"Salam hormat Ibu" hormat Ratu Andira seraya tersenyum.
"Bagaimana keadaanmu Ratu Andira? Apa kau sudah mengandung?" tanya Ratu Sarika yang saat ini sudah berganti status menjadi Ibu suri di Kerajaan Ambarawa.
"Mohon maaf Ibu, aku tidak ingin lancang padamu, tapi bisakah Ibu untuk tidak selalu membahas tentang hal itu? Kurasa selama ini sudah cukup Ibu menanyakan tentang keturunan kepadaku. Aku ini bukanlah Tuhan yang tau kapan aku bisa mengandung Ibu, tolong mengertilah. Aku dan suamiku juga sudah berusaha sebaik mungkin untuk segera mempunyai seorang anak, bahkan tanpa diminta pun kami berdua juga menginginkan buah hati kami Ibu. Kami juga ingin mempunyai seorang anak, kami juga ingin mempunyai seorang keturunan, tapi jika Tuhan belum memberikannya, apa yang bisa kami lakukan Ibu?"
"Sampai kapan kau berusaha Ratu Andira? Aku sudah lama menunggu kehadiran cucuku itu, kerajaan ini harus segera memiliki penerusnya. Bagaimana jika kerajaan ini tidak mempunyai seorang penerus? Ku rasa semoga itu tidak terjadi."
"Aku memahami akan kekhawatiran mu Ibu, kami juga sedang menunggu anak kami. Segala cara pun kami sudah mencobanya, dan itu semua gagal."
"Aku tidak ingin tahu tentang hal itu Ratu Andira, kapan kira-kira pewaris itu akan kau berikan pada kerajaan ini? Ku harap itu tidak membutuhkan waktu yang sangat lama. Ambarawa akan hancur jika tidak memiliki pewaris yang akan memerintahnya di masa depan."
"Aku tidak bisa menjamin kapan dia akan hadir karena aku bukan Tuhan, aku bukan Tuhan Ibu. Mungkin saat ini Tuhan sedang menguji kami untuk selalu bersabar."
"Sabar? Apa yang akan kau dapatkan dengan rasa sabar itu? Apakah dengan kalian sabar maka pewaris itu akan hadir secara langsung? Tentu tidak kan?"
"Aku percaya takdir Tuhan Ibu, jika kami bisa bersabar maka ibu juga harus bisa bersabar."
"Kau berani menceramahiku?"
"Bukan begitu Ibu, aku tidak pernah ingin untuk menceramahimu, bahkan di pikiranku saja tidak pernah terbesit akan hal seperti itu. Terkadang kita memang diuji oleh Tuhan untuk mengetahui sejauh mana kita bisa bersabar, jadi aku mohon bersabarlah Ibu."
"Pernikahanmu sudah hampir tiga tahun Ratu Andira, dan sampai saat ini kau belum juga mengandung. Dan mengenai sabar, selama tiga tahun ini aku sudah menantikan kehadiran pewaris itu. Bukankah aku sudah bersabar selama tiga tahun itu? Lalu apa hasilnya? Haruskah aku mengatakan bahwa dirimu adalah Ratu yang tidak berguna?"
"Ibu bisa mengatakan hal apapun tentangku, aku menerimanya. Aku memang salah karena tidak bisa memberikanmu seorang cucu, aku memang salah karena aku tidak bisa memberikan kerajaan ini seorang penerus. Kuakui aku memang salah ibu, aku memang salah."
"Entah bagaimana putraku bisa menikah dengan seorang wanita yang tidak bisa diandalkan sepertimu. Aku sangat menyesal karena membiarkan putraku mengikuti sayembara mu dulu, jika aku tahu bahwa dirimu tidak akan memberikan seorang pewaris, maka bisa ku pastikan putraku tidak akan hadir ke sayembara mu waktu itu. Ku rasa kau memang ditakdirkan untuk tidak punya seorang anak, buktinya sampai saat ini perutmu masih rata. Apakah ada sebuah dosa besar yang kau perbuat hingga Tuhan tak kunjung memberikanmu seorang anak Ratu Andira? Apakah kedua orang tuamu itu tidak mengajarkan betapa pentingnya seorang keturunan dalam rumah tangga? Apakah orang tuamu tidak mengajarimu akan hal itu?"
Ratu Andira terdiam ketika mendengar ucapan dari Ibu mertuanya. Ia tidak menyangka bahwa seorang Ibu mertua yang dulunya sangat menyayanginya, tiba-tiba sangat membencinya lantaran ia belum kunjung memberikan keturunan bagi kerajaannya. Hanya karena belum memberikan seorang pewaris, apakah dia harus menerima perlakuan buruk dari Ibu mertuanya?
"Ternyata salah besar aku menghormatimu selama ini Ibu, aku tidak menyangka seorang Ibu mertua yang dulunya sangat menyayangiku sekarang berubah menjadi sangat membenciku lantaran aku belum memberikan seorang pewaris pada kerajaannya. Aku tau diriku memang tidak sempurna Ibu, tapi seharusnya Ibu juga bisa memahami keadaanku. Tanpa disuruh pun aku juga sangat menginginkan seorang pewaris untuk kerajaan ini, tapi jika Tuhan belum mengabulkan doaku itu, haruskah aku memberontak padanya Ibu? Haruskah aku memaksa Tuhan untuk segera memberikan keturunan padaku? Aku kira sesama wanita kita akan saling memahami, namun nyatanya ada juga wanita yang tidak punya perasaan bahkan menghina satu sama lain. Bagaimana jika dirimu yang ada di posisiku saat ini Ibu? Jujur saja aku tidak masalah ketika Ibu mengatakan hal apapun mengenai diriku, tapi jika itu berhubungan dengan kedua orang tuaku maka aku tidak bisa menerimanya. Ajaran dan didikan orang tuaku tidak pernah mengajariku untuk melakukan dosa, mereka selalu mengajariku nilai-nilai yang baik. Dan sekarang dirimu meragukan didikan orang tuaku Ibu? Keturunan memang sangat dibutuhkan untuk melanjutkan generasi selanjutnya, tapi jika Tuhan belum mengizinkan kami untuk mempunyainya, haruskah kami bunuh diri? Haruskah kami memaksa Tuhan Ibu? Haruskah? Aku sangat menyayangimu ibu, sangat menyayangimu. Tapi saat mendengarmu mengatakan hal itu, semoga aku tetap menyayangimu ibu, semoga."
Ratu Andira pun pergi meninggalkan ruangan ibu mertuanya tanpa berpamitan, semua yang ia pendam akhirnya ia keluarkan karena ia rasa sudah cukup Ibu mertuanya menghinanya selama ini. Ratu Andira memang terkenal dengan kesabarannya yang tinggi, namun jika ada seseorang yang berani membicarakan hal-hal yang tidak baik tentang orang tuanya maka ia tidak akan tinggal diam.
Mendengar ucapan dari menantunya, membuat Ibu suri menatap sang menantu tak percaya. Ia begitu terkejut ketika mendengar penuturan dari Ratu Andira yang saat ini sudah berani berbicara seraya menatap wajahnya.
'Ini tidak bisa dibiarkan' batin nya.
•••••
Dua bulan kemudian
Kerajaan Ambarawa saat ini sedang mengadakan sidang, dimana semua orang dihadirkan kecuali Ratu Andira yang sedang tidak enak badan. Ya, sejak beberapa hari ini memang tubuh sang Ratu Ambarawa sedang tidak sehat. Tidak hanya tubuh yang melemah, seluruh tubuhnya diselimuti rasa panas yang sangat tinggi, terlebih di bagian perutnya. Tabib istana pun angkat tangan saat melihat kondisi dari Ratu Andira, padahal tabib itu merupakan tabib terhebat di seluruh kerajaan yang ada. Raja Andrian sangat cemas ketika melihat kondisi sang istri yang tak kunjung membaik, sedangkan Ibu suri sangat bahagia ketika mengetahuinya. Karena baginya tidak lama lagi pasti menantunya akan segera menemui ajalnya. Bahkan dialah yang sudah mengatur sidang ini, dimana pada sidang ini akan membahas bahwa sang raja harus segera mempunyai anak dengan menikah lagi.
"Membahas apa sidang kali ini perdana menteri? Bukankah kalian tahu bahwa istriku sedang sakit? Lalu bagaimana mungkin kalian mengadakan sidang saat ini tanpanya? Kuharap sidang ini segera selesai, karena bagiku yang terpenting saat ini adalah kondisi istriku." ucap Raja Andrian.
Perdana menteri berkata, "Mohon maaf yang mulia karena sudah mengganggumu, tapi ini harus segera dibicarakan."
"Baiklah apa bahasan sidang kali ini?"
"Sidang kali ini akan membahas tentang Ratu Andira yang mulia "
"Ada apa dengan istriku?"
•••••
Jangan lupa vote and coment juga yaa
See you next time
Sumenep, 26 Juny 2022
Revisi 16 Agustus 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
AMBARAWA
FantasyAkankah cinta harus berakhir lantaran maut yang memisahkan antara sepasang kekasih yang memang ditakdirkan untuk hidup bersama? Bagaimana menurutmu? Menurut sebagian orang, kematian mungkin merupakan akhir dari segalanya, namun ada juga yang percaya...