Bab 27: Matahari di Musim Dingin

115 13 1
                                    

Musim dingin. Banyak cerita yang telah tertulis. Di atas salju dingin yang hampir membekukan hati banyak orang, tetapi juga menyimpan keindahannya dalam bentuk keabadian.

Suzan Morrisson.

Lea terpaku pada sebuah nama di akhir buku catatan harian dengan sampul kulit berwarna coklat di tangannya itu. Dia mengingat nama tersebut adalah nama ibu Jeff. Suzan.

Ternyata bait demi bait yang dibacanya beberapa hari ini adalah tulisan ibu mertuanya. Sangat indah dan menyentuh hati. Seumpama kehidupannya yang selama ini ia lalui.

"Coklat panas. Langsung diambil dari sungai coklat pabrik Willy Wonka. Kau dan Morrisson junior akan menyukainya." Jeff meletakkan mug coklat panas di atas meja begitu Lea menutup buku yang dibacanya tadi.

Lea melihat uap mengepul di atasnya yang menebarkan bau kakao pekat. Tercium sangat nikmat. Aroma yang sangat menenangkan pikiran. Apalagi menikmatinya di depan perapian seperti sekarang.

"Terima kasih," ucap Lea pelan. Dia lalu meletakkan kembali buku yang dipegangnya ke atas rak perapian.

"Kau sudah membaca buku- buku ibuku? Dia sangat cinta dengan dunia literasi. Apa kau juga?" Jeff lalu duduk di sofa yang sama dengan Lea. Matanya memantau wanita di depannya itu yang sekarang tampak semakin berisi. Terutama di bagian perut dan bokong. Jangan lupakan dadanya.

"Aku hanya pembaca sepintas. Tidak penikmat ataupun pecinta. Hanya untuk mengisi waktu yang kosong. Kau sendiri yang tak mengizinkanku kemanapun karena cuaca cukup ekstrim." Lea mencicipi coklat panasnya dengan seduan kecil.

Sejak kejadian buruk yang menimpa Jeff waktu itu, hubungan keduanya berangsur membaik. Ya, walaupun awalnya sangat canggung dan kaku. Sekarang lebih ada kemajuan, karena Jeff selalu berusaha untuk mencairkan suasana. Sedangkan Lea .... wanita berambut jahe itu sudah mulai melunak. Hanya saja tampak lebih berhati- hati.

"Bagaiman kalau hari ini kita keluar? Kau tahu, matahari sudah muncul. "

"Serius? Kau bercanda. Apa badai sudah reda?"

"Sudah. Aku tadi baru membersihkan halaman depan dari tumpukan salju.

Lea tersenyum. Dia sudah lama tidak keluar rumah. "Aku akan mengganti baju." Buru- buru ia pergi ke kamar dan meninggalkan Jeff.

Jeff hanya bisa menggaruk janggutnya yang tak gatal. Matanya lalu jatuh pada kaos kaki milik Lea yang tertinggal di atas meja. "Kau melupakan kaos kaki santamu, Ginger." Lantas ia menyusul Lea ke kamar.

"Ginger, ka- " Ucapan Jeff terhenti begitu dari sela pintu kamar Lea yang tak tertutup memperlihatkan sosok tanpa sehelai benang itu tengah mencoba- coba bajunya.

"Hah! Hampir tak ada yang muat lagi. Harusnya aku meminta stok pakaian yang baru pada ibu sebelum kemari." Suara Lea terdengar kesal setelah membongkar lemari pakaian miliknya. "Apa aku pinjam baju Jeff saja?"

Seringai nakal Jeff seketika muncul tatkala mendengar perkataan Lea.

"Kau membutuhkanku, Ginger." Seenak hatinya Jeff membuka pintu tersebut lebar dan bersandar di kosennya.

Lea panik. Dia langsung menarik selimut putih di ranjangnya untuk menutupi diri. "Jeff! Dasar tidak sopan! Pergi!" Wajah Lea memerah dengan tatapan cemas.

Bukannya pergi, Jeff justru masuk dan duduk di tepi kasur Lea. Mereka kini hanya jarak dua meter.

"Aku mendengar namaku disebut. Dan boom! Aku datang. "

Jujur saja, Lea masih sangat canggung untuk menanggapi guyonan Jeff kembali seperti dulu. Itu karena pernyataan cintanya pada pria itu tempo hari.

"Ayolah, Lea. Jangan sungkan padaku. Katakan jika kau butuh bantuan. "

I Found A Stranger In My HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang