______
Perlahan tangannya bergerak untuk menutup sebuah pintu yang terbuat dari kayu itu. Setelah hampir dua jam pulang dari pemakaman sang nenek, Jean langsung mengantarkan Naren kedalam kamarnya dan membuatkan sebuah kompres di keningnya.
Adiknya itu terlihat sangat lelah, bahkan sore ini yang masih bisa terbilang cukup siang, Naren sudah terlelap dalam mimpi indahnya. Badannya benar-benar panas saat Jean menyentuh permukaan kulit adiknya.
Helaan napas pelan terdengar dari mulut Jean, entah nanti bagaimana kehidupan mereka kedepannya, tanpa seorang yang mereka sayangi itu. Naren hanya memiliki Jean, begitupula sebaliknya.
Sama-sama menguatkan, mereka berdua benar-benar tumbuh dengan kasih sayang kedua kakek neneknya dan juga dengan luka yang diperbuat oleh kedua orang tuanya.
Namun dalam hati kecil Jean, lelaki itu berharap bahwa bisa cepat bertemu dengan sang ibu, ibu mereka yang telah lama tidak pernah mereka temui. Bahkan kabarnya saja sudah tidak pernah mereka dengar.
Dari lantai atas, ia bisa melihat sang ayah yang kini masih setia berada di kursi sofa ruang keluarga itu. Entah apa yang diinginkan oleh pria itu saat ini, tapi yang Jean ingat jika ayahnya ingin berbicara dengannya.
Sejujurnya rasa sakit itu masih terus membekas dilubuk hatinya. Benar saja, Jean sama sekali tidak bisa untuk barang sekalipun melupakan hari itu dimana ayahnya benar-benar meninggalkan mereka dirumah ini.
Beberapa hari yang lalu saja ayahnya telah menghubunginya melalui ponsel. Namun karena luka hati itu masih terus menetap, Jean akhirnya memilih untuk memblokir kontak tersebut tanpa menghapusnya. Walaupun dihatinya ia benar-benar rindu, namun tidak jauh dari kata itu, sebuah kekecewaan terus menyelimutinya.
Kedua kakinya berjalan melangkah menuruni barisan anak-anak tangga yang kini ia pijak. Tidak ingin mengulur waktu, lelaki itu memilih untuk mempercepat langkahnya dan pada akhirnya iris keduanya bertemu, saling pandang satu sama lain.
Jean berusaha untuk tetap bersikap normal. Ia tidak ingin menunjukkan rasa bencinya itu saat ini juga. Mau bagaimana pun, orang yang berada dihadapannya itu adalah ayah kandungnya.
Lelaki itu memilih duduk tepat dihadapan sang ayah. Bisa ia dengar helaan napas yang keluar dari mulut Bima disaat pria itu seperti ingin memulai pembicaraan mereka.
"Je... Ayah kesini mau ngomong hal penting sama kamu, "
"To the point, yah. Banyak pekerjaan yang harus Jean kerjain sore ini. " Jawabnya dengan nada dingin. Ia sama sekali tidak memperlihatkan ekspresi wajahnya, hanya datar yang dapat Bima lihat saat ini.
Bisa Bima pahami jika saat ini putranya itu tentu saja tengah kesal dengannya. Berbeda dengan Naren yang ketika mereka bertemu, keduanya langsung berbicara hangat di sebuah toko buku kemarin.
"Ayah mau ngomongin soal ibu kamu, dia gak ada kabar dulu sampe ayah bener-bener pusing sama semuanya... "
Tunggu, Jean sepertinya tertarik dengan pembicaraan kali ini. Mengingat dirinya yang sudah lama tidak mendapatkan kabar tentang sang bunda.
"Ibu kamu... Dia... Kecelakaan pesawat tepat sampai di Taiwan sana, "
Jean mengerutkan keningnya tidak percaya. Tunggu, berapa lama ayahnya menyembunyikan semua itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Harapan Kecil || Jaemin ✓
Teen FictionMenaruh kepercayaan kepada manusia adalah sebuah kesalahan. Sebuah harapan kecil yang ditaruh kepada seseorang yang sangat ia percayai, nyatanya itu semua hanyalah omong kosong belaka. Dengan begitu cepat, semuanya berubah. _______ Lokal ver Start...