Part 31

2K 130 1
                                    

"Gara-gara itu kamu hindari saya waktu kita ketemu? Yang mau saya datangi tapi kamu lari pergi sama temenmu?" Rafael Ardhifarizi, bertanya setelah mendengar penjelasan dari Raline.

Raline mengangguk dengan wajah watadosnya, "iya, Kak. Mmm ... aku malu ketemu Kakaknya setelah kejadian itu."

Tawa Rafael mengudara, memecah keseriusan di antara mereka. Seperti yang kemarin Raline minta, Rafael kembali datang ke cafe itu untuk mendengar penjelasan Raline. Info saja, Rafael Ardhifarizi adalah orang yang tak mau membiarkan sesuatu yang salah terus berlanjut.

Jika memungkinkan untuk diselesaikan, maka tidak ada alasan untuk Rafael menunda itu. Lebih cepat lebih baik.

"Kenapa kamu nggak tanya nama lengkap saya? Kan nggak bakal kaya gini kamu, salah follow orang." Rafael menggelengkan kepalanya. Sedikit lucu mendengar faktanya.

"Aku lupa, Kak ... terus kan waktu itu pertama kalinya aku berhadapan langsung sama tentara, mana timing-nya pas banget lagi. Kakak nggak lupa dong soal aku yang pengen jadi istri tentara," Rafael mengangguk. "Nah, aku langsung sok-sokan cari ig-nya Kakak, modal tau nama Kakak. Kan di-name tag ada tuh, Rafael A ... yaudah aku cari."

Rafael menyambung, "eh ternyata bukan akun saya."

Raline menutup muka, malu. Rafael kembali tertawa.

"Aku ngiranya A-nya itu Aldiano, kan profilnya pakai loreng juga. Yaa, aku taunya itu akunnya Kakak ..."

"Loreng tentara sama loreng taruna itu beda, Dek."

"Aku mana tau Kakak!! Ih, malah ketawa ..." rajuk Raline. Rafael terlihat bahagia, seperti sedang diceritakan hal lucu.

"Kamu minta maaf gih sama Rafael Aldiano. Kan bukan salah dia juga, dia malah nggak tau apa-apa."

Raline membalas tatapan serius Rafael, "tapi dia bohongin aku, Kak. Harusnya kan nggak usah ditanggapi kalo aku kirim pesan gitu sementara dia juga nggak kenal aku."

Rafael mengangguk-anggukkan kepalanya, mengerti maksud Raline. "Tapi, nggak seharusnya kamu sampai blokir ig dia, Dek ... unfollow saya rasa cukup kok."

***

Raline menyembunyikan wajah di lipatan tangannya yang bertumpuk. Dalam hening yang mencengkram dirinya, berkali-kali ia membuang nafas. Ia masih duduk di salah satu kursi di sudut cafe. Sendirian. Kak Tentara sudah pamit pergi karena ada urusan lain.

Sementara Raline, ingin sendiri dulu. Sembari menanti Zayyan yang akan menjemputnya. Sepupunya itu sudah mendapat perintah langsung dari Kristian untuk mengantar atau menemani Raline jika gadisnya itu ingin pergi keluar.

Beberapa saat kemudian, hening itu terpecahkan. Ketika terdengar suara kursi yang berderit. Pasti Zayyan, pikir Raline.

"Bentar, Kak, sepuluh menit lagi aja. Abis itu kita pulang," ucapnya masih tak mengangkat wajah.

Hening. Tak ada balasan.

Hingga sepuluh menit berlalu. Keadaan masih sama. Zayyan tak menyuruh Raline untuk segera bangun dan pulang. Justru seperti memberikan ia kesempatan untuk melepas semua beban di pundaknya—lewat keheningan ini.

"Tambah lima menit ya, Kak," pintanya.

Helaan nafas samar-samar terdengar lirih. Sebelum kemudian disusul suara yang kemarin Raline dengar.

"Habis ini tambah lagi. Tidur disini aja sekalian."

Jantung Raline seperti akan meloncat keluar. Sangking terkejutnya, kursi yang di dudukinya hampir terjengkang. Laki-laki di depannya langsung sigap menahan Raline dengan memegang tangan si gadis.

Raline & LorengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang