Maaf telat, entah kenapa minggu ini banyak rintangan untuk update. Sekarang ponsel aku mati dan terpaksa nulis di laptop yang merlukan banyak waktu untuk edit dan juga harus ekstra sabar.
Jadi jangan lupa untuk tingggalkan banyak vote komen dan follow akun penulis ViPril_Apriliaagar aku terus semangat editnya.
Happy Reading:0
"Apa maksudmu?" tanya Julius balik, ia tetap berusaha santai, tidak terlihat gugup atau menjadi salah tingkah yang membuat dirinya akan membuat kecerobohan.
Abra menggaruk pahanya yang di lapisi oleh celana hitam itu terasa mengetat. "Aku lihat-lihat kau sangat beretika," balas Abra dengan cara gugup.
Kantin yang makin sepi membuat Abra menjadi gugup. "Tidak usah di jawab jika kau tidak nyaman," balas Abra buru-buru. Mengutuk dirinya sendiri, ia sama sekali tidak seharusnya bertanya di luar batasannya. Dia hanyalah anak panti yang seharusnya lebih tau diri.
Selebihnya hanya ada kecanggungan, ia baru ingat dirinya sendiri juga berasal dari keluarga menyedihkan, jadi tidak seharusnya ia tidak menanyakan hal yang seperti itu. Abra benar-benar bodoh, harusnya ia memikirkan hal itu lebih dari seribu kali sebelum mengucapakan hal sampah.
Sama seperti dirinya yang dianggap sampah oleh masyarakat bangsawan. ternyata ia memiliki mulut sampah.
"Etika itu harus dipelajari semua orang, baik bangsawan atau tidak kita harus memiliki itu," balas Julius dengan punggung yang tak menyentuh sandaran bangku.
Bangku di sini terbuat dari kayu panjang yang pembatas punggungnya hanya sebatas pinggang, hal itu dilengkapi dengan meja yang memiliki sandaran kaki.
"Kau benar, ayo kita kembali ke kamar saja," balas Abra mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.
Julius yang mendapat ajalan itu langsung berdiri. Mereka berdua berjalan ke arah kamar. Ya memang tidak ada hal menarik lagi sebelum pembelajaran di mulai, karena banyak penyihir senior yang masih menghabiskan jatah liburan mereka di rumah.
Sedikit kejam memang, tapi mengingat perjalanan yang begitu jauh hal itu bisa dibilang lumayan pintar. Bisa mencegah terjadinya hal-hal yang tak diinginkan. Singkatnya mencegah adalah hal utama.
"Aku rasa ia akan menjadi sangat populer," ujar Sela yang sedang mengamati murid baru itu dengan sembunyi-sembunyi.
Gadis cantik keturunan Baron Erva itu berbinar setiap kali melihat teman asramanya, sayangnya karena mereka berbeda jenis kelamin ia tidak memiliki kesempatan untuk bisa satu kamar dengannya.
Ah sial! Ia membayangkan tentang teman-temannya yang bahkan sudah tidur dengan kekasihnya. Konon mereka memiliki trik khusus agar tidak membuat manusia hidup lainnya.
"Tapi kalau sama-sama laki-laki itu akan menjadi penyimpanan," gerutu Sela dengan menepuk kepalanya.
Di belakangnya Rose hanya melihat Sela dengan wajah datar. Baginya hal ini benar-benar sangat membosankan. "Sudahlah ayo ke kamar," ajak Rose yang mudah bosan.
Sementara Sela malah menolaknya. "Diamlah, kapan lagi kita akan pergi sampai jauh ke tempat ini," kata Sela sambil mengingat-ingat bahwa saat ini keduanya sedang bersembunyi di balik gedung kosong.
Julius yang sedang menaiki tangga hanya bisa diam saja saat tau ada orang yang diam-diam menguntitnya. Di dalam pikirannya sudah terdeteksi orang yang mengikutinya itu ada dua orang yang berjenis kelamin perempuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roos
Fantasy"Tolong jadikan aku rakyat biasa." Perkataan dari anak perempuan itu membuat satu aula terdiam. "Tapi kau berada di nomor dua puluh empat dari tahta," ucap kaisar yang juga kakeknya. "Benar, kau putri satu-satunya kekaisaran," jelas raja tak terima...