Bab 2 : Wasiat Tuan Morisson

559 69 5
                                    

"Seperti wasiat yang tertulis langsung oleh Tuan Harvey Morisson: Aku akan memberikan separuh hartaku untuk anak laki - lakiku satu - satunya, Jeff Morisson, dengan syarat jika dia telah menikah dengan seorang wanita yang kupilih, Lea Nathalie Winter. Separuh hartaku yang lain akan aku sumbangkan kepada beberapa yayasan dan rumah sakit serta gereja."

Tidak tahu harus berkata apa, Lea hanya diam dengan pandangan selalu tertunduk ke gaun motif floral cantik yang ia kenakan. Merry telah menyulapnya menjadi Cinder-Lea. Ibu peri itu bahkan mendandaninya agar terlihat lebih hidup, katanya. Hanya untuk bertemu seseorang orang penting hari ini.

Dirinya entah bagaimana bisa masuk dalam obrolan penting dua orang asing di depannya. Namanya di sangkut pautkan dengan wasiat Tuan Harvey. Sosok tua itu adalah pasien yang selalu ditemaninya di rumah sakit dari setahun yang lalu. Lea tak pernah absen untuk menjenguk Tuan Harvey. Baginya sosok itu adalah orang yang baik dan bersahaja. Selalu memberi nasehat dan petuah hidup padanya. Orang yang humoris dan terkadang juga usil.

Namun, satu bulan yang lalu, Tuan Harvey telah meninggal dengan tenang dalam tidurnya. Salah satu hal tersedih setelah kehilangan ayahnya dulu. Lea merasa sudah dua kali ditinggalkan orang tersayangnya, karena Tuan Harvey telah dianggapnya sebagai ayahnya juga. Sayangnya, dia tak bisa hadir saat acara pemakaman. Lea harus pulang ke rumah ibunya, karena suatu hal yang mendesak.

Lantas, apakah dia kini juga harus menuruti wasiat Tuan Morisson? Menikah dengan putranya? Lea pikir Tuan Morisson tidak mempunyai anak. Selama bersama pria tua itu hampir tak pernah membahasnya. Bahkan Lea ragu putranya itu pernah menjenguk ayahnya. Hanya ada beberapa kerabat. Itupun Lea tak hapal wajah serta nama- nama mereka. Barangkali ada sosok yang kini tengah ada di hadapannya.

"Oke. Itu sudah jelas. Aku akan menikahi perempuan ini, bukan? "

Lea langsung melirik pria muda sepantaran usianya itu dengan takut, lalu beralih ke pria tambun tua yang membacakan wasiat tadi seakan meminta pertolongan.

"Ya, begitulah yang ayahmu inginkan. Agar kau menikah dengan gadis pilihannya. Apakah Nona Winter setuju?"

Jujur saja, Lea masih bingung dengan situasi ini? Otaknya tak berpikir jernih, dan cenderung memilih pilihan bodoh yang akan disesalinya nanti jika didesak.

"Dia setuju, Paman. Kami telah membicarakannya."

Bohong! Lea menatap tajam pria sangar itu, tetapi dibalas tak kalah menakutkan dengan sekali lirik. Orang asing itu akan memanfaatkannya!

"Baiklah, Jeff. Kapan Paman harus mempersiapkan pernikahanmu? Mendiang ayahmu pasti senang jika tahu kau akan menikah. Yah, walaupun terlambat, tetapi setidaknya mengikuti wasiatnya sudah membuat kau menjadi anak yang tak durhaka."

"Terserah Paman. Lebih cepat lebih baik. "

Orang yang dibilang Paman itu adalah Tuan Harold Morisson, adik Tuan Harvey yang sekaligus orang kepercayaan keluarga besar Morisson, karena dia adalah seorang notaris handal dan terkenal di kota kecil mereka. Sepeninggal kakaknya, dialah pengganti ayah Jeff, dan Jeff sangat patuh pada pamannya tersebut sedari dulu. Setidaknya informasi itu yang Lea dapat dari Merry, pelayan keluarga Morisson yang dibawa Jeff ke rumahnya. Sekarang justru Tuan Harold yang sepertinya tidak sabar dengan rencana wasiat itu.

Sebenarnya permainan macam apa ini?

***

Lea tak mengira jika siang harinya Jeff membawanya kembali pulang. Padahal dia belum mengatakan setuju untuk pernikahan tersebut, tetapi Jeff tampak acuh. Pria itu hanya mengatakan bahwa dirinya harus siap cepat atau lambat. Mereka pulang hanya untuk mengurus segala dokumen Lea atau hal lainnya. Tentu saja dibantah keras oleh wanita berambut jahe itu. Lea tak sudi menikah dengan orang asing!

Cukup lama perjalanan. Hampir memakan waktu lima jam hingga bokong kaku dan mati rasa, tetapi perjalanannya cukup menyenangkan. Sepanjang perjalanan Lea dapat menikmati suasana pedesaan, pertanian, indahnya hutan pinus yang menyegarkan, dan pemandangan lainnya yang jarang dilihat dan rasakan. Seperti hal nya sedang bertamasya. Satu hal yang tak mungkin dia pikirkan sampai detik ini, tetapi akhirnya terwujud tanpa rencana.

Lea selalu sibuk dengan pekerjaannya, dan baginya liburan itu adalah sekedar meluruskan pinggang saja dan tidur seharian dengan televisi yang menyala.

Anehnya, ketika telah sampai, Jeff justru ikut masuk. Seenaknya pria itu menyamankan dirinya di sofa depan televisi tua yang menyala, membersihkan diri, bahkan mengisi perutnya dengan mengambil sandwich kacang yang berada di kulkas.

Dalam hati Lea, semoga perut Jeff bermasalah sehabis memakannya. Jika perlu sampai dibawa ke rumah sakit dan dirawat. Tak lain agar Lea bebas dan merdeka dari jeratan orang asing gila itu. Percuma rasanya jika menghubungi polisi. Pasti pria itu akan berdalih. Lihat saja sampai di mana Jeff akan bertahan.

"Aku pernah bilang, jangan melihatku seperti orang asing!"

Lea tak peduli, dia tetap memerhatikan pria itu dengan tatapan tak suka.

"Aku juga tidak pernah mengatakan jika kau boleh tinggal di sini. Kita bahkan orang asing satu sama lain. Lagi pula aku belum menyetujui isi wasiat Tuan Morisson. Kau lancang mengaturku. Aku bukan bonekamu."

"Ya, belum. Itu artinya kau masih memikirkannya." Jeff tersenyum mengejek. Kini buah kaleng yang dimakannya.

Lea lalu mengabaikannya. Dia masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

"Hey, bagaimana dengan makan malam kita?"

"Entahlah. Itu urusanmu, Tuan kaya raya."

Tidak mungkin Lea yang memikirkan urusan perut pria itu. Bukan kewajibannya sama sekali. Bahkan dia tak berminat menjadi istri dari pria angkuh itu. Jikapun harus, Lea tak yakin akan menyediakan makanan apapun untuknya. Bukankah pria itu mempunyai Merry si peri?

Lea sengaja berlama- lama di kamar mandi. Dia bahkan membawa potongam sandwich dingin untuk di makan. Perutnya tak memerlukan porsi banyak, dan tidak rewel karena sudah kebal pada makanan basi sekalipun.

Tak heran dia dikatakan seperti mayat hidup, Zombie ataupun si perut besi. Tubuhnya terlampau kurus hingga menonjolkan tulang - tulang. Wajah dan bibir tak ada rona merah. Apalagi rambut jahenya sangat tipis dan selalu tampak berminyak. Satu yang masih enak di pandang adalah... senyumnya, juga matanya yang indah.

"Kau berniat tidur di dalam kamar mandi? Baiklah, aku akan menempati kamar tidurmu. Selamat malam."

Lea menghentikan kunyahan pada mulutnya yang penuh. Setelahnya tersadar dan kemudian cepat- cepat menyelesaikan makannya. Untungnya dia telah membersihkan diri. Tak berselang lama dia berlari keluar untuk menuju ke kamar tidurnya.

Sayangnya .... Pria asing itu telah lebih dulu berada di sana. Lea terdiam dan berbalik pergi.

Hidup Lea benar - benar tidak tenang sekarang. Orang asing yang didapati dalam rumahnya, ternyata mencuri banyak hal.

°°°°°
Hadohhh
Tercela banget semua cast di sini. Gada yg bener kaya authornya
😌😌😌

Next or rip?

I Found A Stranger In My HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang