Hai, Sayang ...
Abang tahu saat kamu baca surat ini, itu artinya kita udah ldr-an ya? Semangat ya, Abang percaya kamu bisa. Kenapa Abang yakin bilang seperti itu? Karena kamu pacar Abang. Surat ini Abang tulis tadi malam, Abang nggak bisa tidur, kepikiran hari ini, kepikiran kamu. Segitu kuatnya pesona kamu, Lin bikin Abang kaya ABG baru jatuh cinta ... Hahaha, tapi emang iya kan ini pertama Abang jatuh cinta. Semalaman ini Abang nggak tidur, Abang sempat bayangin gimana kamu hari ini waktu Abang pamitan, apa kamu bakal sedih? Nangis atau bahkan lucunya kamu nggak bolehin Abang pergi. Maaf ya, mikir tentang kamunya aneh-aneh. Tapi dari itu semua Abang malah yakin banget kamu nggak akan nangis, at least nunjukin wajah sedih kamu ke Abang. Nggak tahu kenapa bisa mikir gitu, Abang seyakin itu, Lin. Tapi nggak tahu ya sampai rumah kamu tetap sok tegar atau malah udah nangis kejer? Maaf ya sayang, kita harus ldr. Ini pasti berat banget buat kamu karena pertama kali. Buat Abang juga pertama kali, makanya sampai bikin Abang nggak bisa tidur mikirin kita yang bakal ldr lama. Yang perlu kamu ingat, ini nggak akan selamanya. Kita pasti bakal ketemu lagi, bakal habisi waktu bareng-bareng. Anggap aja ldr ini sebagai jalan kita untuk semakin teguhkan kepercayaan kita masing-masing. Abang di sini akan selalu jaga hati Abang buat kamu, semoga kamu juga seperti itu di sana ya, sayang? Jujur, banyak banget yang ingin Abang ungkapin di sini, tapi Abang nggak tahu gimana cara nulisnya. Jadi, langsung intinya aja ya, Lin ... Abang sayang kamu, sayang banget. Semangat buat kamu sayang, Abang akan selalu bilang kalau Abang percaya kamu bisa. Tunggu Abang, Lin ... Abang bakal kembali buat kamu.
Love you, sayang ...
Kristian
Masih teringat jelas, wajahnya yang tampan, senyumnya yang manis, tatapan matanya yang lembut, dan tawanya yang mendamaikan hati. Raline kini tak bisa melihat semua itu secara langsung. Abangnya telah kembali menjalani pendidikan. Jauh di Magelang sana untuk menggali banyak ilmu dan pengetahuan untuk bekal nanti menjadi seorang perwira.
Raline tak pernah menyesal menjadi pacarnya. Ini yang dia harapkan. Menjadi pasangan seseorang dari dunia yang dulu begitu awam baginya. Tapi, kini dunia itu mengajarkan ia banyak hal. Ikhlas dan sabar. Karena baru-baru ini Raline menyadari mengapa hanya orang-orang tertentu saja yang mampu bersanding dengan para prajurit penjaga Pertiwi ini.
Dunia yang keras ini, memang benar tidak butuh mereka yang cantik, modis, ataupun terkenal untuk menjadi pasangan dari prajurit-prajuritnya. Yang dibutuhkan adalah mereka yang memiliki jiwa kuat dan rasa sabar serta ikhlas yang luas. Dua hal yang harus ada dalam setiap pasangan prajurit. Karena apa? Karena meskipun prajurit itu milikmu, ibu Pertiwi lebih berhak segalanya daripada kamu.
Maka merelakan Kristian untuk melanjutkan pendidikannya adalah keharusan untuk Raline. Meski berat, meski harus sampai menghabiskan banyak tisu untuk menghapus air matanya yang tak bisa dibendung lagi setelah sampai rumah pagi tadi. Yang Raline rasakan sekarang adalah rasa bangga.
Dini hari ini, Raline tidak bisa tidur lagi. Berkali-kali ia coba memejamkan matanya namun tak bisa tertidur. Bayang-bayang Kristian melayang-layang di wajahnya ketika ia memejamkan mata. Alhasil, Raline memilih membuka paperbag yang Kristian beri pagi tadi.
Surat yang Raline baca tadi, ia temukan di selipan boneka yang memakai seragam PDU sabuk silang berwarna biru khas taruna Akmil. Boneka berukuran sedang itu diberi name tag yang bertuliskan nama kekasihnya, Kristian. Rupanya, boneka Teddy Bear ini dikirim Kristian untuk menemaninya selama mereka LDR.
Raline memeluknya erat, seakan itu adalah Kristian. Ia diselimuti rindu yang membuatnya terus memikirkan Kristian. Ternyata, menahan rindu memang seberat ini, pikirnya.
Lalu di paperbag kedua ada sebuah CD. Raline bergegas mengambil laptop dan memutarnya. Sambil memeluk Teddy Bear, Raline menyaksikan video itu dengan senyum tipisnya. Video tersebut berisi saat Kristian memberinya kejutan di cafe tempo hari. Dengan ditambah alunan musik romantis, video itu serasa hidup.
Ada sebuah sticky note yang jatuh saat Raline akan memindahkan paperbag itu. "Semoga momen yang kita buat kemarin ini bisa sedikit mengobati kalau-kalau kamu rindu kebersamaan kita."
Air mata tiba-tiba menetes dari pelupuk matanya. Raline mengusapnya, lalu mem-pause video itu. Ia mengambil ponsel dan membuka video lain yang dikirim Bang Nando beberapa jam lalu.
Video yang dikirim Bang Nando itu berisi saat ia sampai di Magelang dan mengantar Kristian ke Kesatrian. Wajahnya tampak tegas, memberi hormat kepada Bang Nando lantas bersama dengan taruna lain memasuki Akademi Militer.
"Semangat pendidikannya, Abang. Sampai bertemu di April nanti ..."
Tiba-tiba ponsel yang sedang memutar video itu mengeluarkan nada dering yang disetel berbeda dari yang lain. Panggilan masuk di malam yang mulai kembali pagi ini. Raline terkesiap ketika tahu dan sadar bahwa nada dering itu hanya ia setel di satu nomor saja. Iya, nomor Kristian!
Tak mau membiarkannya terus berdering, Raline langsung menyambut panggilan itu. Ia sudah merindu dengar suaranya.
"Ya ampun, kamu belum tidur, sayang?" suaranya terdengar khawatir.
"Aku nggak bisa tidur, kepikiran Abang. Abang kok bisa telfon aku?"
"Abang di sini baik-baik aja, udah sampai dari sore tadi. Ini Abang sama teman-teman yang lain dibolehin pegang ponsel walau cuma lima menit. Abang telfon kamu, karena Ibu sama Ayah nggak angkat telfonnya mungkin mereka udah tidur. Nanti kamu tolong bilang ya sayang ke Ibu, Abang udah di Akmil dan baik-baik aja ..."
" ... Abang senang banget kamu angkat telfon Abang walaupun Abang sedikit sedih kamu belum tidur udah malam gini, abis ini tidur ya, Lin. Abang cuma mau kabarin kalau Abang udah sampai."
"Abang ... aku kangen."
Hening ... "Abang juga kangen kamu. Baik-baik di sana ya, Lin. Maaf, Abang nggak bisa lama-lama ..."
"Iya, Bang. Semangat pendidikannya, Bang!"
"Iya, makasih ... Love you sayang."
Tutt ..
"Love you too, Abang ..." balasnya yang tak sempat didengar Kristian.
Sedikit waktu itu sungguh berharga. Mendengar suaranya dan mengetahui bahwa dia di sana baik-baik saja, menenangkan hati Raline. Gadis itu menaruh kembali ponselnya. Ia merasa rindunya terobati, meski tak banyak. Lalu, Raline mencoba memejamkan matanya. Lambat laun matanya memberat, dan ia akhirnya bisa tidur ... setelah mendengar suaranya.
Esok mungkin lebih berat dari hari ini, tapi berkat terobatinya rindu ini, aku yakin bisa melewatinya. Bukan saja esok hari, namun hari-hari selanjutnya yang akan terasa berbeda tanpa hadirmu. Dear Sersan, terimakasih telah memberi banyak warna dalam hidupku. Selamat menjalani pendidikan di Lembah Tidar sana.
-Dariku, untuknya yang di sana, Bang Tian💚-
***
Semoga suka last chapter ini. Dan kalau boleh, aku minta “kesan dan pesan” dari kalian tentang cerita ini. Sumpah pengen tau tanggapan kalian tentang R&L ini. Untuk terakhir kalinya, please. Abis ini nggak lagi *iyalah nggak kan udh selesai:pSekali lagi terimakasih sebanyak-banyaknya buat kalian semua. Si paling ilfeel taruna dan si taruna satsetsatset siap menemani 2023 kalian di Still, San! yg belum mampir gih mampir dulu, dijamin langsung jatuh cinta.
a/n : Berat banget buat up epilog ini. Nggak mau pisah sama Raline n Kristian. Tapi di sisi lain, lega bisa tamatin R&L ini:)))
KAMU SEDANG MEMBACA
Raline & Loreng
Narrativa generale"Gue tau jodoh udah ada yang ngatur, tapi kalo boleh minta, gue pengen jodoh gue tentara. Yang tinggi, gagah, ganteng, pundaknya lebar, boleh nggak sih?" Raline Trivira Matsutomo, 2022.