Musim semi. Tak ada yang lebih indah ketika akhirnya dapat melihat bunga- bunga mekar kembali. Es - es mencair, matahari juga tak malu lagi bersinar membagikan hangatnya, ditambah kicauan indah burung di pagi hari. Lea suka aroma khas musim semi. Sangat menyenangkan. Seperti mengajak kita agar bersemangat untuk menjalankan aktifitas.
Ya, termasuk aktifitas memerhatikan seorang pria bertelanjang dada sambil membelah kayu dengan kapak besarnya. Apalagi sembari menikmati sarapan dengan segelas susu dan pie apel buatan sang suami. Definisi hidup sehat - bahagia ala Lea Morrisson.
"Suka dengan apa yang kau lihat, Nyonya Morrisson?" Jeff menegur istrinya yang terus memerhatikannya sambil mengunyah sarapan dari bangku teras belakang. Tak jauh dari tempat Jeff bekerja.
"Tentu, Tuan Morrisson. Kau tahu sekali cara menyenangkan istrimu ini dan juga si kembar kita." Lea menjilati jari jemarinya yang terkena saos apel. Tentunya dengan gerakan yang sensual.
Jeff mengecam perbuatan Lea yang setiap saat selalu menggodanya. Bukannya tak suka, tetapi bahaya jika nafsu liarnya terus meronta dan dituruti selalu. Kasihan si kembar di dalam sana.
"Kau takkan berhasil kali ini, Ginger. Aku takkan tergoda. " Jeff berbalik menukar posisinya. Kali ini dia membelakangi Lea.
Suara dengkusan kasar terdengar dari belakang. Jeff terkekeh karena telah mengerjai Lea.
"Bersabarlah, Istri nakalku. Setidaknya sampai mereka agak besar. "
"Diamlah, Jeff. Kau merusak pagi cerahku."
Kali ini Jeff tertawa. Senang sekali rasanya mengerjai Lea yang selalu candu akan dirinya. Sudah Jeff katakan, dia sangat- sangat diuntungkan saat ini. Kebanyakan suami pasti sangat dibenci istrinya ketika masa- masa kehamilan. Jeff justru mendapati istrinya yang selalu maniak akannya. Bahkan terkadang menyusahkan karena tak ingin berpisah bareng sedetikpun.
Seperti hari- hari berikutnya. Lea selalu mengekor kemanapun Jeff pergi bekerja. Jeff juga tak ingin Lea lepas dari pandangannya. Mereka berdua terlihat seperti surat dan perangko sekarang. Pamannya Harold mengatakan demikian, saat melihat sepasang suami- istri muda itu yang selalu bersama kemana- mana. Bibi Grace dan juga Merry ikut meledeki mereka.
Siapa yang peduli? Jeff suka Lea-nya sangat manja padanya sekarang. Dia lebih merasa dibutuhkan, dari pada yang sebelumnya saat Lea si wanita super mandiri itu selalu berputar- putar karena tak betah berdiam diri di rumah.
"Ginger, kau tak lelah? Kita sudah berputar- putar sedari pagi hingga siang. Mau kuantar ke tempat Bibi Grace? Aku tak tega membawamu ikut bekerja denganku lebih lama lagi." Jeff menyetir sambil melihat Lea yang sudah menguap di bangku sampingnya. Dia kembali menjalankan rutinitasnya sebagai pemilik peternakan dan pertanian.
"Kemana lagi kau setelah ini?"
"Aku akan memeriksa satu lumbung lagi."
Lumbung? Lea ingat satu lumbung yang dulu pernah mereka pakai untuk bercinta. Itu gila.
"Aku ikut. Hanya satu itu lagi, bukan? Tak ada salahnya. "
Seperti sebelumnya. Lea dan kepala batunya. Jeff tak bisa berkata lagi. Mobilnya ia lajukan cepat menuju arah lumbung- lumbung milik keluarga Morrisson.
Tibalah mereka di tempat yang sangat tak asing itu. Sudah lama mereka tak ke tempat tersebut. Tak ada perubahan yang signifikan. Tetap sama saja. Di depan mereka kini ada lumbung besar bercat merah. Tempat acara pernikahan Lea dan Jeff dulu berlangsung.
"Kau tunggu di sini. Aku ke sana sebentar. " Jeff berjalan ke arah lumbung di sebelahnya. Tempat di mana Lea melihat Jeff dulu bercinta dengan seorang wanita. Tempat mereka juga melakukannya.
Wajah Lea seketika memanas. Jika dipikir- pikir, Jeff suaminya sungguh pria panas yang gairahnya luar biasa besar. Bukannya marah, Lea justru terangsang sekarang.
"Jeff, sedang apa kau?" Lea menyusul Jeff dan masuk ke lumbung. Dilihatnya Jeff sedang menyuruh para pekerja untuk memasukkan jerami dan menyusunnya rapi.
"Lea, sebaiknya kau keluar. Nanti tertabrak pekerja yang lalu lalang. " Jeff merangkul Lea agar keluar dari sana dan menunggu di mobil.
"Hei, apa lumbung di sebelah kosong?" Lea mengerlingkan matanya pada Jeff.
Jeff yang jelas paham kode tersebut hanya bisa menyeringai.
"Kenapa? Kau sangat ingin aku menunggangimu di sana?" bisik Jeff sambil meremas bokong Lea.
"Aw, kau peka sekali, Tuan Morrisson. Tahu keinginan istrimu dengan cepat. "
Siapa yang tak paham. Otak pria memang dirancang untuk hal- hal sekotor itu.
"Aku tak yakin melakukannya di sini denganmu, Sayang. Terlalu banyak pekerja. Kau selalu ribut jika kita melakukannya. Tak bisa mode senyap. "
Lea memukul dada Jeff kuat. "Aku benci kau, Jeff. Sangat!"
Jeff tertawa. Dia lalu merangkul Lea dan berbisik tepat di telinganya. Seketika mata Lea membesar dengan mulut menganga.
***
"Hei, River. Lama tidak bertemu. Merindukanku?"
Suara itu. Sean berbalik dan menemukan wanita berambut merah sedang berada di beranda rumahnya. Dia tak menyadari ada seseorang tadi saat lewat. Barusan dia akan pergi, tetapi kehadiran sosok itu membuatnya harus mengurungkan niatnya.
"Masih berani memperlihatkan wajahmu lagi, Pembunuh?" Sean menyeringai dan menghampiri Lolita yang senyumnya seketika hilang. "Jangan pikir aku tidak tahu apa yang kau lakukan 10 tahun yang lalu. Jejak kejahatanmu mungkin menghilang, tetapi kau akan tetap menjadi seorang kriminal di mataku."
Lolita memaksa tawanya untuk itu. Akan tetapi tubuhnya tak bisa berbohong jika keberadaan Sean dan tatapan tajamnya membuat ia gemetar. Apalagi saat Sean mendorongnya ke dinding kayu dan memojokkannya. Bahkan helaan napas Sean di wajahnya membuat dirinya tak nyaman. Kejadian seperti ini tak pernah terjadi sebelumnya.
"Kenapa Lolita? Kau takut padaku?" Tanpa sadar Sean telah mengikat tangan Lolita dengan sabuk miliknya. Lucunya, wanita itu sepertinya terus terhipnotis. "Baiklah. Terima balas dendamku atas kematian ayah dan kakakku, Lolita. Kau sendiri yang menyerahkan dirimu padaku. Dengan senang hati aku akan membuatmu agar menyusul mereka dan meminta maaf segera secara langsung. "
Lolita berontak, tetapi ia baru tersadar jika tangannya sudah diikat.
"Kau! Lepaskan aku!" pekik Lolita. Padahal biasanya ia akan selalu percaya diri menghadapi siapapun itu.
Tanpa banyak bicara lagi, Sean lalu menariknya agar masuk ke dalam rumah.
"Selamat datang dalam nerakamu, Lolita. Kau takkan bisa berkeliaran lagi sekarang. Ini akan jadi musim semi terakhirmu melihat dunia."
Lolita terjerembap ke lantai kayu. Dia lalu merangkak cepat ke arah pintu yang sayangnya dengan cepat Sean tutup dan kunci.
"Apa yang akan kau lakukan padaku, River?!" Lolita melototkan matanya pada Sean seolah menantang.
Sean tertawa. Dia senang wanita iblis itu katakutan sekarang. Hal yang mungkin tak pernah Lolita rasakan.
"Tenang saja, Lolita. Jangan resah begitu. Sangat bukan dirimu yang biasanya suka dengan hal- hal kasar. Bukankah kau sangat menginginkanku waktu itu?" Sean setengah mencekik Lolita di lantai serta berjongkok menindihnya.
Lolita tertawa tiba- tiba. Dia terus tertawa tanpa sama sekali Sean menyuruhnya berhenti. Pria itu justru menikmati suara iblis itu.
"Akhirnya aku menunjukkan sisi gelapmu, Sean River. Kau tak lebih seperti ayahmu!"
"Oh, ya? Senang sekali mengetahui kami memiliki hal yang sama. Kau ingin tahu lebih lanjut? Aku akan menunjukkannya padamu dan lihat sejauh apa aku mirip dengan ayahku."
Setelah itu Sean menarik sebelah kaki Lolita hingga wanita itu terseret di lantai. Pria itu tak peduli dan kasihan sama sekali dengan wanita iblis tersebut. Sekalipun sosok itu menjerit dengan kuku- kuku yang menderit ke lantai kayunya. Di pikirannya saat ini adalah balas dendam, karena Lolita tampaknya tak sama sekali menyesal dengan perbuatannya dahulu. Ditambah lagi wanita itu sepertinya datang kembali dan akan menyakiti Lea.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Found A Stranger In My House
RomanceLea Winter dikejutkan dengan seorang pria asing di rumahnya. Kedatangannya tak lain untuk memaksan Lea agar menikah dengannya. Itu karena isi surat wasiat dari sang ayah yang telah meninggal dunia. *** Lea Winter tak percaya jika dirinya diculik ol...