malah belum sama sekali.
Pemuda itu menata dahulu meja belajarnya agar rapih seperti semula. Ia letakan kembali buku-buku nya kedalam tas agar esok hari dirinya tidak terlambat pergi ke sekolah.
Naren mengambil ponsel yang berada di atas meja belajarnya semula. Ia kemudian membaringkan tubuhnya menatap benda pipih itu. Bukannya memainkan, Naren hanya menatap datar saja kearah benda tersebut.
Tak sengaja maniknya menatap ke meja nakas sebelah kamarnya dimana disana terdapat fotonya dengan sang kakak beberapa tahun lalu. Ya, hanya berdua tanpa kedua orang tua disebelahnya.
Udara dingin itu terasa di Indra perabanya. Naren kemudian memutuskan untuk menutup jendela kamar agar angin-angin malam tak masuk menembus ke celah jendela yang mengakibatkan udara didalam kamar ini terasa begitu dingin.
Setelahnya ia hanya meringkuk diatas ranjangnya sambil memeluk kedua lutut. Hal seperti ini sudah biasa ia lakukan, entah mengapa rasanya begitu nyaman ketika ia dalam posisi seperti ini.
Hanya memandang kosong kearah depan. Naren ingat dengan ucapan kakaknya malam tadi sehabis magrib, mata Jean terlihat memerah seperti orang yang baru saja selesai menangis. Hal itu tentu saja membuat Naren ragu jika kakaknya memang tengah baik-baik saja.
Tidak mungkin, pasti Jean tengah kepikiran tentang ayah mereka. Tentu saja rasa rindu itu tak kunjung menghilang dari hati mereka, mengingat kedua orang tuanya yang dulu begitu sayang kepada mereka.
Dahulu, memang mereka bersama. Namun tidak untuk sekarang. Masing-masing telah memiliki kehidupannya sendiri-sendiri didalam keluarga baru mereka.
Naren merasa sebagai anak yang telah terbuang dari keluarganya. Besar dirumah nenek, tentu saja hal itu sama sekali tak membuat ia menjadi anak yang bahagia seutuhnya.
Alur hidup terkadang sesulit ini. Besar tanpa kasih sayang bunda, tentu saja hal itu begitu kurang baginya. Rasa kehilangan itu masih tersimpan jelas di lubuk hatinya.
Jika saja bisa, Naren lebih memilih untuk amnesia sepenuhnya karena disaat itulah dirinya sama sekali tak ingat dengan masa lalu yang menyakitkan. Masa lalu yang membuat dirinya begitu terpuruk. Didewasakan oleh keadaan, di haruskan ikhlas dengan takdir. Semua itu terasa begitu berat ia jalani.
Sampai detik ini dimana umurnya yang hampir menginjak ke tujuh belas tahun, tepatnya delapan tahun yang lalu dimana sang ayah pergi meninggalkannya, ia sama sekali tak pernah lagi bertemu dengan sosok ayah kandung bertahun-tahun lamanya. Dan delapan tahun bukanlah waktu yang cepat baginya.
"Jangan pernah lupain ayah, ya? "
Ucapan yang sangat jelas teringat dipikirannya, ia sematkan ucapan itu didalam hatinya agar tidak hilang. Nyatanya itu hanyalah ucapan tanpa kepastian. Semuanya berubah disaat ayah telah menemukan keluarga baru mereka.
Hati anak mana yang tidak sakit ketika ditinggalkan oleh orang tersayang dalam hidupnya? Orang yang berperan penting untuk mendidik sang anak sehingga menjadi seorang remaja yang sukses, namun sepertinya hal itu sama sekali tak Naren dapatkan hingga saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harapan Kecil || Jaemin ✓
Teen FictionMenaruh kepercayaan kepada manusia adalah sebuah kesalahan. Sebuah harapan kecil yang ditaruh kepada seseorang yang sangat ia percayai, nyatanya itu semua hanyalah omong kosong belaka. Dengan begitu cepat, semuanya berubah. _______ Lokal ver Start...