Aku mengalihkan tatapanku pada Abang yang tenang-tenang saja meski perbuatannya yang membuat aku merasa begitu spesial baginya sedang dibongkar wanita cantik berkerudung ini. Jadi, ibu tadi cerita ketika Abang tiba-tiba membuat geger grup WhatsApp keluarga. Katanya waktu itu Abang mengabarkan pada mereka, Ayah, Ibu, dan Bang Nando kalau Abang minta izin untuk jadikan aku pacar.
Sumpah aku nggak bisa tahan senyum kalo inget Ibu ngomong itu tadi. Abang ternyata se-sweet itu.
Mereka semua kaget karena selama ini Abang tidak pernah sekalipun dekat dengan perempuan manapun. Senanglah mereka itu apalagi Ibu yang katanya ingin sekali melihat Abang dekat sama perempuan. Katanya biar bisa diajak main sama Ibu sama Kak Alisa.
Someone, tolong bilang kalo aku perempuan beruntung yang bisa dapatin hatinya Abang plus hatinya keluarga Abang!
"Abang nggak cerita sama Dek Raline?" tanya Ibu ketika aku menatap Abang seakan ingin membenarkan cerita Ibu tadi.
Aku kembali menatap Ibu dan mengangguk, "nggak Ibu, Raline malah baru tau karena Ibu cerita tadi."
Ayah menyahuti, "meski anak Ayah itu wajahnya kelihatan sedikit galak, tapi jangan salah itu ... Abangmu sama persis kaya Ayah, perlakuannya bisa bikin perempuan bahagia," kata Ayah menatapku dengan senyum teduhnya.
Bang Nando ketawa, "Ibu senyum-senyum tuh Yah, Ayah bilang gitu."
Abang ikut ketawa. Tawanya lepas, dan aku amat menyukainya. Berada di tengah-tengah keluarga Abang membuat aku nyaman sekaligus senang karena mereka sama sekali tidak seperti yang aku pikirkan. Mereka baik, hangat, dan menerima aku sebagai pacar anak bungsunya.
Setelah pemotretan tadi selesai, aku diajak untuk makan malam disalah satu restoran di sebuah Mall besar. Kami banyak berbincang-bincang. Mungkin kalau ada orang yang melihat interaksi kami, pasti mereka mengira aku dan Kak Alisa juga bagian dari keluarga militer hangat dan bahagia ini. Padahal ya bukan, tapi memang perlakuan mereka ke aku dan Kak Alisa sama seperti mereka memperlakukan dua anaknya, Abang dan Bang Nando.
"Abang lihat apa?" Aku sedikit mencondongkan badanku kearah Abang yang fokus sekali melihat ponselnya.
Lalu Abang menunjukkan sebuah foto. Foto aku dan Abang hasil pemotretan tadi. Melihat itu, aku menahan senyumku. Hari ini benar-benar penuh kejutan. Abang yang menarik tanganku untuk foto berdua ala-ala taruna dan rekanitanya itu akhirnya terealisasi. Meski saat pemotretan tadi aku malu setengah mati karena keluarga Abang terus menatap kami. Untungnya ada Abang yang membuat aku tenang.
"Mukanya aku aneh banget ya Bang?"
"Cantik kok," balas Abang. Untung lirih, coba kalau tidak. Bisa-bisa kami digoda sama Bang Nando yang ternyata super jahilnya ke Abang.
"Abang bilang gitu biar aku puji Abang balik ya? Eh tapi nggak deh, Abang nggak puji aku aja aku bakal puji kalo di foto itu Abang emang ganteng banget."
"Dih, mukanya gitu banget aku puji. Masih aja ya nggak mau dibilang ganteng, padahal beneran ganteng," lanjutku saat wajah Abang seperti kurang nyaman dibilang ganteng. Suer deh Abang ganteng banget!
"Kamu pujinya kurang tambahin kata MasyaAllah. Ciptaan Allah lho wajahnya saya ini," balas Abang dengan suara bisik-bisiknya.
Aku mengangguk-anggukkan kepalaku dan mengulangi ucapkanku tadi, "MasyaAllah ganteng banget Abang."
Abang senyum ... ampun manis banget! Terus dia bilang, "makasih ya Raline."
"Iya, sama-sama Abang." Aku menatap Abang penuh rasa. Sedang mensyukuri ciptaan Allah yang begitu sempurna. Dulu aku pernah bilang sama Andara kalau aku ingin sekali memiliki jodoh tentara. Memang belum terkabul, dan aku selalu berdoa agar Allah mengabulkan permintaanku itu. Tapi setidaknya beberapa hal yang pernah aku minta semua ada di Abang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raline & Loreng
General Fiction"Gue tau jodoh udah ada yang ngatur, tapi kalo boleh minta, gue pengen jodoh gue tentara. Yang tinggi, gagah, ganteng, pundaknya lebar, boleh nggak sih?" Raline Trivira Matsutomo, 2022.