Raline keluar dari kamarnya setelah selesai bersiap. Gadis itu terlihat berbeda dengan pakaian jogging yang dikenakannya. Kemarin Andara mengajak Raline untuk ikut binsik di Kodim hari ini. Raline yang tak ada agenda apapun itu menyetujuinya.
Sekalian mendinginkan pikirannya yang tersita oleh kebimbangan akan Abangnya yang berubah. Sampai sekarang Raline belum bisa menghubungi Kristian lagi. WhatsApp-nya terakhir dilihat kemarin, tepatnya setelah pesan Raline yang tidak dibalas itu. Nomor ponselnya pun tidak aktif dari kemarin.
"Nggak salah kostum tuh?" tanya Rayhan yang berpapasan dengan Raline di tangga. Mukanya berekspresi bingung.
"Salah gimana sih? Orang kalo mau olahraga kan pakainya gini," balas Raline.
Gadis cantik itu kembali meneliti pakaiannya. Celana training panjang dan kaos dies natalis sekolahnya tahun lalu. Raline merasa tidak ada yang salah dengan pakaiannya.
"Oohh ... mau olahraga," Rayhan mengerakkan kepalanya, "tuh udah ditungguin. Aku disuruh panggil kamu tadi," lanjutnya seraya berbalik badan dan kembali menuruni tangga.
"Andara udah nyampe ternyata," gumam Raline. Ia mengikuti langkah kaki Rayhan yang menuju ruang tamu rumahnya.
Ketika langkahnya sebentar lagi sampai di ruang tamu, samar-samar terdengar suara obrolan yang didominasi suara laki-laki. Sesekali ada suara perempuan. Tapi bukan suara Andara, tapi suara Mamanya. Tiba-tiba perasaannya tidak enak. Langkahnya memberat.
"Maklum anak perempuan, dandannya lama." Suara Zelviara.
"Tapi kalo keluar tetap sama ... hahaha ..." kali ini suara Papanya yang terdengar.
Tawa Papanya itu disusul suara tawa lain yang tak asing ditelinga Raline. Ia mengenali suara tawa Raynal yang renyah meski jarang-jarang tertawa. Juga, ia mengenali suara tawa yang beberapa hari ini seakan hilang dari pendengarannya.
Raline sampai di ruang tamu. Tubuhnya mematung. Bibirnya mengantup. Tangannya bertaut dingin. Matanya tak lepas dari wajah Kristian yang duduk satu sofa dengan Raynal.
"Lah ini, yang ditungguin ..." suara Yugo tak dihiraukan Raline.
Otaknya masih loading untuk mencerna keberadaan Kristian dirumahnya. Banyak pertanyaan bersarang di organ penting manusia itu. Kenapa Abang di sini? Kenapa nggak bilang? Mau ngapain? Udah nggak marah sama aku?
KOK ITU BISA SENYUM??!
"Mukanya tolong dikondisikan," Rayhan menyenggolnya.
Papa Mamanya tersenyum melihat ekspresi terkejut Raline. Kristian diam-diam pun ikut mengulas senyum tipis. Ekspresi yang menggemaskan yang sudah lama tak ia lihat.
Raline melihat senyum tipis itu. Hatinya langsung berdebar. Tidak ada yang lebih membahagiakan dari kedatangannya di pagi di penghujung tahun ini. Melihat senyum tipisnya saja, Raline merasa cukup.
"Raline, kenapa pakai baju olahraga, Nak?"
"Hah?"
"Katanya mau olahraga, Ma," Rayhan menatap Kristian sambil berkata, "kalian mau olahraga bareng?" tanyanya yang dijawab gelengan kepala remaja tampan yang gagah dengan seragam cokelat khakinya.
"Nggak kok kamu bisanya pakai baju olahraga, sayang? Aduhh ... anak cantik, kamu salah kostum itu."
Zelviara berdiri dari duduknya dan mendekat ke Raline. Ia menyentuh lengannya dan membawa Raline kembali ke kamarnya, "kamu gimana sih sayang?" tanya Zelviara tak habis pikir.
Drtt ... drttt ...
Getaran ponsel di tangannya membuat langkah Raline terhenti. Andara menelponnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raline & Loreng
General Fiction"Gue tau jodoh udah ada yang ngatur, tapi kalo boleh minta, gue pengen jodoh gue tentara. Yang tinggi, gagah, ganteng, pundaknya lebar, boleh nggak sih?" Raline Trivira Matsutomo, 2022.