"Kangen adik saya kamu?"
"Raline lagi ngapain sekarang, Bang? Sehat kan?" Tanya Kristian di seberang.
Jantung Raline berdebar mendengar suara Kristian. Sudah sangat lama mereka tak saling berkabar. Tapi, Raline memilih pura-pura tak tau dan tak mendengar. Dia sekuat tenaga menahan kepalanya agar tak menoleh menatap Raynal yang sedang melakukan panggilan video dengan kekasihnya.
"Sehat, ini lagi kumpul bareng. Mau ngobrol sama Raline?"
"Raline-nya mau apa nggak?"
Raline diam saja. Ia belum siap digoda lebih parah oleh keluarganya. Raline kapok ketika pulang dari Magelang kemarin bisa-bisanya dia langsung disuruh mentraktir kedua kakaknya karena telah jadian. Sempat heran kenapa mereka tau, tapi setelah membaca surat dari Kristian ... segala rasa berkumpul jadi satu. Marah, sedih, kecewa, senang, dan terharu.
Kristian tak menghubunginya karena sedang melaksanakan perintah Raynal sebagai syarat untuk menjadi pacarnya. Keterlaluan memang Kak Raynal, untung Bang Tian nggak mundur!
"Nih, Dek ... Kristian mau ngobrol sama kamu." Raynal menyerahkan ponselnya pada Raline.
Gadis itu menerimanya dengan ragu. Kemudian dia pamit untuk mengobrol dengan Kristian yang langsung dibalas anggukan oleh kedua orangtuanya sambil tersenyum. Raline beranjak dari gazebo dan masuk kedalam rumah.
***
Kristian tersenyum ketika akhirnya wajah Raline terlihat olehnya. Wajah yang sebulanan ini selalu ia rindukan, "akhirnya saya bisa lihat kamu lagi, Lin. Saya nggak bisa berhenti buat nggak khawatirin kamu disini, kamu baik kan? Waktu dua Minggu sudah cukup kan buat kamu? Kayanya saya nggak kuat kalo kamu pengen nambah lagi."
Raline tersenyum dengan sendirinya. Kristian merindukannya, itu yang ia tangkap. Rasa ragu yang tadi melingkupinya perlahan menghilang ketika hatinya juga merasakan hal yang sama, rindu dengan pemilik suara yang ia sukai itu.
"Nah gitu dong senyum, dari tadi wajah kamu datar banget. Kenapa sih, kamu bisa cerita sama saya kalo kamu mau. Jangan dipendam sendirian ..."
"Kan lagi belajar dewasa, mau mengatasi semuanya sendiri."
"Bang ..."
"Hmm, kenapa?"
Raline menggigit bibir bawahnya, "Abang pilih cewek pendiam apa yang cerewet?"
Dilayar ponsel Kristian tampak mengerutkan keningnya. Alis tebalnya menyatu, "Abang pilih kamu."
Abang ... pilih kamu.
Abang ...
Kristian memangil dirinya Abang. Damn! Jantung Raline langsung berdegup dua kali lebih kencang dari biasanya. Pipinya langsung memerah dan ia tak bisa menyembunyikan senyumnya. Ia langsung membalikkan ponselnya di sofa agar tak ketahuan Kristian dirinya sedang bulshing.
Kekehan Kristian mengudara begitu saja membuat Raline kian susah menghilangkan hawa panas di pipinya. Debaran jantung seolah menertawakan ia yang sungguh lemah ketika digoda si Abang.
"Abang ketempelan apa panggil diri sendiri Abang?" Tanya Raline begitu bisa mengendalikan dirinya. Ia pura-pura biasa saja.
"Ketempelan cinta kamu?"
"Ihh mana Abang yang cool keren gitu? Kenapa sekarang jadi kaya cowok buaya yang lagi cari mangsa?"
Tawa Kristian semakin lepas. Dia benar-benar puas menggodanya. Rasa rindunya pun sudah melebur melihat gadisnya dalam keadaan baik. Entahlah ia juga bingung kenapa sekarang mudah sekali mengeluarkan kalimat-kalimat seperti itu. Atau mungkin, karena ketagihan melihat gemasnya wajah Raline ketika bulshing?
KAMU SEDANG MEMBACA
Raline & Loreng
General Fiction"Gue tau jodoh udah ada yang ngatur, tapi kalo boleh minta, gue pengen jodoh gue tentara. Yang tinggi, gagah, ganteng, pundaknya lebar, boleh nggak sih?" Raline Trivira Matsutomo, 2022.