Bab 3 : Perjanjian Pra - Nikah.

437 62 6
                                    

Sebenarnya tawaran Jeff masih terus terpikirkan oleh Lea. Hidupnya selama ini tak mudah, ekonominya sulit, sedangkan kebutuhan hidup semakin bertambah dan harus terus terpenuhi.

Jika dia dulu tak bodoh dalam hal pendidikan dan terus berusaha, mungkin hidupnya tak semenyedihkan ini. Mempunyai keluarga yang rusak juga merupakan faktor yang membuat hidupnya kurang termotivasi dan optimisme. Selama ini hanya mengandalkan belas kasihan dan keberuntungannya saja, juga kerja keras tentunya.

Lea tak gengsi untuk bekerja kasar sementara wanita seusianya lebih mementingkan penampilan dan terlibat dalam hubungan percintaan. Namun, dalam kasus Jeff, egonya meninggi. Lebih tepatnya untuk mempertahankan harga diri, karena hanya itu yang dia punya sebagai orang miskin.

Sialnya, lagi- lagi kerasnya hidup membuat dia berulang kali jatuh agar dirinya menyerah. Seperti kejadian pagi ini, ibunya kembali membuat ulah di bar. Lea harus menebusnya di kantor polisi, sedangkan adiknya juga mengeluh soal biaya sekolah dan kebutuhan rumah. Belum lagi rentenir yang langsung datang padanya untuk menagih hutang mendiang sang ayah semasa hidup. Kepala Lea rasanya ingin pecah saja memikirkan semuanya. Sebagai anak pertama dan tulang punggung keluarga, beban itu semua berada di pundaknya.

Pernah terbesit di dalam dirinya untuk menjual diri dan menjajahkan tubunya. Akan tetapi, dia sadar diri. Tubuh kurusnya tak begitu menarik. Wajahnya juga biasa saja. Penampilannya jelas membosankan. Ditambah lagi pergaulannya yang kurang luas. Tak ada cara menjadi wanita panggilan.

Hebatnya, jiwa Lea seakan sudah ditempah kuat. Cobaan macam apa yang tidak pernah ia alami dan rasakan? Hanya saja kali ini berbeda. Godaan hidup senang justru datang di saat yang tepat. Entah itu neraka atau surga jika dia menerima. Setidaknya itu dapat meringankan hidupnya.

"Lihat dirimu! Hanya tinggal tulang dilapisi kulit. Kau butuh daging untuk tetap berdarah. Mau menjadi mumi?

Jeff. Terus saja menghinanya dengan kata- kata yang membuat sakit hati. Caranya memprovokasi cenderung serangan verbal.

"Mungkin jika kau lembut padaku, aku akan berubah pikiran. "

Sejauh ini Jeff masih bertahan. Itu artinya Lea masih bisa berubah pikiran. Akan tetapi ... apa itu nanti bukanlah sesuatu yang akan disesalkannya? Terlebih itu suatu pernikahan.

"Kurasa mumi tidak dapat berpikir. Kau harus menerima tawaranku. Hidupmu dan keluargamu akan aman."

Seumur hidup Lea tak pernah menemukan pria semenyebalkan Jeff. Usianya yang sudah kepala tiga tidak menjamin kedewasaan. Sepertinya Jeff terbiasa bersikap dominan. Segala apapun harus dia dapatkan. Tidak ingin menunggu. Harus!

Ternyata benar. Uang dapat membeli segalanya.

"Tidak. Terima kasih. Kalau begitu kau bisa kembali pulang ke rumahmu. Aku tidak menampung tuna wisma di sini. Hidupku sudah berat."

Padahal kenyataannya beban Lea beberapa hari ini berkurang. Jeff selalu menyediakan makanan di rumah, membuat apartemennya bersih dan juga memperbaiki beberapa masalah rumah tangga seperti keran rusak, wastafel tersumbat, mengganti bohlam, bahkan membeli penghangat ruangan yang baru. Lea benar- benar merasa terbantu. Lihat saja gramophone corong antik peninggalan kakeknya. Sudah bisa bersuara kembali.

"Justru aku bermaksud menyelamatkanmu. Harusnya kau tahu niatku baik. Lagi pula kau bisa memperbaiki gizi dan ekonomi keluargamu. Kau tak perlu lagi bekerja kasar."

Lea baru saja pulang bekerja, dan Jeff sudah membahas itu lagi. Pria itu apa tidak tahu pekerjaannya sangat melelahkan? Sedangkan yang dilakukannya hanya berduduk santai di sofa dan menghinanya.

"Oke, baiklah. Seberapa besar yang bisa kau berikan padaku rupanya?" Lea melempar tas yang dia bawa ke sofa dan berdiri dengan tangan bersedekap menghadap Jeff.

Senyum Jeff seketika terbit. Dia langsung menegakkan badannya dan meletakkan popcorn yang tadi ia pegang ke atas meja.

"Bagus. Kau mulai menggunakan otakmu rupanya."

"Cepat katakan. Waktu berbicara denganku terbatas."

"Baiklah. Bagaimana jika kita buat perjanjian pra- nikah?"

***

"Apa di sini kau sudah paham?"

Jeff suntuk. Sudah lama mereka bernegosiasi, tetapi Lea terlalu banyak berpikir dan meminta dijelaskan perlahan dan detail. Dia yang dasarnya tidak sabar, harus menekan amarahnya dalam - dalam. Lea termasuk tipe wanita lambat berpikir, dalam artian 'terlalu hati- hati'.
Hal wajar karena mungkin untuk meningkatkan antisipasi, tapi setidaknya dia harus memutuskan cepat. Kesempatan tidak datang dua kali, bukan?

"Sepertinya sudah. Aku hanya akan menjadi istrimu setahun dan aku mendapatkan upah perbulannya untuk itu. Juga jangan lupakan uang muka. Keluargaku membutuhkan cepat."

"Ya. Anggap saja seperti itu. Soal uang segera akan kukirim. Tenang saj. Aku bukan seorang maniak apalagi masokis gila."

Padahal sebenarnya Lea juga mendapat banyak keuntungan. Ada aset juga nantinya yang didapatkannya. Kenapa setahun? Itu atas saran paman Harvey yang mengatakan jika mereka harus mencoba setidaknya selama itu. Berharap jika benih - benih cinta akan tumbuh di kemudian hari.

Lea rasa itu tak mungkin. Sifat Jeff jelas bertentangan dengannya. Jika dia adalah air, maka Jeff adalah api nerakanya.

Sama seperti dengan anggapan Jeff. Dia menikah bukan karena cinta. Semuanya karena keterpaksaan saja. Dia hanya ingin semuanya cepat selesai. Untungnya, wanita yang dijodohkan padanya adalah orang yang polos dan bodoh. Ya, menurutnya Lea tipe wanita yang tidak gila uang dan bukan pengemis cinta. Dirinya terbilang 'selamat'.

"Bagaimana soal tinggal bersama? Apa kita akan sekamar juga? Aku tidak mau."

"Terserahmu. Tapi di rumahku hanya ada satu kamar saja."

"Itu sama saja memaksaku untuk satu ranjang denganmu."

Jeff tertawa. "Kenapa? Kau takut? "

Lea hanya memutar matanya kesal. "Tidak. Hanya saja aku khawatir padamu. Tipe pria koboi sepertimu biasanya nakal dan tak tahu aturan. Kalian suka berbuat seenaonya seperti yang kau lakukan sekarang."

Kali ini tawa Jeff semakin kencang. Dia bahkan susah berhenti, karena baginya wajah Lea yang takut sangat lucu.

"Tidak lucu, Tuan Morisson Junior. Kau sebaiknya dikebiri saja agar tidak menghamiliku. "

"Hohoho... Frontal sekali kau, Nona Ginger. Itu hak diriku mau berbuat apa padamu. Kau akan jadi istri yang kusewa. "

Lea berubah kesal. Dia lantas bangkit dan menendang tulang kering Jeff. "Sialan. Kalau begitu tidak jadi saja. Aku bukan bonekamu."

Namun, belum sampai Lea melangkahkan kakinya, Jeff menahan lengan kecil itu dan berkata, "Kita sudah sepakat, dan kau sudah menandatangani surat ini, ingat!"

Lea melihat ke arah kertas itu, dan dia baru menyadarinya. Ternyata hidup Lea setahun ke depan berada di genggaman seorang Jeff Morisson. Jika dia membatalkan kontrak itu, maka akan ada denda atau atau sanksi yang harus ia bayar, dan Lea jelas tak mampu.

"Lea bodoh, " ucap Lea pada dirinya."Harusnya kau berpikir dulu sebelum bertidak."

Namun, nasi telah menjadi bubur. Lea tak bisa mundur apalago kabur. Sedangkan Jeff telah tertawa lebar di belakangnya.

°°°°°

Thank you

Ig:annmemories12

I Found A Stranger In My HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang