Di seperempat malam kala mataku masih terjaga. Berdua bersama makhluk tuhan yang selalu menjaga. Ku hirup dalam aroma tubuhnya yang menjadi favoritku. Kupeluk erat tengkuk lehernya, agar dia tetap dalam dekapanku. Dihujani ciuman untuknya, begitu terang kala itu, hingga lampu kota tak ada artinya lagi. Diakhiri deru motornya membawa membelah kota. Menikmati ukiran semesta yang abstrak.
Aku mencintainya!!!
Purnama selalu mengikuti kita apa dia iri karena selalu sendiri?. Kala itu dia mampu menciptakan tawa dan membuat malam ku bermakna. Menelusuri setiap titik hingga pulang di puncak malam.
Semakin lama aku kehilangan baunya, tak ada lagi notifikasi darinya. Ku putar lagu "teman hidup" dari tulus yang merdu, namun kini aku merasa lagu itu tak lagi memiliki nyawa. Seketika duniaku berhenti bergerak.
Semestaku tak lagi menyapa. Senyum manisnya terasa hambar. Peluknya tak sehangat dulu. Secarik polaroid bergambar dua mahluk yang pernah berbagi rasa haruskah ku musiumkan dengan rapi?.
Seketika pertanyaanku yang terpenjara mulai menari-nari.
Kamu dimana? Ucapku membuka dialog dini hari.
Tak ada lagi balasan darimu. Tak ada lagi raga yang kurengkuh kala jatuh.
Apa aku masih memiliki peluknya barang sebentar?.
Monolog yang selalu ku rapalkan pada cermin usang kamarku.
Duniaku tak baik-baik saja tanpamu tuan. Kita tak lagi menari pada lagu yang sama. Bersandar pada poros bumi yang berbeda. Dan diakhiri dengan kalimat pisah yang tak diharapkan ada.
Pertanyaan selalu melayang di langit-langit dimensiku mulai terjawab.
Perempuan mana yang sedang kau kagumi?..
.
.
Tak adakah kata pamit untukku?
Bab tentang kita sudah usai?Jika iya, tak apa. Ku relakan dengan hati yang lara untukmu memetik hati yang lain.
Tolong jangan paksa aku untuk melupakanmu cepat, aku butuh ribuan purnama agar bisa mengabulkannya.
Sejujurnya aku adalah manusia paling benci film yang berakhir menyakitkan. Tapi kini aku harus menelannya walau penuh tangisan. Terlalu banyak diksi untuk ku rangkai dalam barisan. Apakah kau akan kembali dalam pelukan?
.
.
.
.
Rintik hujan di hati, Metawin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Metawin Is Mine - (BRIGHTWIN)
Humorbait cerah untuk pemenang// Bulan ramai benar kunikmati hawanya Bersua dengan anak Adam yang kutemui Ku amati setiap geriknya dengan senang Dia ramah dan pemilik senyum indah Tak mengelak, bahwa aku jatuh suka Hatiku perlahan di genggamannya Setiap...