Part 13

2.7K 164 5
                                    

Raline

Setelah puas membuat Kak Pras kesal, aku langsung lari dan menaiki tangan untuk sampai ke lantai dua. Seperti kata Kak Pras tadi, ada yang mencariku. Entah siapa aku pun belum tau. Karena penasaran, aku mempercepat gerak kakiku.

Aku sampai di lantai dua, kupandangi semua meja yang sebagian besarnya kosong. Memang, lantai dua ini tidak seramai lantai satu. Hanya ada beberapa orang disini, salah satunya teman Kak Pras.

Kak Kristian. Yang duduk di sudut. Entah kenapa dia senang sekali memilih tempat duduk di sudut. Melihatnya, aku langsung gigit bibir bawahku. Tiba-tiba terasa bergetar dan gugup.

Kak Kristian kah yang dimaksud Kak Pras tadi?

Jika iya, sah kan kalau aku baper? Tak perlu dijawab karena sekarang saja aku sudah merasa ada banyak kupu-kupu terbang didalam perutku. Lebay sedikit tidak apa-apa.

Aku berjalan mendekat dengan langkah senyap. Tapi, tiba-tiba ponsel ditangan berbunyi nyaring yang langsung membuat Kak Tian menatapku dengan ponsel yang menempel di telinganya. Mati langkah! Aku hanya tersenyum kaku ketika Kak Tian menatapku lekat.

"Kak ..."

Kak Kristian tersenyum tipis. Hati lemahku langsung luluh lantak.

"Sini!" Serunya yang langsung kupatuhi.

Kak Kristian mempersilahkan aku untuk duduk. Dia yang tadi berdiri juga ikut duduk. Menatapku lekat dengan mata tajamnya itu membuat aku sedikit takut.

"Apa kabar Kak?"

"Baik ... kamu?"

"Baik juga Kak, kalo nggak baik nggak mungkin aku disini. Duduk bareng Kakak." Kak Kristian kembali senyum tipis.

"Kok nggak telepon saya? Saya nungguin lho."

Lo nggak salah denger, Lin! Bener kan apa yang dibilang Mama. Nyesel kan lo sekarang. Aku tersenyum kaku kali ini. Tidak menyangka jika Kak Kristian menunggu telepon dariku. Kukira ucapannya tempo lalu hanya ucapan biasa.

Tapi ternyata ... benar apa yang Mama kata.

"Aku masih bingung sama semuanya, Kak. Makanya mau nelepon Kak Tian ragu-ragu. Taunya juga Kak Tian ngomong gitu ya nggak bener-bener nunggu telepon aku. Maaf ya, Kak ..."

"Iya nggak apa-apa, tapi setelah ini janji ya ... kamu bakal telepon saya."

"Kak Kristian mau banget ya aku telepon?"

"Iya."

Damn! Hati gue Tuhan ... Kak Kristian, kau sungguh tidak seperti yang aku kira.

"Ini gombal bukan sih?" Tanyaku, berusaha tetap kalem mesti hati sudah berdisko di dalam sana.

"Bukan, ini kejujuran kamu tau? Saya nggak jago gombal." Jelasnya.

"Raline ... mulai sekarang jangan takut ya sama saya. Saya nggak akan gigit kamu. Kamu juga nggak perlu sungkan sama saya. Jangan malu-malu depan saya, saya suka lihat kamu yang begitu."

Aku tak terlalu mendengarkan kalimatnya. Wajah super tampannya mengambil atensiku penuh. Wajahnya sangat berkharisma dengan alisnya yang cukup tebal. Matanya yang indah, juga hidungnya yang mancung banget cuyy! Aku yakin sih pendamping hidupnya kelak bakal bahagia dapat suami modelan Kak Kristian. Sudah tampan, gagah, tentara lagi. Semoga orang itu aku.

"Kok bengong sih? Kamu denger nggak apa yang saya bilang tadi?"

"Salah Kak Tian tau!" Langsung saja, sebelah alisnya terangkat. Lucu sekali wajahnya.

Raline & LorengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang