"Dari mana kau tahu soal Miranda?"
Tentu saja Lea sudah tahu. Bibi Grace sudah menceritakannya. Bahkan sampai pada kebenaran sesungguhnya. Jeff saja yang selama ini menutup telinga dengan semua fakta yang ada. Paman Harold dan Bibi Grace sudah mencoba memberi tahunya. Tentang hubungan terlarang Miranda dan Tuan River yang sebenarnya hanya hoax. Sangat miris. Kesalah pahaman itu berlangsung bertahun- tahun lamanya.
"Kau kira aku datang waktu itu untuk apa? Tentu saja untuk memberi tahumu, dasar bebal."
Jeff mengingat kebodohannya itu lagi. Sangat menyesal akan dirinya yang begitu arogan. Benar kata Lea, dia adalah manusia bebal.
"Kau sudah mengunjunginya?" Maksud Lea berziarah ke makam Miranda. "Dia pasti selalu menunggumu."
"Sudah. Saat kau terus mendiamkan waktu itu. Tak jauh dari sini. Satu jam berkendara. Aku meminta maaf padanya karena tak datang ke acara pemakamannya waktu itu dan atas kebodohan yang telah kulakukan, " jawab Jeff menyesal sambil menatap langit. Tempat di mana Miranda berada.
Dia dan Lea sekarang berada di halaman belakang. Lebih tepatnya duduk di jembatan kayu tepi danau.
"Kau ingin mengunjunginya lagi? Aku akan menemanimu." Lea menatap Jeff yang sepertinya terkejut dengan ucapannya.
"Kau serius? Kenapa?"
"Kenapa? Tentu saja ingin menyapa mantan tunanganmu itu. Kau juga tak pernah menceritakan bagaimana sosoknya selama ini. Dia pasti sangat istimewa sampai kau susah melupakannya. "
Mata Jeff berkedip tak percaya. Dia pikir Lea akan cemburu bila dia membahas wanita lain. Apakah harus dia membuka cerita lamanya bersama Miranda? Jeff mencoba membuka lembaran usang di kepalanya. Ini akan jadi cerita yang berat untuknya.
"Miranda itu .... "
*** Kembali beberapa tahun lalu....
Miranda Ivanova. Mendengar namanya saja Jeff sudah jatuh cinta. Perempuan pertama yang membuat jantungnya berdebar. Anak pindahan yang baru saja menolongnya saat dirinya tergeletak di jalanan. Miranda namanya. Gadis berambut coklat dengan mata beriris jamrud. Kulitnya sungguh putih bak sinar mentari. Senyumnya manis dan tawanya bagai virus yang menularkan kebahagiaan. Miranda. Ya, Miranda.
Jeff terus mengingat namanya. Barangkali esok mereka bertemu lagi di sekolah. Dia ingin mengucapkan terima kasih. Jika beruntung dia dapat mentraktir gadis itu untuk ke cafe dekat sekolah mereka sepulang sekolah.
"Maafkan aku, Jeff. Aku tidak bisa. Aku harus pulang tepat waktu." Miranda menolaknya saat mereka berpapasan di kantin.
"Bagaimana dengan minggu? Kau sibuk?" Jeff masih berusaha agar dirinya dapat mengajak Miranda berkencan.
"Mungkin tidak. Bagaimana jika kita bertemu di gereja saja?
Kebetulan rumah mereka berdua tidak begitu jauh, dan hanya satu gereja di wilayah pemukiman tersebut. Keduanya saling tahu rumah masing- masing karena saat kemarin Miranda menolongnya, ada pembahasan seputar tempat tinggal.
"Oke. Setelah pelayanan aku akan membawamu keliling kota. Anggap saja aku pemandumu."
Mulai dari situ, keduanya semakin lama semakin dekat, dan tak lama kemudian Jeff akhirnya memberanikan diri untuk menyatakan perasaannya.
"Miranda, aku mencintaimu. Maukah kau menjadi kekasihku?"
Saat itu mereka sudah duduk di tahun kedua sekolah menengah atas. Keduanya terbilang sudah di usia remaja pubertas. Mulai menjajaki diri ke ranah hubungan percintaan dan hal yang berbau romansa.
"Baiklah. Aku kekasihmu sekarang, Jeff Morrisson. Aku juga mencintaimu. "
Rasanya hari- hari begitu indah dijalani. Cinta pertamanya berhasil ia miliki. Jeff mempunyai semangatnya lagi yang tiga tahun belakangan ini sempat redup karena telah kehilangan ibu tercinta. Miranda adalah harapan serta cahayanya. Gadis itu baik, lembut dan perhatian. Hampir tak penah ada adu mulut atau perkelahian dalam hubungan mereka. Bahkan setelah tamat sekolah, mereka memilih universitas yang sama di kota. Keduanya juga tinggal bersama di sebuah apartemen.
Sampai tak terasa hubungan mereka sudah berjalan tiga tahun lamanya. Tepat di ulang tahun Miranda yang ke 20, Jeff melamar gadis pujaannya, tetapi sayang untuk ke jenjang pernikahan mereka harus menunggu sampai keduanya tamat universitas. Status mereka yang tadinya berpacaran pun berubah menjadi bertunangan.
Semua orang mengatakan jika Jeff beruntung memiliki wanita seperti Miranda. Semua orang iri padanya. Semua orang menyayangi Miranda. Miranda terlalu baik untuknya yang urakan. Namun, tak sedikit juga yang menginginkan hubungan keduanya kandas. Gosip- gosip mulai bertebaran, tetapi baik Miranda dan Jeff selalu menutup telinga mereka agar keharmonisan hubungan yang telah dibangun tak kandas begitu saja.
Semuanya indah. Semuanya sempurna. Bahkan terlalu sempurna hingga semuanya sirna.
Jeff kembali kehilangan mataharinya.
*** Kembali ke waktu sekarang.
Lea tak bisa berkata- kata. Dia tahu kisah cinta Jeff berujung tragis, tetapi mendengar Jeff bercerita langsung membuat hatinya sakit. Tanpa terasa air mata Lea kini mengalir. Bagaimana bisa dua orang yang saling mencintai justru berakhir tak bahagia di dunia? Sepanjang alur ceritanya manis, tetapi di akhir kisah hanya kepahitan yang terasa. Jika bisa protes, Lea akan protes kepada Tuhan mengapa takdir yang ditulis-Nya untuk Jeff dan Miranda sangat tidak adil untuk keduanya.
"Ini sangat tidak adil untuk kalian." Lea mengusap air matanya dengan lengan sweater yang ia pakai. "Terutama Miranda. Harusnya dia bisa hidup lebih lama dan bersamamu hingga detik ini."
Bagaimana bisa Lea mengatakan itu? Jeff bahkan mencintai sosok di sampingnya ini sekarang.
"Bagaimana dengan kau?" Jeff memegang tangan Lea seakan takut kehilangan.
"Aku? Tentu aku tidak akan di sini menggantikan Miranda. Aku tahu bahagiamu di sisinya, Jeff. Matamu berbinar saat menceritakan kembali sosoknya. "
Pegangan Jeff semakin erat. Entah kenapa hatinya perih mendengar kata- kata Lea.
"Kau tak akan bisa menggantikannya, Lea," ucap Jeff lurus menatap langit. "Karena kau bukan dia. Kalian berdua mengisi hatiku di sisi yang berbeda. Cintanya membawaku pada kebaikan, sedangkan milikmu pada kebenaran. Kalian berdua membuatku sempurna."
Lea tersentak. Dia menatap Jeff yang berbicara sangat tulus dari hati. Terlihat dari sorot matanya yang sendu. Hal yang membuat Lea merasa haru.
"Jangan tinggalkan aku, kumohon." Air mata Jeff kini mengalir menghadap Lea. "Bertahanlah selalu demi aku. Aku takkan sanggup untuk kehilangan lagi, Lea. Orang yang kusayang satu per satu pergi meninggalkanku. Hanya kalian yang kini kupunya." Jeff menunduk mencium perut Lea, lalu beralih ke bibir merah istrinya itu yang kini bergetar hebat.
Lea membalas ciuman Jeff yang dalam. Menyalurkan rasa cimtanya yang seluruhnya hanya untuk pria itu.
"Jeff, aku ingin mengulang sumpahku padamu lagi. Bisakah kita melakukannya? Dengan cara yang benar?"
Jeff tersenyum. Diusapnya air mata Lea yang masih mengalir. Sangat terharu mendengar ajakan wanita yang paling dicintainya.
"Kalau begitu izinkan aku melamarmu dengan cara yang benar juga."
"Maksudmu?"
Jeff mengajak Lea untuk berdiri di atas titian kayu tempat mereka berada. Setelahnya Jeff berlutut di hadapan Lea dengan sebuah cincin di tangannya.
"Lea Nathalie Winter, maukah kau menikah denganku?"
Mata Lea membulat. Kedua tangannya menutup mulutnya tak percaya. Jeff kini melamarnya. Bahkan dengan cincin.
"Aku ingin menghabiskan sisa hidupku denganmu, Lea. Selamanya."
Kini air mata Lea tak lagi bisa terbendung. Semuanya luruh. Dia mengangguk kuat dengan tangisan bahagianya. Apalagi saat Jeff menyematkan cincin ke jari manisnya. Itu seperti harapannya selama ini yang terwujud.
Keduanya kini kembali saling memagut. Ciuman hangat nan dalam sebagai bentuk ungkapan perasaan. Tiada terburu- buru. Mengalir mendayu diiringi suasana senja yang syahdu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Found A Stranger In My House
Storie d'amoreLea Winter dikejutkan dengan seorang pria asing di rumahnya. Kedatangannya tak lain untuk memaksan Lea agar menikah dengannya. Itu karena isi surat wasiat dari sang ayah yang telah meninggal dunia. *** Lea Winter tak percaya jika dirinya diculik ol...