Cuaca dingin. Angin kencang. Kilatan di langit. Penerangan minim. Sepi. Tak membuat seorang Lea takut ketika berjalan sendiri di malam yang sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Langkah kaki kecilnya terdengar sedikit terburu. Berharap cepat sampai di gedung apartemennya yang berada di ujung jalan.
Harusnya Lea tadi cepat pulang. Hanya saja waktu di rumah sakit tadi sedikit agak lama. Lea habis mendengarkan keluh kesah Debby tentang kekasihnya. Walaupun dia tidak bisa memberi banyak masukan, setidaknya menjadi pendengar yang baik sudah membantu.
Untungnya, saat Lea sampai ke dalam gedung, hujan kemudian turun dengan derasnya. Dia merasa lega dan sangat bersyukur. Tuan dan nyonya Nelson yang merupakan tetangga pasangan lansia di lantai dua juga berkata hal yang sama saat berpapasan di lantai pertama.
"Kau beruntung, Lea. Kami juga baru tiba. Cepat masuk ke tempatmu. Cuaca sangat dingin, " ujar Nyonya Nelson pada Lea sebelum akhirnya menaiki tangga, sedangkan pasangan suami - istri itu justru menuju arah lain.
Gedung apartemen yang di tempatinya adalah gedung tua di kota itu. Bangunan tiga lantai yang terbuat dari bata merah. Sangat ikonik. Sayangnya, fasilitasnya terbatas, tetapi cukup nyaman untuk ditinggali.
Setibanya di lantai tiga, Lea harus berjalan lagi melewati lorong yang panjang untuk mencapai tempat miliknya di sudut. Barulah dia sampai ke pintu dengan nomor 301. Segera dibukanya dengan kunci yang disimpan di tas, tetapi anehnya pintu itu tidak terkunci sama sekali. Bau tembakau justru yang tercium. Padahal dia tak merokok. Harusnya wewangian lavender, karena Lea banyak meletakkan lilin aroma terapi dengan wewangian itu.
Lea tak yakin untuk masuk, tetapi akhirnya dia mencari tahu. Berjalan perlahan sambil meraba saklar di dinding. Begitu lampu di ruangan tengah menyala, Lea terkejut bukan main. Kakinya seolah terpaku di tempat, mulutnya seakan terkunci. Bagaimana bisa ada seseorang di dalam apartemennya? Terlebih itu pria tidak dikenal. Apa orang itu prampok?
"Si - si- siapa kau?" Lea mencoba mundur perlahan. Dia tetap mengawasi sosok itu agar tetap di tempatnya yaitu sofa. Menyiapkan diri untuk ancang -ancang kabur. Sialnya sosok itu berdiri dan mendekat.
Tanpa berlama lagi, Lea lari ke arah pintu, tetapi tak sengaja kakinya tersandung dan membuatnya jatuh.
"Aww!" pekik Lea kesakitan sambil memegang kakinya. Sedangkan sosok itu sudah di depannya berdiri tegak bagai malaikat maut. Hanya sepatu kulit coklat pria itu yang berani dilihat.
Sialnya saat Lea hendak akan menjerit dan teriak minta tolong, pria itu membekap mulutnya, serta membawanya berdiri.
"Ssssttt!!! Jangan berisik. Atau aku akan-"
Lea menggeleng cepat. Dia tak ingin dengar kelanjutannya. Bayangan dirinya akan dimutilasi membuatnya memilih menurut.
Si pria asing itu pun tersenyum miring melihat kepatuhan Lea. Setelahnya dia berbuat hal yang paling tidak disangka wanita itu, dengan entengnya membopong tubuh kurus tadi dan membawanya ke dalam kamar. Lebih mengherankannya lagi, pria asing itu memeriksa kaki Lea yang memerah karena tersandung.
"Tunggu di sini atau aku akan membunuhmu, " ancam pria itu lagi. Tentu saja Lea semakin takut. Sialnya, ponsel yang dia butuhkan berada dalam tas yang sepertinya terjatuh di ruang tengah tadim
Tak lama sosok tegap itu datang membawa es batu di waskom. Gayanya santai dan tidak lagi menyeramkan.
"Aku tidak menemukan kain pembungkus es di mana pun atau apalah itu. Langsung saja masukkan kakimu ke sini, " Dia meletakkan waskom itu ke dekat kaki Lea tanpa mau membantunya sama sekali. Masih berdiri angkuh dengan pandangan mata mengelilingi kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Found A Stranger In My House
RomanceLea Winter dikejutkan dengan seorang pria asing di rumahnya. Kedatangannya tak lain untuk memaksan Lea agar menikah dengannya. Itu karena isi surat wasiat dari sang ayah yang telah meninggal dunia. *** Lea Winter tak percaya jika dirinya diculik ol...