2. [HANYA MENANGIS]

5K 263 1
                                    

____

"Naren, sarapannya dimakan. Kebiasaan kamu, " ucap seorang lelaki yang berumur dua tahun lebih tua darinya.

Pemuda yang merasa namanya disebut itu lantas segera menoleh. Hanya sebuah cengiran yang ia berikan karena lagi-lagi lelaki itu ingin berniat untuk meninggalkan sarapan paginya.

Bukan sekali dua kali sang kakak selalu melihat adiknya seperti itu, ia hanya bisa menggeleng. Mungkin karena semalaman pemuda itu tidur terlalu malam karena memikirkan belajarnya sehingga pagi hari pasti adiknya seringkali bangun kesiangan.

"Gak akan kakak tinggal, cepet habisin. " Ucap lelaki itu yang hanya diangguki oleh Naren.

Pagi hari sarapan dengan sebuah telor mata sapi adalah hal yang biasa terjadi. Naren sama sekali tak mempermasalahkan sarapan apa yang dapat ia makan, yang terpenting baginya adalah perut yang sudah terisi.

Dilain sisi Jean-- sang kakak heran mengapa adiknya itu jarang sekali ingin berangkat sekolah bersamanya. Memang keduanya sama sekali tak pernah menaiki kendaraan apapun. Menggunakan kedua kaki sudah mereka lakukan sejak lama.

Tak ada keluhan karena keduanya paham bagaimana kondisi neneknya yang telah mengurus mereka sejak kecil hingga sedewasa ini. Mereka berdua masih memiliki seorang ayah dan ibu, hanya saja sampai saat ini keduanya sudah tak dapat lagi bertemu dengan ibu mereka.

Sejak kejadian dimana keluarganya benar-benar hancur. Semula ibu mereka yang hanya meminta izin untuk pergi bekerja diluar negeri beralasan agar kehidupan kedua putra mereka tercukupi, namun nyatanya hingga sebelas tahun mereka bertiga sama sekali tak pernah lagi mendengarkan kabar dari sang ibu setelah terakhir kali ibunya meminta sebuah perceraian yang nyatanya sama sekali tak ditanggapi oleh sang ayah.

Saat itu ayah benar-benar pusing dengan semuanya. Istrinya tak bisa dihubungi membuat dirinya benar-benar frustasi memikirkan hal itu.

Disaat umur Jean telah menginjak ke sepuluh tahun, pria itu lantas memutuskan untuk mencari pekerjaan agar ekonomi keluarganya dapat berjalan lagi. Benar-benar bekerja keras sampai-sampai Jean seringkali menasehati ayahnya agar berhenti bekerja untuk sejenak. Jika hal itu terus terjadi maka yang ada hanya akan membuat kondisi tubuh ayahnya menurun.

Saat itu ayah bekerja banting tulang sekaligus menjadi ibu rumah tangga bagi keduanya. Hanya berjalan selama delapan bulan hingga ayahnya menemukan wanita lain yang kini telah menjadi istrinya, ibu tiri dari Jean dan Naren.

Hanya Jean saja yang bisa menangis kala itu, Naren lebih muda dua tahun darinya, adiknya pun ikut serta menangis karena hanya itu yang dapat ia lakukan. Orang tua mereka perlahan pergi dan meninggalkan mereka. Entah mengapa ayah sama sekali tak ingin membawanya ikut serta ke keluarga.

Mereka berpisah, tanpa adanya sebuah surat perceraian.

Saat itu Jean pikir ayahnya pasti malu karena memiliki dua anak seperti mereka yang begitu menyusahkan. Hal itulah yang ia pikirkan selama ini kepada ayahnya.

Jean ingat betul disaat sang ayah berucap suatu malam.

"Jangan pernah lupain ayah, ya? "

Satu kalimat yang mampu membuatnya sulit untuk berpikir jernih. Ucapan itu keluar dari mulut ayahnya disaat lelaki itu benar-benar sudah tak bisa apa-apa lagi. Berminggu-minggu ayahnya sakit karena terlalu sering bekerja.

Harapan Kecil || Jaemin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang