Raline
"Yogyakarta I'm coming!" seruku bahagia begitu keluar dari dalam pesawat dan berjalan melewati garbarata. Kak Rayhan disampingku buru-buru menutup mulutku setelah dia terkejut dengan seruan penuh bahagia ini.
"Lihat sikon dulu bisa nggak? Tuh diliatin orang-orang."
Aku hanya tersenyum malu saat apa yang Kak Rayhan katakan memang benar adanya. Papa, Mama, dan Kak Raynal hanya menghela nafas ... maybe itu yang dapat mereka lakukan melihat kelakuan norakku. Tiga orang paling sabar. Kalau Kak Rayhan mah tidak termasuk. Dia kan hobinya debat denganku. Memang kalau untuk urusan itu kami kompak, ya bagaimana tidak kompak kalau kami saja menyebut diri kami, patner in crime.
Yogyakarta, kota yang masih sangat berbau budayanya ini memang begitu istimewa. Seperti penggalan lagu yang pernah aku dengar, Jogja ... Jogja, Jogja istimewa ... Keluarga dari pihak Mama berasal dari Yogyakarta. Dan libur akhir tahun ini akhirnya kami ke Yogyakarta. Yeyy! Tidak sabar untuk bertemu Kak Faris, Kak Gino, Kak Zayyan, sepupuku yang usianya sepantaran dengan Kak Rayhan. Bersama mereka aku benar-benar merasa jadi ratu karena cewek sendiri. Bareng mereka juga nantinya aku punya pasukan kalau-kalau Kak Rayhan mengajak baku hantam.
I tell you, keluarga Mama memang asli Jogja tapi kebanyakan tinggal di luar Jogja, macam kami yang tinggal di Jakarta. Tante Gita juga di Jakarta, ada juga yang di Bandung. Paling Kakak tertua Mama yang stay disini. Dan setiap ada libur panjang, kami selalu mengagendakan kumpul dirumah Oma. Seperti libur akhir tahun ini.
"Enak ya jadi pramugari, keliling dunia nggak perlu bayar."
"Mereka kerja bukan liburan." Aku menoleh pada Kak Raynal yang menyahuti ucapanku tadi. Aku tahu kok mereka kerja, tapi kan sekalian liburan ... tidak perlu bayar lagi. Seneng kali ya kalau jadi Flight Attendant macam mereka yang baru aku perhatikan saat tadi didalam pesawat. Jadi ceritanya, Kak Raynal pesan tiket pesawat yang kelas bisnis buat kami semua—sedang buang-buang uang ceritanya. Kebetulan seat-ku didepan yang dekat dengan pramugari yang bertugas di bagian business class. Selama aku naik pesawat, belum pernah aku memperhatikan pekerja udara itu dengan benar-benar teliti. Makanya ketika tadi melihat itu semua, kok tiba-tiba aku ingin jadi pramugari saja ya?
"Kalo aku jadi pramugari, boleh?"
"Nggak boleh!" Jawab Kak Raynal ... Kak Rayhan ... Papa dan Mama berbarengan yang lantas membuat aku tersentak.
"Kompak banget jawabannya."
"Pokoknya Kakak nggak setuju kalo kamu mau jadi pramugari. Awas aja." Ancam Kak Raynal yang membuatku tak berkutik. Info saja nih, Kak Raynal itu lebih pendiam dari Kak Rayhan. Jarang sekali mengomentariku, maka mendengar ancamannya saat ini membuat aku buru-buru menghilangkan angan-angan menjadi FA.
"Pekerjaan didarat juga banyak, Dek ... jangan bikin kami khawatir terus-terusan."
Aku yang duduk disamping Mama langsung menyentuh tangannya, "aku cuma tanya lho, nggak bener-bener serius juga. Aku juga kan nggak bakal kuat harus jauh dari Mama, Papa, Kak Raynal dan Kak Ray."
"Jadi dokter aja udah paling bener buat kamu."
"Dokter ya?" Aku menimbang usulan Kak Ray. Dokter .... dokter apa? Umum? Bedah? Anak? Obgyn? Dan pusing langsung menerpaku memikirkan itu semua. Meski sudah mau lulus SMA, tapi aku masih bingung soal jurusan yang bakal aku ambil nanti ketika kuliah. Dulu ada keinginan menjadi pekerja berjas putih itu, tapi sekarang I don't know.
***
Kami sekeluarga sampai di rumah Oma satu jam yang lalu. Rasa lelah yang aku rasakan membuat aku harus berpamitan ke kamar ditengah obrolan seru sebagai ajang bertanya kabar serta menjaga hubungan baik satu sama lain. Kak Zayyan, anak Om Bara, Kakak tertua Mama mengantarku ke kamar yang sudah disiapkan untukku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raline & Loreng
General Fiction"Gue tau jodoh udah ada yang ngatur, tapi kalo boleh minta, gue pengen jodoh gue tentara. Yang tinggi, gagah, ganteng, pundaknya lebar, boleh nggak sih?" Raline Trivira Matsutomo, 2022.