38. [RUMAH AYAH]

971 94 1
                                    

__________________

Jean berhasil dibuat kesal oleh pilihan adiknya. Lelaki itu kini lebih memilih untuk pergi dari dapur meninggalkan adiknya yang tengah berdiri disebelah kursi yang hendak ia duduki. Entahlah mengapa rasanya ia begitu kurang ikhlas jika Naren harus tinggal disana.

Sedangkan sang adik hanya menunduk memperhatikan meja yang berada dihadapannya. Ia mendudukkan tubuhnya kekursi, kemudian menatap kosong kearah benda tersebut. Lagi-lagi harus merasakan bingung seperti ini.

Helaan napas terdengar dari mulut pemuda itu. Mood nya untuk makan benar-benar telah hancur. Kakaknya memang egois, lelaki itu bahkan sepertinya tidak main-main dengan ucapannya kemarin sore.

Namun keputusan tetaplah keputusan, Naren telah membulatkan tekad nya untuk pulang kerumah lama. Ia juga menginginkan suasana baru, berkumpul kembali dengan keluarga lamanya. Setidaknya pemuda itu bisa merasakan kasih sayang ayah.

Jika dikatakan haus, memang pemuda itu benar-benar haus akan perhatian. Ia menginginkan sebuah pelukan hangat, menginginkan semua yang telah hilang sebelumnya di kehidupannya.

Naren telah benar-benar memilih pilihannya. Walaupun untuk saat ini tidak kesana dengan sang kakak, ia yakin suatu hari pasti Jean akan bisa ia yakinkan untuk ikut dengannya. Jujur saja, Naren juga tidak ingin meninggalkan kakaknya dirumah ini sendirian. Tidak bisa terbayang bagaimana sepinya tempat ini jika hanya diisi oleh satu orang saja.

Namun ia juga tidak ingin menyia-nyiakan hal yang telah diimpikannya. Naren benar-benar telah memilih keputusannya, ia tidak akan menarik lagi apa yang telah diutarakan pagi ini.

"Maafin Naren kak, Naren juga rindu sama ayah..."

__________________

Jean memegangi kepalanya yang terasa sakit. Ia benar-benar pusing dengan apa yang dikatakan Naren pagi tadi. Ia takut, tidak ingin jika nanti adik satu-satunya harus berada disana, diantara orang-orang yang telah berkeluarga. Ia takut jika Naren akan dianggap sebagai orang asing kepada keluarga baru ayah.

Lelaki itu berharap, semoga saja pagi tadi Naren tidak benar-benar menginginkan hal itu. Ia kurang yakin, luka lamanya masih ternganga lebar dihati, lelaki itu tidak ingin jika harus tercipta kembali luka baru karena keputusan yang salah nantinya.

Ia sudah tidak tahu bagaimana sifat ayah yang asli setelah berkeluarga lagi. Dan entahlah, mengapa Naren begitu menginginkan hal yang sudah jelas kedepannya akan kembali menyakitinya lagi. Jean yakin, keluarga ayah tidak akan semudah itu menerima orang lain diantara mereka.

Lelaki itu kini tengah duduk diatas kursi yang sering ia gunakan untuk melakukan aktivitas nya diatas sana. Jam didinding telah menunjukkan pukul sembilan pagi. Sengaja Jean saat diruangan dapur tadi langsung meninggalkan adiknya disana. Ia tidak ingin jika nanti akan ada ucapan lain yang keluar dari mulutnya, itu pasti akan membuat Naren semakin takut dan juga tambah menjauh darinya.

Jean benar-benar dilanda kebingungan. Apakah ia harus memberikan izin Naren untuk beberapa saat kedepan saja? Sekitar semingguan mungkin, agar adiknya bisa merasakan bagaimana rasanya tinggal disana.

Suara pintu yang tengah diketuk itu membuat lelaki yang berada didalam kamar ini langsung menoleh kearah sana. Ia bisa memastikan jika itu Naren, entah apa yang akan dilakukan adiknya saat ini.

Tidak ingin menunggu lama, Jean langsung membukakan pintu tersebut. Ia benar-benar terkejut, disana terlihat Naren yang sudah siap dengan sebuah tas dipunggungnya. Tas yang sering digunakan Naren untuk sekolah, namun berbeda untuk saat ini, tas itu terlihat banyak sekali isi yang terdapat didalamnya.

Harapan Kecil || Jaemin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang