"Kemana si iblis merah itu? Bisa kacau rencana malam ini tanpanya. Apa dia berbohong? Dasar sial!"
Tyler. Pria berambut coklat keriting itu bergerak gelisah dalam pondok terbengkalai tempatnya bersembunyi bersama Lolita. Lokasi mereka berada di dalam hutan pinggir laguna. Lebih tepatnya tak jauh dari pondok Sean River.
"Apa jangan- jangan dia ke tempat si River sialan itu?!"
Seketika Tyler diliputi rasa amarah yang membludak. Sebuah televisi tua menjadi sasaran amuknya. Dia paling tidak suka ditipu atau di ajak bercanda. Apalagi rencana yang sudah disusunnya matang- matang hancur berantakan.
"Jika kau tak balik sampai waktu yang kita sepakati, aku akan membunuhmu lebih dulu, Jalang!" Tyler kini mempersiapkan senapan laras panjangnya. Senjata berburunya selama ini. Senapan itu kini telah ia isi peluru lengkap.
Waktupun berselang hingga menunjukkan langit kini telah senja. Akan tetapi tak jua ia melihat tanda- tanda kehadiran Lolita. Bahkan ia tak mendengar suara deru mesin mobil yang datang. Itu artinya, Lolita ingkar dan meninggalkannya. Tyler lantas mengamuk di dalam rumah kumuh itu. Botol- botol alkohol yang tersusun di lantai ditendangnya satu per satu ke dinding hingga pecah belah. Bak ubahnya monster, Tyler berteriak seperti orang kesurupan.
Lantas setelahnya dia keluar dengan senapan miliknya. Tak peduli dengan keberadaan Lolita. Di dalam pikirannya kini satu yang ia tuju. Lea Winter. Tak ada lagi waktu. Sebelum keberadaanya kembali terendus polisi. Dia tak bisa berlama- lama dalam suatu tempat jika tak ingin terciduk. Oleh karena itu, dia harus segera membawa Lea dan pergi dari daerah itu cepat.
Namun, setelah lebih dari setengah mil berjalan, dia melihah sebuah mobil yang tak asing sedang terparkir tak jauh dari pondok yang ia ketahui milik Sean River. Setan di sampingnya kembali berbisik yang membuatnya kian panas dan akhirnya melangkah menuju pondok tersebut. Setidaknya Lolita harus mati di tangannya juga.
"Lolita! Kau benar- benar tak bisa dipercaya. Kau bersekutu bukan hanya padaku. Lihat saja apa yang bisa kulakukan nanti padamu. " Tyler meracau sepanjang jalan menuju tempat di mana Lolita. Dia mengendap dan mengitari sekeliling rumah, hingga dari jendela samping ia mendengar sebuah desahan wanita dan erangan pria.
"Benar dugaanku. Dasar wanita jalang!"
Tyler berlari ke arah depan rumah, lalu menendang pintu masuk hingga terbuka lebar.
"Jalang! Keluar kau!"
Satu per satu ruangan Tyler periksa. Tak ada satupun. Lantas ia menuju kamar yang sepertinya asal muasal suara tadi berada. Tyler kembali menendang pintu hinga kali ini pintunya patah. Benar saja. Lolita tengah bercinta dengan seorang pria, tetapi bukan River.
"Tyler, ingin bergabung dengan kami?" Lolita mengedipkan mata padanya. Tanpa rasa bersalah sama sekali ia lalu melanjutkan kembali gerakan naik- turunnya. Di bawahnya kini ada seorang pria tua yang minta dipuaskan.
"Kemana River? Bukankah ini pondoknya? Kau telah membunuhnya?" Tyler kini menyeringai dan berjalan mendekati Lolita dengan senapan yang tak lagi ia angkat, melainkan diseret. Di lantai juga ia temukan seragam kepolisian yang sepertinya adalah seragam pria tua itu.
"Tenang saja. Si River itu pasti sudah mati tenggelam sekarang. Aku berpihak pada kalian. Terutama padamu, Sayang, " ucap pria berjanggut dengan tubuh tambun itu. Tangannya kini mencengkram pinggul ramping Lolita agar semakin cepat bergerak.
"Kau tahu? Tadinya aku hampir jadi tawanan di sini. Untungnya River memang sebodoh itu dari dulu. Mereka mudah terperdaya. Sean seperti ayahnya. Mereka selalu luluh dengan tatapanku. Maka dari itu, setelah terjerat, aku dengan mudah menghabisinya. Dibantu si tampan George juga."
Lolita tersenyum manis pada George di bawahnya. Ia mengelus dada penuh rambut itu dengan lembut sebagai rasa terima kasihnya. Jika tidak mungkin dia akan kesusahan tadi membereskan mayat Sean.
Awalnya Lolita tertangkap basah sedang menyeret tubuh Sean di hadapan George yang ternyata sudah masuk ke pondok Sean karena mendengar ada suara tembakan. Namun, dengan kekuatan bujuk rayu Lolita, polisi paruh baya itu akhirnya tunduk padanya dan justru ikut membantunya melenyapkan Sean.
"Kalau begitu mari kita rayakan kematian River di pondoknya yang nyaman ini. Aku akan ikut bergabung. " Tyler lantas meletakkan senjatanya ke dinding, lalu melepaskan semua benang di tubuhnya dan ikut dalam aktifitas tak senonoh itu.
Lolita dengan senang hati memagut bibir Tyler. Mereka dengan kian bernapsu saling menghisap dan menggigit. Setelahnya wanita berambut merah itu berbisik, "Setelah ini kita lancarkan rencana kita. Jangan lupa bunuh juga si gemuk ini."
***
"Bagaimana? Kau sudah membawa Lea-mu?" Lolita di luar rumah Jeff bersiap dengan pematiknya. Dia baru saja selesai dengan jerigen- jerigen di depannya, sedangkan Tyler bagian intinya. Menculik Lea.
"Sudah. Dia sudah di dalam mobil. Aku sudah membiusnya dengan ini. " Tyler menunjukkan sebuah sapu tangan yang mengandung obat bius.
"Bagus. Kita beruntung Jeff pergi dan belum kembali. Jadi tidak perlu memberi umpan seperti rencana kita sebelumnya. Begitu nanti dia kembali ..., Boom! Yang ia tahu Leanya mati terpanggang. Ada gunanya juga mayat si polisi bodoh itu. Jeff takkan tahu jika rangka yang ia temukan nanti di tempat tidurnya adalah orang lain."
Tyler tertawa bengis. Kemudian merebut pematik dari tangan Lolita dan menghidupkannya.
"Selamat merana, Jeff Morrisson. Aku ambil istri cantikmu untuk menjadi milikku," ucap Tyler sebelum akhirnya menjatuhkan pematik itu ke tanah. Mereka sudah menumpahi sekeliling rumah kayu Jeff dengan bahan bakar.
Api itupun mejalar dengan cepat ke arah tangga depan rumah Jeff dan selanjutnya memencar ke semua bahan kayu di sekitar. Rumah Jeff dan Lea kini sudah di kelilingi api yang besar.
Tyler dan Lolita tertawa bak setan iblis. Mereka menikmatinya bagai melihat perayaan api unggun Lewes.
Akhirnya setelah semua yang telah mereka lalui dan lewati, juga usaha gila mereka yang telah direncanakan berhasil, kini giliran keduanya yang menikmati momen kemenangan.
Tyler telah mendapatkan Lea- nya dan Lolita telah berhasil membuat Jeff tak dimiliki sesiapa. Semua tujuan telah tercapai. Rencana selanjutnya jelas mereka akan berpisah.
Tyler adalah buronan. Sedangkan Lolita tidak sama sekali memiliki kasus kriminal. Setidaknya tak ada pengaduan sama sekali. Dia akan kembali ke pondoknya tanpa mau bersusah payah mengikuti Tyler yang pasti narapidana. Lolita senang berbuat hal gila. Setelah ini dia akan kembali mengejar Jeff atau menjebaknya saja. Wanita itu bahkan sudah memikirkan 1001 cara untuk menculik Jeff juga, tapi tidak dengan bantuan Tyler. Dia tak ingin Jeff nya justru dilukai oleh pria psikopat itu. Lolita tak bisa melihat Jeff terluka. Seperti peristiwa di malam itu. Untungnya Sean memberi balasan setimpal pada Tyler dengan menembaknya.
Oleh karena itu, dia mendatangi Sean tadi untuk berterima kasih sebenarnya. Hanya saja kehadirannya telah bagai musuh. Sean akan mencelakainya. Sayangnya, pria itu tak punya pengalaman sama sekali menghadapi orang gila sepertinya. Terpaksa ia menembak Sean. Lolita sendiri sebenarnya sangat menyesal telah membunuh Sean. Pria itu sebenarnya pria baik, tetapi terlalu bodoh dengan merelakan begitu saja cintanya pada orang lain. Sean merelakan Lea untuk Jeff. Sedangkan dia takkan rela melepas Jeff. Hal yang tak mungkin pernah bisa ia lakukan selamanya.
Namun, tanpa mereka sadari sudah banyak orang yang telah mengerumuni mereka di belakang.
Termasuk Lea, Jeff dan Sean juga.
"Hei, Joker dan Harley Quinn, apa kalian menikmati malam indah kalian sekarang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
I Found A Stranger In My House
RomanceLea Winter dikejutkan dengan seorang pria asing di rumahnya. Kedatangannya tak lain untuk memaksan Lea agar menikah dengannya. Itu karena isi surat wasiat dari sang ayah yang telah meninggal dunia. *** Lea Winter tak percaya jika dirinya diculik ol...