Part 1

7.3K 302 0
                                    

Raline Trivira Matsutomo, gadis keturunan Jepang itu baru saja menjadi siswi tertua dan memiliki dua adik yang kadang menjadi objek keusilannya. Menyandang gelar senior terkadang membuatnya seenaknya sendiri. Ya seperti sekarang ini ... terlambat di minggu kedua dirinya menjadi siswi kelas XII.

Dan hukuman adalah konsekuensinya. Seperempat jam sudah berhasil dia lewati dengan menahan pegal tangan yang membentuk sikap hormat. Maklum senior baru menetas, Raline beranggapan dia tak akan dihukum karena sudah kelas XII jadinya siap-siapnya lama sampai ditinggal bus langganan.

"Masih mending ketos sekarang tidak begitu ketat, kalau aja Nata masih disini dan jadi ketos, Ibu yakin tidak ada lagi anak yang telat seperti kalian ini."

"Sudah kelas XII kalian harusnya kasih contoh yang baik buat adik-adik kelas kalian, bukannya kasih contoh telat seperti ini. Terus ini ibu perhatikan kalian tidak ada rasa bersalahnya sama sekali, hebat ya mentang-mentang senior." Guru kesiswaan, Bu Indira tidak bisa menahan kekesalannya terhadap dua puluh siswa/i kelas XII yang terlambat.

Dua puluh siswa/i yang termasuk Raline didalamnya hanya diam saja dengan kepala tertunduk. Bukan takut dengan Bu Indira, tapi menghindari cahaya matahari yang menyorot kearah mereka. Bu Indira paham maka dari itu dia meluapkan kekesalannya.

"Ini surat peringatan dari sekolah yang harus kalian beritahu orang tua kalian masing-masing. Dan juga orang tua wajib hadir besok untuk membahas hal ini bersama saya dan kepala sekolah. Biar tidak ada lagi anak-anak yang terlambat."

"Papa Mama saya lagi di Jepang, Bu. Disuruh pulang nih? Tiket pesawat Jepang Indo mahal lho, Bu." Raline bersuara.

"Saya tidak mau tau."

"Ibu nggak boleh gitu dong Bu, Ibu nggak kasian apa sama orang tua saya kalo harus balik lagi ke Indo yang nggak bisa disamain kaya dari Jakarta ke Bogor. Perjalanannya jauh Bu. Kasihan mereka kecapean nanti."

"Saya juga capek asal kamu tau Raline, kalian ini bebal. Apapun itu wali murid harus hadir, kamu tau kan konsekuensinya kalo sampai tidak hadir?"

Raline mengangguk lesu. Rasa-rasanya dia ingin merobek kertas ditangannya itu. Sial sekali dirinya, baru terlambat satu kali ini saja selama dua Minggu ini sudah langsung dapat kertas istimewa dari kesiswaan.

"Capek sekolah, gue pengen nikah aja sama tentara." Begitu keluhnya sambil meletakkan tas dengan bar-bar di kursinya. Andara yang menjadi teman satu mejanya itu menghembuskan nafas kasar. Niatnya mau tidur karena jam kosong harus tertunda gara-gara sahabatnya yang dari semingunan ini tergila-gila dengan satu profesi yang fisiknya tiada tanding, tentara.

"Mana ada tentara yang mau sama anak begajulan kaya lo."

"Cantik, baik, sopan gini lo bilang begajulan?"

Andara mengangguk, "suka muji sendiri lagi, nggak mungkin banget jadi bini tentara."

"Nggak ada yang nggak mungkin selagi gue tebar jaring ke penjuru pelosok negeri buat dapetin satu loreng. Awas aja lo nanti kalo gue jodoh sama tentara, nggak akan gue undang lo buat liat pedang poranya."

"Berkhayallah sampai jadi istri tentara, itukah motto hidup lo?"

"Bisa dibilang begitu,"

Raline itu tergila-gila dengan tentara. Semua bermula saat dia diajak kakaknya untuk menghadiri acara resepsi pernikahan salah seorang temannya yang ternyata seorang prajurit TNI. Mulanya Raline menolak tak mau jadi pacar jadi-jadian kakaknya itu, namun karena diiming-imingi banyak hal yang menguntungkannya akhirnya dia mau.

Raline & LorengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang