Selamat lebaran idul Adha🗯️
Semoga lebaran kali ini diberikan semua kesehatan, rejeki dan panjang umur ... aamiin🤲
Ketemu lagi dengan Roos, vote dulu sebelum membaca 🌛 untuk membantu cerita ini naik ke rank terbaik.
Happy reading 🧘🏻♀️
∅⁰∅⁰∅
Meja makan dipenuhi oleh semua keluarga duke Ayuran. Berada dipanggil depan, ia bisa melihat dengan jelas wajah dari anak-anaknya. Di depannya berbagai macam hidangan telah tersedia dengan uap panas yang masih mengepul.
Membuka suaranya ia memberikan pengumuman. "Jam tiga nanti kita akan pergi ke istana untuk berbicara pengangkatan pangeran mahkota," ujar duke pada semua anak-anaknya.
Anak yang memiliki usia dewasa langsung mengerti dan bersikap sopan. Mereka sedari kecil di didik dengan aturan ketat, walaupun bukan pewaris utama tahta kekaisaran. Hidup mereka tergolong sedikit lebih bebas dari lima sepupu mereka yang ayahnya seorang raja.
Lord Gara yang sedari tadi berdiri tak jauh dari meja makan mencuri-curi pandang ke arah nona mudanya. Ia sedikit merasa bersalah lihatlah wajah kecilnya yang terlihat murung. Seolah-olah ia tak pernah bisa masuk dengan apa yang dibicarakan oleh ayah dan kakaknya.
Serena kecil hanya duduk diam di meja makan, tak peduli apa yang kini dibahas oleh para kakaknya kepada ayah mereka.
Hingga seorang pelayan menghampirinya dan meletakkan sup panas di depannya. Ia yang tak fokus tiba-tiba menyenggol sup panas itu dengan sikunya.
"Prang!"
Sontak seluruh atensi langsung berpusat pada dirinya. Serena yang kaget tak menyadari bahwa sikunya terluka.
"Apa yang kau lakukan," teriak Bernan Cerdic yang duduk disebelah Serena. Buru-buru mengangkat tubuh adiknya dengan wajah khawatir.
Kakak keempat Serena yang bernama Justin Margin dengan wajah datarnya menghampiri meja paling pojok yang diisi oleh kedua adiknya.
"Kau terluka?" tanya Justin yang melihat adiknya penuh ketakutan. Ia memanggil pelayan untuk membersihkan kekacauan ini, tak mungkin bagi keluarganya melanjutkan makan dengan ada kotoran di lantai.
Serena yang panik diajak bicara oleh kakak keempatnya ia malah melotot. Ia seperti terkejut, pasalnya selama ini hanya Bernan yang aktif bicara padanya itupun karena mereka hanya berbeda satu tahun. Walaupun kami satu keluarga, tetap memiliki kelompok bicara masing-masing.
Justin yang melihat adiknya tak bereaksi mengangkatnya dalam gendongan. Ia berjalan ke arah kursinya.
"Kau akan memangkunya?" tanya Rexi pada adiknya itu.
Menatap ke arah kakaknya, Justin menjawab simple. "Ya."
Melihat semuanya bisa dikendalikan duke mulai memakan makanannya, sambil sesekali melirik ke arah anak bungsunya.
"Terlalu payah," ujarnya pelan. Pasalnya putranya saja tak gentar menggorok leher musuh, sementara yang aneh itu malah takut hanya karena memecahkan piring.
"Buka mulutmu," pinta Justin tepat ditelinga adiknya. Dengan perlahan ia menyendok sup miliknya pertama-tama ia mencicipi dulu panas makanan itu sebelum memberikannya pada Serena.
Waktu berjalan lama, Serena merasa hawa dingin melingkupi seluruh tubuhnya. Bahkan sampai lupa bahwa makanan yang disuapi oleh Justin adalah bekas mulutnya dulu.
Setelah makan siang selesai Serena digiring ke kamarnya, tabib membawakan salep untuk lukanya. Bernan menghampirinya ke kamar membawa sebuah roti.
"Kau harus menunjukkan bahwa kau pantas diterima keluarga adik," ucap Bernan ketika tabib telah selesai mengobati Serena dan beranjak pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roos
Fantasy"Tolong jadikan aku rakyat biasa." Perkataan dari anak perempuan itu membuat satu aula terdiam. "Tapi kau berada di nomor dua puluh empat dari tahta," ucap kaisar yang juga kakeknya. "Benar, kau putri satu-satunya kekaisaran," jelas raja tak terima...